Jika sebelum keluarnya peraturan ini, pemasukkan barang-barang impor yang nilainya di bawah 75 dolar AS memalui perusahaan jasa titipan (PJT) dibebaskan bayar pajak dan bea masuk. Maka dengan adanya Permenkeu, perlakuan bea masuk (BM) dan pajak dalam
Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur PT Uniari Indotama Cargo, Lisa Juliawati menyatakan dukungan terhadap terbitnya Permenkeu 199/2019 tentang kepabeanan karena menciptakan iklim yang setara (level of playing field) bagi importir karena semuanya termasuk e-commerce kini wajib membayar bea masuk.

Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/PMK.010/2019 tentang "Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Barang Impor Kiriman" yang baru akan diberlakukan pada 30 Januari 2020.

"Melalui Permenkeu ini, pihak Bea dan Cukai menyesuaikan nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman yang semula ditetapkan 75 dolar AS, berdasarkan Permenkeu menjadi 3 dolar AS per kiriman. Artinya nilai produk tersebut setara dengan Rp42 ribu jika menggunakan asumsi kurs Rp14 ribu per 1 dolar AS," jelas Lisa di Jakarta, Kamis.

Pemerintah juga merasionalisasi tarif dari semula antara 27,5 persen hingga 37,5 persen (dengan perincian bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP, dan PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi 17,5 persen dengan rincian bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, dan PPh 0 persen.

Melalui keputusan ini setelah 30 Januari, maka kerugian negara yang selama ini terjadi dapat ditekan, demikian juga di antara para pelaku usaha di dalam negeri memiliki kesempatan berusaha yang sama, beber Lisa.

Lisa mengatakan sebagai perusahaan yang bergerak di bidang Pusat Logistik Berikat (PLB) e-commerce dengan peraturan ini membuat transaksi e-commerce lintas negara (cross border) menjadi lebih efektif.

”Jika sebelum keluarnya peraturan ini, pemasukkan barang-barang impor yang nilainya di bawah 75 dolar AS memalui perusahaan jasa titipan (PJT) dibebaskan bayar pajak dan bea masuk. Maka dengan adanya Permenkeu, perlakuan bea masuk (BM) dan pajak dalam rangka impor (PDRI) kepabeanan menjadi sama," jelasnya.

Sementara itu bagi IKM dan UKM, Permenkeu ini juga berdampak terciptanya kesetaraan. Para pengusaha sama-sama harus membayar PPN, dibanding sebelumnya mereka ada yang tidak membayar PPN.

Para pelaku IKM tidak merasa berkeberatan dengan keluarnya peraturan ini. Jika biasanya mereka harus mengimpor bahan baku, lantas diproduksi buat ekspor. Kini mereka bisa memasukkan produknya ke dalam PLB e-commerce.

Sedangkan Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor KADIN Indonesia Handito Joewono mengemukakan, Peraturan Menkeu No. 199/2019 tentang turunnya ambang batas (threshold) menjadi 3 dolar AS dari sebelumnya 75 dolar AS yang dikenai pajak, membuat "level of playing field" antara perusahaan trading offline dan online menjadi lebih setara.

“Kesetaraan level of playing field menciptakan rasa keadilan berbisnis dan diharapkan meningkatkan gairah mengembangkan bisnis, khususnya bagi para pedagang dan produsen dalam negeri. Permenkeu ini juga memberi tambahan insentif bagi produsen dalam negeri, khususnya bagi IKM dan UKM berorientasi ekspor. Para produsen IKM seperti fesyen, makanan olahan, dan lainnya mendapat angin segar dengan keluarnya PMK ini," kata Handito.

Handito yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bidang Pengembangan UMKM ini mengatakan, para peritel nasional yang akhir-akhir ini tergerus oleh produk luar negeri yang masuk ke pasar dalam negeri dengan harga lebih murah melalui sistem e-commerce akan mendapat angin segar dengan berlakunya aturan ini.

"Secara umum PMK 199/2019 ini secara luas, akan menekan defisit neraca perdagangan, tidak hanya karena produk barang jadi impor perlahan-lahan akan berkurang, tetapi juga karena dari kebijakan ini diharapkan nilai ekspor akan mulai meningkat kembali," ujar dia.

Baca juga: Pemajakan perdagangan sistem elektronik masuk "Omnibus Law' Perpajakan

Baca juga: Jokowi: Reformasi perpajakan harus terus dilakukan

Baca juga: Kemenkeu catat pembayaran pajak melalui e-commerce capai Rp59,7 miliar


 

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020