Surabaya (ANTARA) - Itik Alabio selama ini dikenal sebagai hewan endemik atau unggas khas di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, biasanya dipelihara dalam lanting (rumah di atas rawa-rawa) memiliki produksi telur yang tinggi.

Untuk menjaga atau memberikan perlindungan plasma nutfah Itik Alabio, Rini Fajarwati, drh., M.Vet berhasil menemukan data sidik jari DNA Itik Alabio, sehingga hasil penelitiannya membuktikan bahwa Itik Alabio adalah bangsa itik khas yang merupakan plasma nutfah asli Indonesia khususnya di daerah perkembangbiakan alaminya di Kabupaten HSU.

"Jadi Itik Alabio tidak bisa diklaim oleh daerah lain apalagi negara luar dengan bukti sidik jari DNA ini," kata Rini di Surabaya, Rabu.

Hasil penelitian berjudul Strategi Pengembangan Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo), Berdasar Keragaman Gen CO1 dalam Rangka Pelestarian Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Selatan", telah mengantarkan Apatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan itu meraih gelar akademik tertinggi Doktor (S3) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya setelah berhasil melewati Ujian Akhir Tahap II (Terbuka) Program Studi S3 Sains Veteriner di Ruang Tanjung Adiwinata pada Rabu (15/1).
Itik alabio dengan paruh kuning merupakan ternak unggas khas Kalimantan Selatan. (Antaranews Kalsel/Istimewa)


Usai sidang disertasi yang dipimpin langsung Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof Dr Pudji Srianto drh Mkes itu, Rini mengungkapkan jika beberapa waktu terakhir ini terjadi perkawinan silang antara Itik Alabio dengan jenis entok atau jenis itik lainnya, sehingga dikhawatirkan lambat laun keaslian Itik Alabio tidak ada lagi atau menjadi punah.

Untuk itulah, istri dari Iptu Agus Hariyadi ini melakukan penelitian yang dimaksudkan untuk menemukan galur murni Itik Alabio, mengidentifikasi ciri-ciri morfologis kualitatif dan kuantitatif, meneliti produktivitasnya, mengidentifikasi sidik jari DNA Itik Alabio, sebagai Sumber Daya Genetik Lokal (SDGL), dan analisis pengembangannya di masa depan.

Baca juga: Balitbangtan kembangkan budi daya itik di lahan rawa

Baca juga: Kementan sebut potensi ekspor itik dan pakan ternak terbuka luas

Baca juga: Kementan distribusikan 20 juta ayam-itik kepada 400.000 keluarga miskin

 
Rini Fajarwati, drh., M.Vet bersama para promotor dan dosen penguji serta Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. ANTARA/Firman)



Rini memulai penelitian dengan mengumpulkan data yaitu pencatatan jenis kelamin, umur dan asal bibit itik Alabio serta nama pemiliknya. Umur dan asal bibit itik Alabio didapatkan dari hasil wawancara dengan pemiliknya.

Pelaksanaan selanjutnya melakukan pengamatan berdasarkan karakteristik kualitatif dan kuantitatif Itik Alabio. Karakteristik kualitatifnya, meliputi warna bulu dominan coklat bintik-bintik putih di seluruh badan, bulu mata terdapat garis putih, paruh berwarna kuning sampai kuning jingga dengan bercak hitam pada bagian ujung, bulu leher depan berwarna putih, bulu leher belakang berwarna coklat, bulu dada berwarna putih, bulu punggung berwarna coklat bercak abu-abu, bulu sayap biru kehijauan mengkilat, bulu ekor berwarna coklat bercak hitam, dan kaki berwarna kuning jingga.

Sedangkan karakteristik kuantitatif Itik Alabio, meliputi lingkar kepala lingkar leher, lingkar dada, lingkar perut, panjang paruh, panjang leher, panjang tubuh, panjang sayang kanan, panjang sayap kiri, panjang rentang sayap, lingkar paha kanan, lingkar paha kiri, panjang kaki kanan tanpa cakar, panjang kaki kiri tanpa cakar, panjang kaki kanan dengan cakar, panjang kaki kiri dengan cakar, diukur menggunakan pita ukur dalam centimeter, dan bobot badan diukur menggunakan timbangan digital.

Selanjutnya dilakukan penelitian produktivitas (jumlah produksi telur, bobot per butir telur, ketebalan cangkang, kualitas kuning telur, dan konversi pakan) Itik Alabio di daerah penelitian yaitu Kecamatan Sungai Pandan Kabupaten Hulu Sungai Utara.

"Hasil penelitian menunjukkan bahwa Itik Alabio memiliki tingkat produktivitas telur yang tinggi, ketebalan cangkang dan kualitas kuning telur yang baik, serta koversi pakan yang efisien. Sementara sidik jari DNA Itik Alabio diketahui secara pasti oleh panelis ciri-ciri morfologis dan produktivitasnya dilanjutkan dengan Analisis DNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dan sequencing. Tujuannya untuk mengetahui susunan nukleotida Itik Alabio sebagai sidik jari DNA," papar ibu dari tiga buah hati ini.

Baca juga: Ternak itik dan BUMDes

Baca juga: Balapan Itik warnai etape enam Tour de Singkarak

 
Rini Fajarwati, drh., M.Vet bersama keluarga. (ANTARA/Firman)



Hasil riset wanita kelahiran Magetan, 28 September 1981 ini juga diperoleh bahwa Itik Alabio merupakan hewan asli Indonesia yang punya kekerabatan dengan itik yang berasal Amerika Utara, Mesir dan China.

Kemudian produksi telur Itik Alabio juga diketahui sangat tinggi sebesar 77,62 persen dengan menggunakan model pemeliharaan umbaran (peternakan rakyat). Bahkan Itik Alabio punya ketahanan tubuh terhadap penyakit strategis, terutama penyakit flu burung dari hasil riset peneliti bernama Yudhi yang dalam waktu dekat juga akan dipublikasikan.

Untuk itu, Rini berharap Itik Alabio didorong sebagai hewan lokal yang berpotensi menjadi kekayaan nasional yang mendunia, baik sebagai kekayaan alam maupun ternak dengan produktivitas tinggi yang sekaligus sebagai sumber pangan nasional dan global, melalui upaya pengakuan sains dan memenuhi asas legalitas.

"Itik Alabio perlu diupayakan untuk dikelola dengan prinsip manajemen modern sebagai ternak produksi yang bisa diterima secara nasional dan global serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Selatan dan rakyat Indonesia secara keseluruhan," katanya.

Baca juga: Pakar : ternak lokal sumbar potensial untuk MEA

Baca juga: Harga jual itik peking putih terus turun

 
Rini Fajarwati, drh., M.Vet bersama pejabat Pemprov Kalsel yang mendukung melalui pemberian beasiswa S3. (ANTARA/Firman)


Rini mendapat tugas belajar S3 yang beasiswanya diberikan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil nilai A dari disertasi dengan Promotor Prof. Dr. Sarmanu dan Ko-Promotor Prof. Dr. Chairul A.Nidom menjadi buah manis dari perjuangannya selama empat tahun menempuh pendidikan untuk gelar akademik tertinggi.

Sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Kalsel hadir memberikan dukungan kepada Rini ketika menjalani Ujian Akhir Tahap II (Terbuka) Program Studi S3 Sains Veteriner. Di antaranya Kepala Bappeda Kalsel Nurul Fajar Desira, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalsel Sulkan, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalsel drh Suparmi, Kepala Balai Aseminasi Buatan Kalsel Dr Gandul Atik Yuliani serta sejumlah pejabat lainnya hingga rekan sejawat, teman kuliah dan keluarga.

Bagi Rini, laporan penelitiannya setebal 300 lembar tentang Itik Alabio tak akan dibiarkannya berlalu begitu saja seiring lulusnya dia menjadi seorang dokter hewan bergelar Doktor. Dia akan mengembangkan Itik Alabio secara berkelanjutan demi masyarakat yang lebih sejahtera khususnya di Bumi Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan tempatnya mengabdi.*

Baca juga: Bantul sosialisasikan SK menteri penetapan itik turi

Baca juga: Itik turi di Bantul dapat pengakuan dari Mentan


 

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020