Jadi, pertama saya terima kasih karena setelah menunggu empat tahun akhirnya saya dipanggil juga ke sini,
Jakarta (ANTARA) - Richard Joost (RJ) Lino mengaku bahwa dirinya telah memperkaya perusahaan selama menjabat sebagai Direktur Utama PT Pelindo II periode 2009 hingga 2015.

"Saya cuma bilang satu hal. Saya itu waktu masuk Pelindo aset Pelindo itu Rp6,5 triliun waktu saya berhenti aset Pelindo itu Rp45 triliun. 6,5 tahun kalian bisa nilai siapa yang menguntungkan negara. Saya bikin perusahaan itu kaya berapa kali," ucap Lino usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

KPK pada Kamis memeriksa RJ Lino dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Sebelumnya, KPK terakhir kali memeriksa Lino sebagai tersangka pada 5 Februari 2016.

Baca juga: KPK segera rampungkan penyidikan RJ Lino

"Jadi, pertama saya terima kasih karena setelah menunggu empat tahun akhirnya saya dipanggil juga ke sini dan saya harap proses ini bisa menjelaskan status saya karena saya terakhir ke sini kan Februari 2016, jadi ini empat tahun," jelas RJ Lino yang diperiksa hampir 12 jam itu.

Lebih lanjut, RJ Lino pun enggan membeberkan materi pemeriksaanya kali ini.

"Di dalam apa yang ditanyakan sudah saya jawab semua. Mudah-mudahan itu jadi dasar selanjutnya sehingga saya harap dengan demikian status saya lebih jelas," ujar RJ Lino.

Usai diperiksa, ia juga sempat menunjukkan tas yang berisi dokumen terkait pemeriksaannya.

"Bahan saya untuk jawab karena ini kan sudah 10 tahun lalu, mana saya ingat," kata dia.

Baca juga: KPK terima hasil audit BPK terkait kasus RJ Lino

Namun usai diperiksa KPK kali ini, KPK belum menahan yang bersangkutan. KPK menyebut penahanan merupakan kewenangan dari penyidik.

Untuk diketahui, RJ Lino telah ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Desember 2015.

RJ Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.

Menurut KPK, pengadaan tiga unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelindo II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.

Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18 Maret 2011.

Baca juga: KPK periksa RJ Lino

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2020