Jakarta (ANTARA) - Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan sedang mempertimbangkan pendekatan audit kepatuhan untuk menekan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Banyak pihak-pihak yang tidak mau berinvestasi sementara diwajibkan untuk menyiapkan peralatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di lahan mereka dan menyiapkan sumber daya manusia," kata kata Dirjen Gakkum dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, yang dipantau secara daring di Jakarta pada Senin.

Padahal jika terjadi kebakaran akan ada kemungkinan meluas, kata pria yang akrab disapa Roy itu. KLHK sendiri melakukan berbagai pengawasan dan menemukan banyak korporasi yang masih belum patuh.

Untuk perusahaan-perusahaan yang diketahui lalai dalam hal seperti itu, kata Roy, pemerintah telah memberikan sanksi terkait hal itu dan terus melakukan pemantauan kepada pihak korporasi.

Baca juga: DPR desak KLHK prioritaskan penegakan hukum kasus impor limbah ilegal

Baca juga: Gakkum KLHK setop tambang ilegal di Bukit Soeharto


"Kami juga sedang memikirkan untuk menggunakan pendekatan audit kepatuhan bagi perusahaan-perusahaan ini," kata dia.

Sebelumnya pada 2014 pemerintah telah melakukan audit kepatuhan penanganan karhutla di Provinsi Riau kepada pemerintah kabupaten, kota, serta korporasi.

Total 17 perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan kehutanan serta enam kabupaten/kota diaudit oleh tim yang dipimpin Guru Besar IPB Bambang Hero Saharjo. Hasilnya, tidak ada satupun perusahaan yang lulus audit dan hanya satu kabupaten yang masuk dalam kategori patuh.

Selain itu masih terdapat pihak yang memang ingin mencari keuntungan dengan membakar. Terkait hal itu, Roy mengatakan Gakkum KLHK sudah menyegel 93 perusahaan pada 2019, sebagian sudah diberikan sanksi, terdapat juga perusahaan yang diproses pidana dan perdata.

Sejauh ini, Gakkum KLHK dari 19 gugatan perdata terkait karhutla dengan sembilan yang inkracht atau berkekuatan hukum tetap bernilai Rp3,2 triliun. Namun, Roy mengakui masih terdapat kesulitan untuk mengeksekusi putusan tersebut.

"Kita baru bisa mengeksekusi dari Rp3,2 triliun ini baru sekitar Rp78 miliar di mana kewenangan eksekusi ini menjadi kewenangan dari ketua pengadilan negeri," kata Roy.

Baca juga: Gakkum LHK SW II Sumatera sita ribuan sisik trenggiling di Pekanbaru

Baca juga: KLHK miliki sistem satelit bisa jerat pembakar lahan

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020