ke Pulau Pasir Timbul hanya membayar Rp75 ribu untuk pergi pulang, saat ini Rp90 ribu
Adonara, Flores Timur (ANTARA) - Pasir timbul Mekko adalah sebuah pulau kecil yang berukuran kurang dari satu kilo meter persegi. Pasir timbul ini persis berada di wilayah perairan laut Mekko, di Timur, Pulau Adonara.

Pulau tak berpenghuni tanpa ditumbuhi pohon ini terletak di sekitar Dusun Mekko, Desa Pledo, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Selain ukurannya yang mungil, Pasir Timbul Mekko juga merupakan pulau yang unik, karena bisa timbul dan tenggelam. Pulau ini tenggelam saat air laut pasang.

Pulau kecil ini dinamakan Pasir Timbul Mekko karena ada gundukan pasir berwarna sedikit merah muda atau pink di tengah laut, yang membentuk seperti pulau kecil.

Baca juga: Presiden Jokowi minta Jembatan Youtefa dijadikan wisata bahari

Di sekitar Pasir Timbul Mekko, tidak ada ombak besar, hanya riak kecil yang menerjang pasir.

Pulau Pasir Timbul Mekko berada di tengah laut, sehingga untuk pengunjung pulau itu harus menempuh perjalanan sekitar 20 menit menggunakan perahu motor.

Ketua kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Mekko, Bakri Lolowajo mengatakan untuk melayani wisatawan yang ingin berkunjung ke Pasir Timbul Mekko, pihaknya menyiapkan 23 kapal motor.

Kapal motor milik nelayan ini, pada malam hari digunakan untuk mencari ikan, dan pada siang hari melayani wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pasir Timbul.

Selain ke Pulau Pasir Timbul, kapal-kapal ini juga siap melayani permintaan wisatawan untuk mengunjungi Pulau Watan Peni dan Pulau Kelelawar, empat pulau yang mengapit Pulau Pasir Timbul.

Menurut dia, untuk perjalanan pergi pulang ke Pasir Timbul Mekko, wisatawan dikenakan biaya Rp15 ribu rupiah per orang atau Rp90 ribu untuk rombongan berjumlah enam orang.

Besaran biaya perjalanan wisata ke Pulau Pasir Timbul Mekko ini, belum termasuk karcis masuk untuk dewasa sebesar Rp5.000 untuk orang dewasa dan Rp2.000 untuk anak-anak. Tarif ini sesuai dengan Peraturan Desa (Perdes) Nomor: 07 Tahun 2019.

"Untuk tarif tujuan wisata ke Pulau Watan Peni dan juga Pulau Kelelawar, belum diatur, sehingga kalau ada wisatawan yang ingin ke pulau itu, mereka bisa melakukan negosiasi dengan pemilik perahu," katanya menjelaskan.

Ia juga menyampaikan terima kasih kepada pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan bantuan sebuah kapal ekowisata untuk mendukung aktivitas kepariwisataan di pulau itu.

"Kapal bantuan ini hanya untuk melayani paket wisata yang melakukan kunjungan ke Pulau Pasir Timbul, Pulau Watan Peni dan Pulau Kelelawar, juga melakukan penyelaman di wilayah perairan laut Mekko untuk menyaksikan gerombolan hiu," katanya.

Ia mengatakan, segera berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk menentukan tarif untuk paket wisata yang akan menggunakan kapal bantuan tersebut.

"Tarif untuk paket wisata belum ditetapkan, tetapi sekitar Rp100 ribu per orang karena wisatawan akan berkesempatan melakukan penyelaman untuk melihat hiu," katanya.

Kepala Cabang Dinas DKP Provinsi NTT, untuk wilayah Flores Timur, Lembata dan Sikka, Antonius Andy Amuntoda menjelaskan, perairan Meko di Desa Pledo, Kecamatan Witihama merupakan perairan yang memiliki keanekaragaman hayati laut dan habitat penting bagi perikanan hiu.

Perairan Mekko juga adalah wilayah perairan yang masuk dalam Kawasan Konservasi Suaka Alam Perairan (KKSAP) di Kabupaten Flores Timur.

Potensi ini oleh masyarakat di Meko dimanfaatkan secara bertanggung jawab. Salah satu pemanfaatannya adalah dengan mengembangkan ekowisata bahari.
Sebuah perahu melintas di depan Pulau Kelelawar yang berjak sekitar lima menit dari Pulau Pasir Timbul. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI melalui Satker Jasa Kelautan Ditjen PRL memberikan apresiasi terhadap pemanfaatan tersebut, dengan memberikan bantuan kapal ekowisata bahari kepada Kelompok Bangkit Muda Mudi Mekko.

Kapal bantuan ini dilengkapi dengan peralatan menyelam untuk wisatawan yang ingin melakukan perjalanan laut di wilayah perairan laut Mekko, sambil menikmati gerombolan hiu, kataya.

Wisatawan asing

Pulau Pasir Timbul Mekko, rupanya sudah dikenal oleh wisatawan mancanegara, terutama para peserta lomba perahu layar internasional yang selama ini menjadikan Kota Kupang sebagai pintu masuk.

Pada bulan Juli-Agustus, puluhan wisatawan mancanegara lego jangkar di sekitar Pulau Pasir Timbul Mekko, dan membangun tenda-tenda untuk bermalam di pulau itu.

"Para wisatawan biasanya berhari-hari tinggal di pulau itu. Pada siang hari mereka mandi dan berjemur dan kembali ke kapal, tetapi pada malam hari, mereka membangun tenda untuk bermalam," kata Henry, seorang nelayan di Dusun Mekko.

Ia berharap, para wisatawan yang pernah menyinggahi pulau itu, dapat menyampaikan pesan kepada sahabat dan keluarga, agar mereka dapat mengunjungi pulau itu.

"Memang tidak ada kontribusi untuk masyarakat di pesisir ini, tetapi kalau pulau ini sudah terkenal dan banyak wisatawan yang datang berkunjung, maka secara otomatis akan memberi manfaat untuk masyarakat," kata Henry.

Dua jam perjalanan

Untuk mengunjungi Pulau Pasir Timbul Mekko, para wisatawan harus menempuh perjalanan sekitar 2,5 jam dari Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan pesawat udara ke Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur terlebih dahulu.

Dari Kota Larantuka, wisatawan bisa memilih penyeberangan pendek sekitar 15 menit melalui Pantai Palo menuju Tanah Merah, dan menggunakan transportasi darat menuju Dusun Mekko dengan lama perjalanan sekitar 1,5 jam.

Bagi yang memilih menggunakan pesawat udara, tentu harus merogoh kocek sekitar Rp3 juta, karena harga tiket pesawat pada rute penerbangan Kupang-Larantuka pergi pulang cukup mahal, berkisar Rp500 ribu hingga Rp860 ribu lebih sekali terbang.

Namun, selain transportasi udara, ada transportasi laut yang murah yakni menggunakan KMP Fery Kupang-Pelabuhan Deri di Pulau Adonara dengan biaya sekitar Rp100 ribu per orang.

Hanya saja, pelayaran KMP Fery pada rute penyeberangan Kupang-Deri langsung hanya satu kali dalam sepekan, yakni pada setiap Jumat dengan lama pelayaran sekitar 12-14 jam, tergantung cuaca di wilayah perairan laut.

Dari Pelabuhan Deri, wisatawan bisa menggunakan angkutan desa atau kendaraan roda dua ke Dusun Mekko, yang hanya berjarak sekitar lima kilo meter dengan biaya hanya sekitar Rp15 ribu.

Baca juga: DKP NTT bentuk Pokmaswas lindungi hiu di Perairan Flores Timur

Terlalu mahal

Herlina, salah seorang pengunjung mengatakan, tarif baru yang ditetapkan melalui peraturan desa saat ini terlalu tinggi untuk ukuran wisatawan domestik.

"Sebelumnya, setiap rombongan yang berkunjung ke Pulau Pasir Timbul hanya membayar Rp75 ribu untuk pergi pulang, tetapi saat ini sudah Rp90 ribu, dan jumlah orang setiap kapal pun dibatasi hanya enam orang," katanya.

Biaya ini belum termasuk karcis masuk sebesar Rp5.000 per orang dewasa dan Rp2.000 untuk anak-anak, katanya.

Menurut dia, pemerintah desa seharusnya membenahi terlebih dahulu kawasan sekitar pantai Mekko, sebelum menaikkan tarif untuk para pengunjung.
Sebuah perahu motor sedang membawa pengunjung ke Pulau Pasir Timbul Mekko. (ANTARA/Bernadus Tokan)

"Saat ini hanya ada dua rumah panggung untuk tempat berteduh. Ini tidak bisa menampung pengunjung, terutama pada hari libur seperti saat ini," katanya.

Karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah membangun lopo-lopo di pesisir agar para pengunjung dapat beristirahat sebelum maupun setelah mengunjung Pulau Pasir Timbul Mekko.

Salkopong, pemilik perahu mengakui, pendapatan mereka menurun setelah pemerintah desa menetapkan tarif masuk ke kawasan pesisir Mekko.

"Kalau hari libur besar seperti saat ini, kita bisa kebagian dua sampai tiga trip, tetapi pada hari biasa, kadang dua sampai tiga hari tidak dapat trip karena sepi pengunjung," katanya.

Ia mengatakan, harus antre berhari-hari untuk mendapat trip ke Pulau Pasir Timbul Mekko, karena ada 23 perahu motor yang digilir.

Namun bagi Salkopong, kurangnya minat untuk berwisata ke pulau itu bukan masalah, karena pekerjaan utama para pemilik perahu adalah nelayan.

Mekko adalah surga tersembunyi di timur Pulau Adonara yang masih membutuhkan uluran tangan Pemerintah Kabupaten Flores Timur, baik dari segi fasilitas pendukung dan infrastruktur jalan menuju Mekko. 

Baca juga: KKP: Kapal ekowisata bahari harus memberi nilai tambah

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019