Jakarta (ANTARA) - Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) menunda pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim ke-26 yang akan digelar di Glasgow, Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara hingga 2021 karena pandemi COVID-19.

Penundaan itu dibenarkan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong di Jakarta, Kamis, yang mengatakan pihaknya telah menerima pesan dari Sekretaris Eksekutif UNFCCC Patricia Espinosa tentang penundaan konferensi para pihak ke-26 (Conference of the Parties/COP26) yang sekiranya akan dilaksanakan pada 9-20 November 2020.

Wamen Alue mengatakan belum dapat menjawab sejauh apa pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, akan mempengaruhi komitmen negara-negara para pihak terhadap penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).

“Pemberitahuan mundur COP26 baru kita terima pagi ini dari UNFCCC, jadi harus kami diskusikan internal dulu,” ujar dia menjawab pengaruh penanganan COVID-19 terhadap komitmen penurunan emisi Indonesia.

Tidak hanya pelaksanaan COP26 yang tertunda. Pada saat yang sama konferensi para pihak membahas Protokol Kyoto ke-16 (CMP16) dan pertemuan para pihak membahas Kesepakatan Paris atau Paris Agreement ke-3 (CMA3) juga tertunda.

Dalam pesannya Sekretaris Eksekutif UNFCCC Patricia Espinosa mengatakan dari hasil pertemuan virtual Biro COP, CMP dan CMA pada 1 April mereka mempertimbangkan ketidakpastian krisis COVID-19 dalam beberapa bulan ke depan.

Setelah menerima penilaian terperinci dari perwakilan Inggris Raya dan Irlandia Utara selaku tuan rumah COP26, Biro juga memutuskan untuk menunda COP 26, CMP16, CMA3 hingga 2021.

Pemerintah Inggris akan memulai konsultasi dengan Para Pihak dan pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi tanggal baru yang cocok untuk konferensi, ujar Espinosa.

COP26 yang sekiranya akan diikuti 200 pemimpin negara dunia dan menitikberatkan pada penyelesaian “rulebook” pelaksanaan Paris Agreement yang seharusnya dilaksanakan tepat pada 1 Januari 2021.

COP26 diperkirakan akan menjadi konferensi terbesar yang pernah dilaksanakan Inggris Raya dan digambarkan paling penting setelah Paris Agreement di 2015. Presiden dan perdana menteri akan melaporkan kembali progres persiapan pelaksanaan kesepakatan penurunan emisi GRK negara mereka.

Indonesia telah meratifikasi Kesepakatan Paris melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the UNFCCC. Selain itu telah menargetkan penurunan emisi GRK sampai 29 persen pada 2030, dan bahkan 41 persen jika mendapat dukungan teknologi dan pendanaan dari luar negeri.
Baca juga: Menteri LHK usulkan mangrove dibawa ke KTT Aksi Iklim PBB
Baca juga: Indonesia pertegas komitmen kekang perubahan iklim di KTT Iklim
Baca juga: BRG berbagi metode pemantauan restorasi gambut di KTT Iklim
Baca juga: Pidie bawa kebijakan lingkungan ke KTT Iklim


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2020