Manokwari (ANTARA) - Provinsi Papua Barat telah kehilangan 2,1 juta hektare hutan primer dalam kurun waktu 28 tahun sejak 1990 hingga 2018.

Sekretaris Daerah Papua Barat, Nataniel D Mandacan, di Manokwari, Selasa, mengutarakan pemerintah telah berkomitmen melaksanakan hasil konferensi internasional keanekaragaman hayati, ekowisata dan ekonomi kreatif di Manokwari pada Oktober 2018 lalu.

Salah satu komitmen dari pertemuan tersebut adalah menyiapkan 70 persen dari lahan di Papua Barat sebagai kawasan hutan. Saat ini, komitmen tersebut sedang didorong agar tercantum dalam dokumen rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) provinsi.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Papua Barat, total luas daratan provinsi ini sekitar 10,30 juta hektare. Dari tahun 1990 hingga 2018 telah terjadi perubahan tutupan hutan kering primer yang sangat signifikan dari sekitar 69,76 persen menjadi 48,61 persen.

Baca juga: Balitbangda : Hutan Papua simpan berbagai potensi obat-obatan

Baca juga: Masyarakat adat protes ke Dinas Kehutanan Papua

Baca juga: Pemerintah diminta perjelas kewenangan UU Otonomi Khusus


Menurut Natahiel, dalam waktu 13 tahun dari sekarang, hutan primer Papua Barat berpotensi hilang jika pemerintah daerah tidak tepat dalam memilih pola pembangunan.

"Kita bersyukur dengan teknologi yang ada sekarang kita sudah bisa melihat bagaimana nasib hutan ke depan," katanya lagi.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Papua Barat, Abdullatief Suaeri, mengatakan pihaknya bersama dengan Conservation International Indonesia saat ini sedang mengkaji perkiraan tutupan Provinsi Papua Barat pada tahun 2033 mendatang.

Ia menjelaskan, analisa dimulai dengan mempelajari data perubahan hutan dari 1990-2018 dan membuat prediksi perubahan hutan Papua Barat tahun 2033. Hasil prediksi itu selanjutnya dilihat dengan berbagai kemungkinan skenario pembangunan Papua Barat.

"Misalnya, menggunakan pendekatan business as usual atau tidak ada intervensi dari pemerintah, pola pembangunan sesuai RTRW 2013-2033 dan pendekatan pembangunan dengan memperhatikan kawasan sensitif atau Environmental Sensitive Area - ESA," ucap Suaeri..

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pendekatan ESA menyatakan 82 persen daratan Papua Barat harus dilindungi.

"Hasil kajian menunjukkan selama periode 1990-2018 telah terjadi perubahan atau pengurangan tutupan hutan lahan kering primer sekitar 20 persen, yaitu sekitar 6.904.437 hektare menjadi 4.784.997 hektare. Artinya, terjadi kenaikan hutan lahan kering sekunder dari 838.229 hektare menjadi 2.814.431 hektare.*

Baca juga: Praktisi dorong ekowisata berkarakter budaya untuk jaga hutan Papua

Baca juga: Merawat hutan menjahit kembali selendang ibu yang robek

Baca juga: Anggota DPRP kembali soroti keberadaan kapal di tengah hutan Nabire

Pewarta: Toyiban
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020