Dalam RUU Omnisbus Law belum diterangkan secara jelas mengenai ketentuan (proses dan mekanisme perizinan berusaha) ini dan memerlukan peraturan pemerintah,
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Destructive Fishing Watch (DFW) menginginkan beragam hal yang terkait dengan substansi sektor perikanan dapat diperjelas dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang sedang dibahas di tingkat legislatif.

"Dalam RUU Omnisbus Law belum diterangkan secara jelas mengenai ketentuan (proses dan mekanisme perizinan berusaha) ini dan memerlukan peraturan pemerintah," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Selasa.

Moh Abdi Suhufan menyatakan, dalam aturan UU Perikanan, ketentuan tersebut telah diatur secara jelas melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Baca juga: DFW ingin tingkatkan sosialisasi pengenalan perdagangan manusia

Ia berpendapat bahwa dengan belum diaturnya mekanisme Perizinan Berusaha ini membuka celah dan ruang terjadinya negosiasi antara pelaku usaha dengan pemerintah mengingat telah banyak aturan resmi yang sebelumnya telah berlaku justru telah dihilangkan melalui UU Omnibus law.

Koordinator Nasional DFW Indonesia juga mengingatkan agar Omnibus Law jangan sampai menghilangkan keberadaan Komisi Nasional yang mengkaji sumberdaya ikan berarti menghilangkan instrument sains dan ilmu pengetahuan dalam pengelolaan sumber daya ikan.

"Padahal ikan merupakan sumber daya alam yang dinamis sehingga dalam pengelolaannya memerlukan data, analisis dan perhitungan untuk mengetahui status dan tingkat pemanfaatannya dalam rangka memperkuat manajemen sumber daya ikan," kata Abdi.

Ia juga menyoroti tentang wacana pengoperasian kapal ikan asing yang bisa membuka peluang masuknya tenaga kerja asing sampai 30 persen, dinilai adalah celah bagi terjadinya praktik kerja paksa dan perdagangan orang.

Sebelumnya Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman mengingatkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja harus menjaga rasa keadilan dan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Sohibul menyebutkan PKS sepakat terkait transformasi struktural, tetapi memandang RUU Cipta Kerja yang sekarang ini cukup sensitif sehingga diperlukan pengelolaan yang baik. "Kami ingin transformasi struktural harus dilaksanakan dengan tidak menabrak ketentuan-ketentuan dalam konstitusi," ujarnya.

Selain itu, ujar dia, juga harus menjaga rasa keadilan bagi seluruh pihak dan pemangku kepentingan, seperti hak pekerja harus diberikan jaminan.

Baca juga: DFW tolak wacana membuka kembali ekspor benih lobster

Presiden PKS mengemukakan jangan sampai RUU Cipta Kerja hanya berpihak ke investor atau pengusaha, tetapi tidak memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi para pekerja dan sebagian besar rakyat Indonesia.

Sebelumnya, pengamat hukum Irfan Pulungan mengusulkan dibentuk Badan Legislasi Nasional yang bisa melengkapi pemberlakuan omnibus law.

Menurut dia, hingga saat ini masih ditemukan penerapan kebijakan yang terdapat di suatu peraturan daerah, padahal seharusnya sudah tidak diperbolehkan oleh UU yang berlaku, begitu pula sebaliknya.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020