Masalah kenyamanan kami pilih yang optimal tapi untuk keamanan, keselamatan, kami pilih dengan skor tertinggi
Jakarta (ANTARA) - Sepekan beroperasi tol layang Jakarta-Cikampek II (Japek II Elevated) telah menyedot banyak perhatian masyarakat, mulai dari disebut tidak rapi hingga membuat mual saat dilewati.

ANTARA berkesempatan untuk menjajal tol layang sepanjang 36,4 km itu pada Senin (23/12), tepat sehari sebelum masa libur Natal 2019. ANTARA juga mendapat penjelasan teknis langsung mengenai desain jalan tol yang "bergelombang" itu.

Perjalanan dimulai Senin pagi sekitar pukul 08.00 pagi yang masih cukup lengang. Maklum saja, pagi itu kondisi jalan tol masih sepi karena aktivitas perkantoran di Jakarta masih berlaku seperti biasa, meski liburan akhir tahun sudah di depan mata.

Mulai menanjak ke arah tol layang, pengendara akan disambut dengan sambungan-sambungan jalan (expansion joint) yang cukup terasa.

Sensasi melewati expansion joint itu cukup mengagetkan di awal karena sebelumnya di jalur eksisting perjalanan terasa mulus.

Meski sedikit mengganggu di awal, pengendara akan terbiasa dengan gejlek-gejlek di setiap sekitar 100 meter jalan itu hingga akhir tol layang di KM 48 di Karawang Barat. Terlebih perjalanan di atas jalan layang hanya memakan waktu sekitar 30 menit dengan kecepatan maksimal 80 km per jam.

Sensasi gejlek-gejlek atau ajrut-ajrutan seperti yang disebut warganet itu disebabkan expansion joint atau sambungan jalan tol layang yang bentuknya sedikit berbeda dengan jenis lainnya.

Tipe yang digunakan untuk proyek itu yakni expansion joint tipe seismic joint yang berfungsi untuk meredam dan mengakomodir gempa. Artinya, jika terjadi gempa, sambungan tersebut bisa menahan pergeseran akibat gempa hingga 20 cm.

Direktur Operasi II PT Waskita Karya Tbk Bambang Rianto menjelaskan sangat masuk akal jika sambungan yang lebarnya mencapai 1-1,4 meter itu begitu terasa oleh pengendara.

"Expansion joint yang digunakan yang lebar sehingga sangat masuk akal saat ban berputar, putarannya bisa melewati mungkin dua kali. Kalau di jalan lain lebarnya hanya 7-10 cm sehingga tidak begitu terasa," katanya.
Foto udara suasana antrean kendaraan bermotor yang melintas di titik pertemuan titik pertemuan Tol Jakarta-Cikampek elevated II dengan Tol Jakarta-Cikampek KM 48, Karawang Barat, Karawang, Jawa Barat, Senin (23/12/2019). Memasuki H-2 Natal 2019, arus kendaraan bermotor terpantau mengalami antrean panjang di sisi Tol menuju ke arah Cikampek. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.


Sensasi bergelombang

Sebelum diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Desember lalu, foto udara jalan bergelombang Tol Japek II Elevated santer dikomentari. Pasalnya, jika dilihat sekilas, jalan tol layang yang meliuk turun naik itu tampak mengerikan karena medannya yang tampak ekstrem. Terlebih jika dibandingkan dengan jalur di sebelahnya.

Namun, ada alasan teknis mengapa kontur jalannya dibuat turun naik seperti itu.

Bambang menjelaskan kondisinya bergelombang karena didesain untuk mengakomodir batas kecepatan kendaraan yang ditetapkan 60-80 km per jam.

Jalan tol layang terpanjang di Indonesia itu dibangun sesuai aturan dan regulasi yang ada berdasarkan klasifikasinya.

"Jalan tol layang ini termasuk dalam kota yang kecepatannya 60-80 km per jam. Beda dengan tol luar kota yang bisa 100-120 km per jam. Atas dasar itulah maka harus dilihat turunan regulasinya, guna mendukung kecepatan tersebut," jelasnya.

Bambang mengungkapkan pembangunan jalan tol layang sepanjang 36,4 meter itu memang rumit karena mau tidak mau harus dibangun di atas konstruksi lain seperti simpang susun, Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), dan jalan tol eksisting.

Masalahnya bertambah rumit karena sisi kanan maupun kiri jalan tol eksisting tak bisa digunakan karena sudah ada konstruksi LRT dan kereta cepat Jakarta-Bandung. Sementara di bagian atas juga terdapat SUTET yang mengalirkan pasokan listrik untuk Jawa dan Bali.

Kendati diputuskan dibangun di atas, harus ada clearance area setinggi 5,1 meter sehingga total tinggi jalan tol layang itu akan setinggi 18 meter.

"Kalau membangun di situ, itu sama saja dengan berkendara di lantai lima gedung. Bayangkan menyetir di atas lantai lima, belum ada angin dan lainnya. Maka kemudian desain jalan tol dibuat seefisien mungkin tapi tetap aman," ungkapnya.

Dengan perhitungan itulah maka geometrik jalan didesain sesuai dengan regulasi yang ada. Dari batas kecepatan yang ditetapkan, kelandaian maksimal mencapai 4 persen dengan jarak pandang henti tak kurang dari 110 meter.

"Jadi saat naik, pengemudi melihat lintasan yang paling atas itu jaraknya 110 meter ke depan, saat turun juga masih lihat yang jauh 110 meter. Sehingga kalau terjadi sesuatu dia bisa respon dengan jarak yang cukup. Itulah mengapa desainnya bergelombang, tapi masih dalam standar teknis," jelasnya.

Jika melewati jalan tol layang dengan kecepatan yang disarankan, sensasi bergelombang tidak akan banyak terasa. Sensasi tak nyaman karena terlalu sering merasakan sedikit hentakan akibat sambungan lebih terasa mengganggu jika kecepatan mobil dipacu di atas 100 km per jam.

"Jadi di sinilah kami lebih mengusung yang namanya keamanan, kami desain yang efisien tapi aman. Masalah kenyamanan kami pilih yang optimal tapi untuk keamanan, keselamatan, kami pilih dengan skor tertinggi," kata Bambang.
 
Sejumlah pengendara mobil melintas di Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek ('Japek Elevated'), Karawang Barat, Karawang, Jawa Barat, Senin (23/12/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.



Masyarakat antusias

Menjelang libur Natal dan Tahun Baru, keberadaan tol layang Japek diharapkan dapat mengurai kepadatan di ruas tersebut, utamanya di musim-musim puncak seperti momentum liburan.

Namun, pada Sabtu (21/12) tol layang Japek justru macet total selama dua jam hingga akhirnya arus lalu lintas menuju tol layang ditutup sementara.

Selain baru dioperasikan dan gratis, fasilitas-fasilitas baru seperti ruas tol memang jadi sasaran antusiasme masyarakat.

Terlebih setelah jalan tol layang itu sebelumnya ramai diperbincangkan karena konturnya yang meliuk turun naik kemungkinan membuat masyarakat penasaran untuk menjajalnya.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa hadirnya tol layang Jakarta-Cikampek yang awalnya untuk mengurangi kepadatan, justru masih menimbulkan kemacetan bukan suatu kegagalan.

“Itu euforia masyarakat saja, contohnya saya jual martabak, martabaknya enak orang pada datang, banyak orang yang beli dalam satu jam sudah habis. Masa saya dibilang gagal,” katanya.

Menhub menilai baik apabila tol layang Japek menjadi pilihan masyarakat yang akhirnya beramai-ramai untuk mencoba jalur baru tersebut.

“Japek saya pikir sejauh ini baik. Kalaupun kemarin terjadi suatu lonjakan karena memang euforia atau ekspektasi orang untuk menggunakan itu tinggi sekali,” katanya.

Kendati demikian, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak agar pemerintah mengevaluasi total management traffic saat libur akhir pekan panjang seperti Natal dan nanti libur Idul Fitri.

“Selain itu perlu dipertimbangkan adanya emergency exit, misalnya di km 25, sehingga pengguna tol tidak tidak tersandera di jalan tol selama berjam jam. Ini bisa membahayakan keamanan dan keselamatan pengguna tol. Jangan sampai tol layang ini jadi produk gagal,” ujarnya.

Karena jaraknya yang cukup panjang dan tempat istirahat (rest area) terdekat masih cukup jauh dari titik akhir tol layang, pengendara memang disarankan untuk memastikan kondisi kendaraan dalam keadaan prima. Begitu pula bahan bakar kendaraan yang sebaiknya dalam keadaan cukup saat melewati jalan layang.


 

Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019