Denpasar (ANTARA) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho memproyeksikan pertumbuhan ekonomi provinsi setempat pada triwulan II/2020 akan tetap mengalami perlambatan.

"Kami memproyeksi kemungkinan turun lebih dalam dibandingkan triwulan I-2020 (-1,14 persen yoy)," kata Trisno dalam acara NgOSBIM (Ngobrol Santai Bareng Insan Media) di Denpasar, Selasa.

Dia mengemukakan, dalam periode Januari-Maret (triwulan I) ketika masih ada wisatawan mancanegara, Bali sudah mengalami perlambatan atau kontraksi dengan pertumbuhan ekonomi yang -1,14 persen, apalagi untuk periode April, Mei, Juni yang mana wisman tinggal lima persen dan terbatasnya akses penerbangan.

Demikian juga dari sisi pengeluaran, hampir semua komponen mengalami kontraksi, kecuali konsumsi rumah tangga. "Dengan diam di rumah saja, bekerja dari rumah, jaga jarak, pastilah kegiatan menurun sehingga ekonomi juga menurun," ujarnya.

Dari sisi lapangan usaha, lanjutnya, hampir seluruh lapangan usaha utama Bali juga mengalami kontraksi, kecuali pertanian dan konstruksi.

"Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II-2020 diperkirakan akan mengalami kontraksi yang lebih dalam dari triwulan I 2020 (-1,14 persen yoy). Seiring dengan masih belum adanya kunjungan wisatawan baik domestik maupun macanegara ke Bali," katanya.

Menurut Trisno, kalau Bali cukup cepat mengembalikan wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik untuk datang ke Pulau Dewata, akan dapat mendorong agar ekonomi tidak turun semakin dalam.

"Gubernur Bali sudah mengatakan mulai 9 Juli membuka pariwisata untuk lokal, bulan Agustus untuk wisatawan Nusantara, September untuk wisatawan mancanegara," ucapnya.

Berdasarkan berbagai zoom meeting yang diikuti Trisno, baik dalam negeri maupun luar negeri dengan melibatkan sejumlah duta besar, sebenarnya sudah banyak yang antre mau ke Bali.

"Mereka sudah nunggu kapan lagi Bali dibuka. Namun, tentunya mereka juga melihat bagaimana COVID-19 bisa dikendalikan dengan baik, yakni kasus positifnya dapat ditekan penyebarannya dan angka kesembuhan yang meningkat," ujarnya.

Ekonomi Bali yang melambat, katanya, juga diproyeksikan masih akan terjadi pada triwulan III-2020, tetapi diharapkan pada triwulan IV sudah ada peningkatan. "Kita harus tetap optimistis, apalagi jika melihat sektor pertanian yang sudah menggeliat," katanya.

Trisno mengemukakan, dalam merespons perlambatan ekonomi ini. Bank Indonesia menempuh bauran kebijakan yang terdiri dari enam aspek penting. Pertama, menurunkan suku bunga kebijakan (BI7DRR) 25 bps pada Juni 2020.

Kedua, melakukan stabilisasi dan penguatan Rupiah melalui peningkatan intensitas kebijakan intervensi baik di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN di pasar sekunder.

Ketiga, memperluas instrumen dan transaksi di pasar uang dan pasar valas. Keempat, melakukan injeksi likuiditas (Quantitative Easing) ke pasar uang dan perbankan. Per 1 Agustus 2020, Bank Indonesia akan memberikan jasa giro sebesar 3 persen kepada bank yang memenuhi kewajiban GWM.

Kelima, melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial. Keenam, menjaga kemudahan dan kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai untuk mendukung berbagai transaksi ekonomi dan keuangan.

"Selain bauran kebijakan tersebut, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan pemerintah dan KSSK untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta pemulihan ekonomi nasional," ujarnya.



Baca juga: BI:Pertumbuhan ekonomi Kalteng melambat

Baca juga: BI perkirakan ekonomi Sumbar hanya tumbuh dua persen tahun ini

Baca juga: BI optimistis pertumbuhan ekonomi Papua Barat di atas 4 persen

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020