Jakarta (ANTARA) - Universitas Indonesia (UI) melalui Southeast Asian Ministry of Education OrganizationRegional Center for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON) atau Pusat Kajian Gizi Regional mengusulkan adanya mitigasi risiko saat aktivitas sekolah kembali dibuka.

"Pembukaan kembali sekolah merupakan keputusan yang kompleks dan membutuhkan banyak pertimbangan dan keahlian. Oleh sebab itu, UI melalui Pusat Kajian Gizi Regional UI berusaha memberikan sumbangsih pemikiran dengan mengadakan diseminasi yang menghadirkan para penyusun policy brief dan penyampai materi yang dapat memberikan kontribusi UI berupa rekomendasi kebijakan bagi pemerintah, terkait pembukaan sekolah kembali di Indonesia," ujar Wakil Rektor UI Bidang Riset dan Inovasi Prof Dr rer nat Abdul Haris, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Sementara akademisi dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI dr Ahmad Fuady MSc, PhD mengatakan bahwa upaya pembatasan jarak fisik pada kelompok usia ini seringkali berfokus pada penutupan sekolah yang secara tidak langsung juga memiliki dampak di luar risiko kesehatan yang harus dimitigasi secara paripurna. Ada kekhawatiran besar pada orangtua siswa mengenai risiko kesehatan anak-anak mereka ketika sekolah dibuka kembali, sedangkan perhatian terhadap upaya intervensi, selain penutupan sekolah, masih sangat terbatas.

"Imbas dari penutupan sekolah menyebabkan pelandaian kurva pembelajaran siswa. Pembelajaran jarak jauh berpotensi melebarkan kesenjangan pencapaian antarstatus sosial dan meningkatkan potensi anak putus sekolah," kata Ahmad.

Ahmad menambahkan, menurut riset, efek menutup sekolah menekan dua hingga empat persen sebaran infeksi, dan data menunjukkan bahwa rata-rata kasus anak satu hingga lima persen total kasus COVID-19, yang mana di Indonesia ada pada angka enam persen total kasus dengan mayoritas anak yang terinfeksi dengan gejala ringan.

"Maksud kami bukan mengecilkan risiko COVID-19 terhadap anak, namun mari bersama-sama memitigasi risiko ketika membuka kembali aktivitas belajar mengajar di sekolah, agar capaian belajar dapat tetap terpenuhi dan anak-anak dapat tetap sehat," ujar  Ahmad.

Peneliti dari SEAMEO RECFON dr Grace Wangge PhD mengatakan masalah gizi anak pada pandemi COVID-19 menjadi salah satu isu yang berkembang ketika berbagai fasilitas publik ditutup.

"Seperti yang kita ketahui, fasilitas posyandu dan fasilitas yang berbasis promotif dan preventif di sekolah juga ikut ditutup. Pada jangka panjang hal ini dapat berpotensi menurunkan pola konsumsi gizi seimbang yang dapat dibentuk sejak usia sekolah dan menempatkan anak pada risiko gangguan nutrisi jangka panjang," kata Grace.

Grace menjelaskan Indonesia telah memiliki Program Gizi Anak Sekolah (ProGAS) yang telah diluncurkan di 39 kabupaten sejak 2018 dan berhasil mengubah pola baik konsumsi makanan gizi seimbang dari 24,7 persen menjadi 47,7 persen. Perlambatan ekonomi sebagai dampak COVID-19 juga bisa mempengaruhi status gizi anak.

"Untuk itu, kami merekomendasikan agar pembukaan kembali aktivitas sekolah dapat dilakukan secara bertahap. Tentunya dengan dukungan kolaborasi lintas sektoral (kesehatan dan pendidikan)," katanya.

Grace menambahkan apabila pemerintah memutuskan untuk membuka aktivitas sekolah, diharapkan dapat dilakukan secara bertahap dengan menerapkan metode, menggilir siswa yang masuk ke sekolah, tidak melakukan kegiatan ekstrakurikuler, pengaturan arus masuk dan keluar sekolah (jam masuk bergilir, aturan jarak fisik untuk penjemput, menekan jumlah penggunaan bus/kendaraan antar jemput), dukungan nutrisi dan bantuan sosial nutrisi anak usia sekolah, dan membawa bekal bersama di dalam kelas.

Dalam kesempatan itu, UI memberikan rekomendasi agar pemerintah daerah menyiapkan protokol kesehatan level kabupaten, memperkuat sarana penunjang (UKS, alat disinfeksi dan kebersihan, layanan hotline yang dapat diakses orang tua, dan sistem informasi yang tersambung ke dinas pendidikan, puskesmas, dan dinas kesehatan).

Selanjutnya monitoring dan evaluasi seluruh upaya intervensi pembukaan kembali aktivitas sekolah ini harus dipantau dan dievaluasi secara ketat dengan kolaborasi antara sekolah, dinas pendidikan, puskesmas, dan dinas kesehatan kota/kabupaten.

Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020