Jakarta (ANTARA) - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan bahwa anggaran penyidikan per kasus korupsi di KPK masih lebih sedikit dibanding Kejaksaan Agung dan Polri.

"Di KPK anggaran yang diberikan untuk tahap penyidikan sebesar Rp13,9 miliar berdasarkan DIPA Petikan tahun 2019 yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, KPK menargetkan sebanyak 105 kasus selama 2019 sehingga asumsi anggaran per kasus sebesar Rp133,2 juta. Hal ini bisa membantah DPR yang mengatakan KPK mendapat anggaran sangat besar, padahal untuk tingkat penyidikan, Kejaksaan mendapat Rp150 juta dan kepolisian mendapat Rp208 juta per kasus," kata Wana di kantor ICW Jakarta, Selasa.

Wana menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers "Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2019".

Baca juga: ICW: Penindakan korupsi 2019 berlawanan dengan pernyataan Presiden

Baca juga: ICW: Penindakan kasus korupsi pada 2019 turun drastis


"Hal yang juga terbantahkan berdasarkan penelitian ini adalah argumentasi perlunya revisi UU KPK karena KPK dinilai tidak bekerja dengan baik padahal kinerja KPK tidak ada masalah karena jumlah penanganan kasus meningkat. Apa yang disampaikan DPR dan pemerintah kontra produktif," tambah Wana.

KPK pada 2019 menyidik 62 kasus dengan 155 aktor dan nilai kerugian negara Rp6,2 triliun dan nilai suap Rp200 miliar dan nilai pencucian uang Rp97 miliar. Jumlah kasus tersebut meningkat dibanding pada 2018 dengan KPK menyidik 57 kasus (dengan 261 tersangka) dan pada 2017 menangani 44 kasus (dengan 128 tersangka).

"Kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK meningkat signifikan sepanjang tahun 2015 hingga 2019. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kinerja KPK selama ini sangat signifikan terutama ketika banyaknya aktor yang memiliki jabatan strategis ditangkap oleh KPK, seperti menteri, hakim, kepala daerah, anggota legislatif dan jaksa," tambah Wana.

Dari di antara 155 orang yang ditetapkan sebagai tersangka pada 2019, terdapat 8 orang anggota legislatif, 4 orang jaksa dan 3 orang kepala daerah.

Baca juga: ICW nilai undang-undang baru terbukti perlambat kerja KPK

Baca juga: ICW: Pimpinan KPK tak serius tangani perkara pengurusan PAW


Sedangkan Kejaksaan Agung pada 2019 menangani 109 kasus dengan 216 aktor dan nilai kerugian negara Rp847,8 miliar, nilai suap Rp256,6 miliar; nilai pungli Rp3 miliar; nilai pencucian uang Rp11 miliar.

"Kejaksaan punya anggaran Rp200 juta untuk menangani kasus korupsi, pembagiannya di tingkat penyelidikan Rp50 juta, tingkat penyidikan Rp100 juta, di penuntutan Rp25 juta dan eksekusi Rp25 jadi kami menghitung per kasus anggarannya Rp150 juta. Setiap Kejaksaan Negeri (Kejari) punya target 1 kasus, Kejaksaan Tinggi (Kejati) ada 2 kasus dan Kejaksaan Agung 75 kasus sepanjang setahun," jelas Wana.

Kejaksaan memiliki 520 kantor di seluruh Indonesia yang terdiri dari 488 Kejari, 31 Kejati, dan 1 Kejaksaan Agung sehingga secara total kejaksaan memiliki target kasus sebanyak 625 per tahun

"Berdasarkan data, kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh kejaksaan menurun signifikan sejak tahun 2018. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kinerja kejaksaan dalam menangani kasus korupsi belum signifikan," tambah Wana.

Apalagi jika dilihat dari aktor yang ditangkap oleh kejaksaan paling banyak berasal dari jabatan pelaksana. Hanya sedikit memiliki jabatan strategis yang ditangkap oleh kejaksaan.

"Kualitas kasus Kejaksaan tidak memuaskan, aktor yang sering ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan adalah PNS, swasta dan kepala desa, kalau pun jabatan besar kepala daerah dan anggota legislatif tidak signifikan jumlahnya," ungkap Wana.

Sepanjang 2019, Kejaksaan Agung menetapkan 8 anggota legislatif sebagai tersangka, 4 jaksa, 3 orang kepala daerah.

Baca juga: ICW lakukan aksi teatrikal tolak kehadiran pimpinan KPK bermasalah

Baca juga: ICW tolak seluruh konsep Dewan Pengawas KPK


Sementara Kepolisian RI menangani 100 kasus korupsi sepanjang 2019 dengan 209 aktor, nilai kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun; nilai suap Rp202,1 juta serta nilai pungli Rp707 juta

"Kepolisian setiap kasusnya mendapat anggaran Rp208 juta dalam penyelidikan dan penyidikan. Kepolisian memiliki 535 kantor di seluruh Indonesia yang terdiri dari 500 Polres, 34 Polda, dan 1 Bareskrim," tambah Wana.

Berdasarkan DIPA Petikan tahun 2019 yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, setiap kepolisian di tingkat daerah maupun pusat memiliki target kasus, antara lain: Polres (1 kasus); Polda (20 kasus); dan Bareskrim (25 kasus) sehingga target kepolisian menangani kasus korupsi per tahun sebanyak 1.205 kasus.

"Tapi kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh kepolisian menurun signifikan sejak tahun 2018 karena pada 2018 ada 162 kasus dengan jumlah tersangka 337 dibanding pada 2019 hanya 100 kasus dengan 209 tersangka. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kinerja kepolisian dalam menangani kasus korupsi belum signifikan apalagi jika dilihat dari aktor yang ditangkap oleh kepolisian paling banyak berasal dari jabatan pelaksana," jelas Wana.

Tersangka yang paling banyak ditangani kepolisian adalah ASN sebanyak 94 orang, kepala desa sebanyak 25 orang dan swasta 38 orang. Sementara ada juga 5 orang anggota legislatif, 1 orang kepala daerah dan 1 polisi.

"Ini menggambarkan polisi tidak serius menangani kasus-kasus yang tergolong 'big fish'," ungkap Wana.

Baca juga: KPK tanggapi pernyataan istana yang tak akan keluarkan perppu

Baca juga: Menkopolhukam isyaratkan peluang terbitnya Perppu KPK masih terbuka


Kepolisian dan Kejaksaan juga perlu meningkatkan transparansi informasi mengenai penanganan perkara kasus korupsi ke publik agar publik dapat secara bersama memantau proses penegakan hukum.

"Efektifnya kerja penindakan KPK dibandingkan dengan Lembaga penegak hukum lain memberikan sinyal tegas bahwa segala bentuk pelemahan terhadap KPK perlu dihindari. Oleh karena itu, segala kemungkinan untuk memperkuat kembali KPK bisa dilakukan, salah satunya dengan menerbitkan Perppu KPK yang selama ini dijanjikan oleh Presiden Jokowi," tegas Wana.

Baca juga: Saut Situmorang mainkan lagu Phil Collins berharap Perppu diterbitkan

Baca juga: Presiden belum putuskan soal penerbitan Perppu KPK

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020