"Stunting" dapat dicegah dimulai dari masa remaja di mana seorang dapat mempersiapkan dan merencanakan masa depan dan kehidupan berkeluarga
Kendari (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan perlunya mencegah "stunting" (kekerdilan pada anak) dan masalah gizi kronis adalah melalui penyiapan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi calon pasangan, terutama generasi milenial.

"Stunting dapat dicegah dimulai dari masa remaja di mana seorang dapat mempersiapkan dan merencanakan masa depan dan kehidupan berkeluarga," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara Sinkronisasi Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) melalui Promosi dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan serta Penyiapan Perencanaan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja Generasi Berencana Sulawesi Tenggara di Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin.

Ia mengatakan sekitar 37 persen, atau hampir 9 juta anak balita, mengalami stunting menurut Rikesdas 2013, dan Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar di dunia. Sementara Provinsi Sulawesi Tenggara mencatat 36 persen warganya mengalami Stunting.

Stunting yang terjadi di Indonesia tidak hanya dialami oleh keluarga kurang mampu tetapi juga dialami oleh keluarga yang tidak miskin, yang tingkat kesejahteraan sosial dan ekonominya di atas 40 persen.

Stunting dapat terjadi karena masih terbatasnya pemahaman tentang pengasuhan yang tidak hanya perlu dilakukan ketika anak sudah lahir, tetapi juga sejak anak masih berada di dalam kandungan sehingga orang tua dan keluarga dapat meminimalisir faktor risiko terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Oleh karena itu, kata dia, peningkatan upaya promotif dan preventif dalam rangka perbaikan gizi melalui optimalisasi pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan Penyiapan Perencanaan Kehidupan Berkeluarga bagi remaja menjadi dua hal penting selain memastikan terpenuhinya kebutuhan fisik atau gizi dan mental ibu serta bayi selama masa kehamilan hingga anak menginjak usia dua tahun.

Stunting, kata Hasto, dapat dicegah dari sejak remaja dengan mempersiapkan dan merencanakan masa depan dan kehidupan berkeluarga.

Indonesia sendiri sedang menyongsong era bonus demografi di mana proporsi dan jumlah remaja sangat tinggi terhadap total populasi.

Menurut data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, jumlah penduduk usia 10-24 tahun mencapai sekitar 61 juta jiwa dan jumlah penduduk usia 10-24 tahun yang belum menikah sebanyak 54 juta. Jumlah remaja yang besar tersebut akan dapat menjadi aset yang luar biasa bagi bangsa dan negara Indonesia apabila dikelola dengan baik dan kualitasnya juga baik.

BKKBN melalui program Generasi Berencana (GenRe) berupaya menyiapkan generasi muda untuk mampu mengisi Bonus Demografi, menyiapkan Generasi Emas Indonesia pada 2045 mendatang.

GenRe dikembangkan untuk penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja sehingga mereka mampu melangsungkan jenjang pendidikan, berkarier dalam pekerjaan serta menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi.

"Program GenRE dapat meningkatkan pemahaman, pengetahuan, serta sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan menyiapkan kehidupan berkeluarga dalam upaya peningkatan kualitas generasi mendatang," katanya.

"Dengan bekal yang baik selama menjadi remaja GenRE, diharapkan dapat membentuk keluarga yang sejahtera, damai, dan tentram. Tanpa ada keluarga yang tenteram, mustahil bisa melahirkan anak-anak yang unggul dan berkualitas," demikian Hasto Wardoyo.

Baca juga: BKKBN intensif kampanye 1.000 hari pertama cegah kekerdilan

Baca juga: Menkes datangi kantor BKKBN bahas penanggulangan stunting

Baca juga: Kepala BKKBN: Jangan fokus dampak stunting di hilir



Pewarta: Katriana
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019