Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, dari Sabang sampai Merauke banyak orang yang hidup dengan menjadi nelayan lobster yang menangkap dengan alat tangkap tradisional serta tidak merusak lingkungan.

"Banyak, dari Sabang sampai Merauke masyarakat tegantung hidupnya dari mengambil anakan lobster ini dan ngambilinnya juga tidak menggunakan alat bantu ekstrim," kata Menteri Edhy dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Menurut Edhy, melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/2020, dibuka kesempatan bagi siapapun untuk menangkap benih atau melakukan budidaya lobster.

Bahkan, lanjutnya, bagi perorangan yang ingin bergelut dengan lobster, tidak diperlukan izin khusus selama bertujuan untuk konsumsi sendiri.

Baca juga: Edhy Prabowo larang keluarga terlibat perizinan bisnis ekspor lobster

Dikatakan Menteri Edhy, izin diwajibkan bagi perusahaan atau badan hukum guna memudahkan fungsi pengawasan oleh pemerintah.

Selain itu, izin tersebut juga untuk mengikat serta menjadi kepastian harga pembelian dari perusahaan kepada nelayan penangkap benih.

"Pada pelaku usaha yang minta izin itu untuk membina nelayan ini masyarakat. Karena nanti kalau dijual, harganya harus pasti dan kami wajibkan minimal Rp5.000," tegasnya.

Baca juga: Pencabutan larangan ekspor benih lobster karena rugikan masyarakat

Adapun alasan dia melegalkan penangkapan benih lobster lantaran survival ratenya sebesar 0,02 persen atau hanya satu yang hidup dari 20.000.

Dikatakannya, regulasi lobster juga mengusung semangat penguatan budidaya. Isu ekspor benih dihentikan sembari menyiapkan sumber daya manusia serta teknologinya seperti yang dilakukan di BBPAP Situbondo serta BPBL Lombok.

"Nah sampai hari ini sambil menunggu potensi budidaya kita matang, baru akan kita hentikan ekspor benihnya," kata Menteri Edhy.

Karenanya, Menteri Edhy menegaskan motivasi KKP dalam mengeluarkan kebijakan hanya untuk masyarakat, terutama yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020