Jakarta (ANTARA) - Fraksi Partai NasDem DPR meminta agar RUU Pemasyarakatan dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dikaji ulang, terutama pasal-pasal yang kontroversial.

"RUU Pemasyarakatan dan RKUHP masih mengandung hal-hal yang kontroversial diantaranya masih adanya multitafsir terhadap beberapa ketentuan dalam kedua RUU itu yang memberikan multitafsir dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Ketua Kelompok Fraksi NasDem di Badan Legislasi DPR, Taufik Basari, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, jika materi muatan pada pasal-pasal yang kontroversial tidak dikaji ulang secara komprehensif dan tidak diubah, direvisi atau dihapuskan, maka Fraksi Partai NasDem DPR akan menolaknya.

Basari mengatakan, fraksinya menolak kedua RUU itu bila tidak dibahas menyeluruh dan memperhatikan keberatan-keberatan dari masyarakat.

Diketahui, Komisi III DPR bersama pemerintah berencana untuk melanjutkan pembahasan RUU Pemasyarakatan dan RKUHP.

Baca juga: Komisi III bahas pasal krusial di RUU Pemasyarakatan dan RKUHP

"Kedua RUU tersebut adalah RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas yang berstatus carry over yang pada periode DPR sebelumnya telah disetujui dalam pembahasan tingkat I di DPR RI, namun kemudian ditunda pembahasan lanjutannya oleh pemerintah," kata dia.

Namun, terdapat beberapa pihak yang menginginkan agar RUU ini tidak perlu dibahas menyeluruh melainkan cukup dengan sosialisasi, ataupun pembahasan terbatas saja dan kemudian langsung dibawa ke tahap II yakni tahap sidang paripurna.

"Kami menolak jika tidak dibahas menyeluruh dan memperhatikan keberatan-keberatan dari masyarakat. Keberatan-keberatan masyarakat terhadap kedua RUU tersebut harus menjadi perhatian serius agar produk undang-undang yang dihasilkan merupakan produk undang-undang yang dapat diterima secara luas di kalangan masyarakat dan memberikan manfaat kepada rakyat demi tegaknya negara hukum," kata anggota Komisi III DPR ini.

Baca juga: Komisi III bahas kelanjutan RUU KUHP dan Pemasyarakatan

Meskipun berstatus "carry over", Tobas mengatakan, kedua RUU itu tetap harus dibahas sejak awal karena terdapat hak konstitusional anggota DPR yang belum terlibat pembahasan pada periode yang lalu.

Tobas menambahkan, pembahasan sebuah RUU juga tetap harus dilakukan secara komprehensif untuk menjaga kualitas undang-undang yang dihasilkan, terlebih lagi kedua RUU tersebut mendapatkan banyak sorotan dan keberatan dari publik.

"Kedua RUU itu masih mengandung hal-hal yang kontroversial," katanya.

Baca juga: Komisi III DPR akan sosialisasi Rancangan KUHP dan RUU Pemasyarakatan

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020