Mikael Kambuaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut
Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Papua Mikael Kambuaya divonis 5 tahun enam bulan penjara karena terbukti melakukan korupsi pekerjaan peningkatan Jalan Kemiri-Depapre sepanjang 24 kilometer tahun anggaran 2015.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mikael Kambuaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Muhammad Siradj, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Pengadilan berlangsung tanpa dihadiri terdakwa. Hanya ada majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dan penasihat hukum, sedangkan terdakwa mengikuti persidangan melalui "video conference" dari rumah tahanan KPK.

Putusan itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Vonis tersebut sedikit lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Mikael Kambuaya divonis penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 subsider 6 bulan kurungan.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme atau KKN. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum sebelumnya," kata hakim Siradj.
Baca juga: Mantan Kadis PU Papua dan pengusaha dituntut 8 tahun penjara

Perbuatan tersebut diawali pada 2015 saat Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas PU berencana melaksanakan pekerjaan peningkatan Jalan Kemiri-Depapre sepanjang 24 km TA 2015 dengan pagu anggaran sebesar Rp90 miliar bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Gubernur Papua Lukas Enembe lalu memohon DAK tambahan dari APBN TA 2015 senilai Rp295 miliar ke Badan Anggaran (Banggar) DPR dan disetujui. Jumlah tersebut termasuk Rp200 miliar untuk pekerjaan jalan, sedangkan peningkatan Jalan Kemiri-Depapre senilai Rp50 miliar. Dengan penambahan jumlah tersebut nilai pekerjaan pun meningkat menjadi Rp90 miliar dari semula Rp40 miliar.

Lukas Enembe pada 23 Juni 2015 lalu mengirim surat kepada Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Papua soal permohonan review DAK sebesar Rp295 miliar, atas permohonan tersebut BPKP Papua memuat nilai pekerjaan peningkatan Jalan Kemiri-Depapre sebesar Rp50 miliar bukan Rp90 miliar.

David Manibui Komisaris PT Manbers Jaya Mandiri (MJM) sekaligus pemegang saham mayoritas PT Bintuni Energy Persada (BEP), lalu menemui Mikael pada Juni 2015 dan menyatakan minat mengerjakan proyek Jalan Kemiri-Depapre dan Mikael mempersilakannya.

Mikael lalu memerintahkan Edy Tupamahu dan Ferdinand selaku Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan Jembatan dan Bina Teknik dan R Kuheba selaku Kepala Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan untuk tetap melaksanakan pekerjaan melaksanakan proyek tersebut, meskipun hasil telaah teknik pekerjaan menyebutkan antara lain pekerjaan tidak dapat dilaksanakan dalam 3 bulan.

Mikael juga tidak menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pekerjaan PPK dilakukan oleh Edy Tupamahu.

Edy tidak mengalkulasi secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak didukung kertas kerja penyusunan HPS/OE, tidak berdasarkan survei harga pasar dan tidak berdasar analisis kebutuhan dan malah memerintahkan Ivan Petra Abel dan Melyanto Langi Paonganan selaku tenaga honorer membuat HPS/OE pekerjaan struktur dan tanah.
Baca juga: Mantan Kadis PU Papua didakwa rugikan negara Rp40,931 miliar

Hasilnya, HPS/OE struktur adalah senilai Rp42,207 miliar dan HPS/SOE pekerjaan tanah senilai Rp47,33 miliar, sehingga totalnya mencapai Rp89,53 miliar termasuk PPN 10 persen.

Saat peninjauan ke ruas jalan, Mikael, David, Edy dan Ferdinand memperkirakan pekerjaan tidak akan selesai dalam waktu 3 bulan, namun Mikael dan David Manibui sepakat akan dilakukan adendum terhadap kontrak yang akan ditandatangani. Selain itu, PT BEP juga hanya mampu untuk mengerjakan pekerjaan senilai Rp30 miliar, sehingga meminta nilai HPS/OE pekerjaan tanah disesuaikan dengan kemampuan PT BEP dan HPS/OE pun disesuaikan dengan HPS/OE struktur senilai Rp42,2 miliar dan HPS/OE tanah senilai Rp28,094 miliar.

Mikael lalu memerintahkan Johanis Antonius Piet Taran selaku Ketua Kelompok Kerja (Kapokja) 14 unit layanan pengadaan (ULP) memenangkan David Manibui dalam pelelangan pekerjaan Jalan Kemiri-Depapre, sehingga Pokja 14 memenangkan PT BEP milik David, meskipun tidak memenuhi syarat.

Meski Mikael mengetahui pekerjaan belum selesai, namun untuk memenuhi syarat prosedural pada 7 Desember 2015, Mikael meminta Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) yang terdiri Edy Tupahamu selaku Ketua, Hans Leonard selaku Sekretaris, Ferry Manopo, Aswar Burhanuddin, Reza Bayu selaku anggota untuk seolah-olah melakukan proses pemeriksaan hasil pekerjaan dan serah terima pertama pekerjaan atau "provisional hand over".

Mikael juga memerintahkan Hans Leonard selaku Sekretaris PPHP untuk membuat kelengkapan administrasi pemeriksaan dan penerimaan terakhir hasil pekerjaan Jalan Kemiri-Depapre secara formalitas padahal sebenarnya tidak pernah dilaksanakan.

Meski pekerjaan Jalan Kemiri-Depapre belum diselesaikan seperti dalam kontrak, namun pembayaran kepada PT BEP sudah dilaksanakan yaitu pembayaran uang muka 20 persen sebesar Rp17,37 miliar, pembayaran angsuran 1, 2, 3 sebesar 80 persen sebesar Rp54,13 miliar, dan pembayaran pelunasan sebesar Rp18 miliar.

Sekali lagi, Mikael memerintahkan Hans Leonard membuat kelengkapan administrasi secara formalitas (proforma) dimana kegiatan-kegiatan yang disebutkan dalam kelengkapan administrasi sebenarnya tidak pernah dilaksanakan.

Akibat perbuatan Mikael Kambuaya bersama-sama dengan David Manibui merugikan keuangan negara sebesar Rp40.931.277.179,64.

Rinciannya, selisih harga pengadaan material struktur jembatan sebesar Rp31,09 miliar; material bahan pilihan pada pekerjaan timbunan pilihan tidak dapat dibayarkan Rp2,629 miliar; kekurangan volume pekerjaan yaitu volume pekerjaan terpasang tidak sesuai dengan volume kontrak sebesar Rp5,88 miliar; dan kekurangan volume pekerjaan karena spesifikasi teknis pekerjaan struktur jembatan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak senilai Rp1,324 miliar.

Perbuatannya Mikael dan David juga memperkaya sejumlah pihak yaitu David Manibui melalui PT BEP sebesar Rp40.264 miliar; Hans Leonard Aruan sebesar Rp20 juta; Johanis AP Taran sebesar Rp150 juta; Indra Rerungan Rp150 juta; Edy Tupamahu Rp265 juta; Ferry Manopo Rp4 juta; Aswar Burhanuddin Rp4 juta; Reza Bayu Pahlevi Ayommi R 4 juta; Ferdinand R Kuheba Rp25 juta; James Richard Homer Rp15 juta; Refly Herman Maleke Rp10 juta; dan Irzaq Basir Rp20 juta.

Terkait perkara ini, David Manibui divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp39. 597.277.179,64 subsider 1 tahun penjara.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020