Jakarta (ANTARA) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menyatakan Kalimantan Barat memiliki 17.005 ton deposit uranium yang dapat menjadi sumber bahan baku untuk bahan bakar nuklir pada pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

"Di Kalimantan Barat ada 17.005 ton, di Kalimantan Timur ada 17.861 ton," kata Kepala Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN) Batan Yarianto Sugeng Budi Susilo kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Batan akan hasilkan prototipe bahan bakar reaktor daya

Yarianto menuturkan di Nusa Tenggara Timur, pernah dilakukan prospeksi pendahuluan pada 1980 di daerah Flores Tengah, namun kurang menarik dan sampai saat ini belum dilakukan eksplorasi lagi.

Sejauh ini, sumber daya uranium yang terdata di Indonesia ada sekitar 81.090 ton dengan sebaran di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Singkep, dan Sulawesi Barat.

Di Kalimantan Tengah, ada deposit uranium sebanyak 10.864 ton. Di Sumatera Utara ada 490 ton. Kemudian, 3.792 ton di Sulawesi Barat, serta 25.715 ton di Bangka Belitung, dan Singkep.

Untuk mengolah uranium menjadi bahan bakar nuklir memerlukan proses yang cukup panjang. Pertama, penambangan dengan peledak atau alat berat untuk mendapatkan bijih uranium. Bongkahan batu di chrusher untuk ukuran bijih yang kecil, kemudian proses milling untuk mendapatkan bijih uranium yang seperti bubuk (fine uranium ore).

Baca juga: Batan: Energi nuklir disinergikan dengan energi terbarukan

Baca juga: Batan: Nuklir sebagai solusi ketahanan energi yang ramah lingkungan


Tahap berikutnya adalah pelindian (leaching) dengan asam sulfat untuk mendapatkan larutan uranil sulfat. Kemudian, dilakukan pemurnian dengan ion exchange untuk mendapatkan larutan konsentrat uranium (U) dan dilanjutkan dengan tahap pengendapan bertingkat menggunakan NH4OH.

Kemudian, masuk ke dalam filter dan dikeringkan untuk mendapatkan yellowcake. Dari yellowcake, diperoleh amonium diuranat dengan konsentrasi uranium lebih dari 60 persen. Yellowcake itu sudah laku dijual. "Namun yellowcake belum bisa sebagai bahan bakar, karena harus dimurnikan sampai grade nuklir lebih dari 99 persen," ujarnya.

Kemudian, dikonversi menjadi uranium heksafluorida (UF6) untuk proses pengkayaan. UF6 yang dikayakan (enriched UF6) tersebut direkonversi menjadi uranium dioksida (UO2) yang siap difabrikasi menjadi pelet, kelongsong, batang bahan bajar, dan bundel bahan bakar.

Untuk siklus bahan bakar nuklir, Yarianto menuturkan secara teknologi, Batan sudah siap. Hanya satu proses yang sensitif, yaitu untuk pengkayaan uranium 235.

"Teknologi itu sangat sensitif karena jika kita melakukan ini bisa dicurigai mau bikin bom nuklir, seperti Iran," tutur Yarianto.

Untuk PLTN uranium dikayakan sampai 3-4 persen, kalau bom nuklir sampai 90 persen.

Yarianto mengatakan di Indonesia, belum banyak eksplorasi thorium (Th). Thorium itu berasosiasi dengan logam tanah jarang dalam monasit. Selain di sabuk timah (tin belt) dari Batam, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Kalimantan Barat, thorium juga terdapat di Mamuju, Sulawesi Barat. Daerah lain belum diinventarisasi.

Baca juga: Batan: PLTN miliki pertahanan berlapis prioritaskan keselamatan

Indonesia memiliki kandungan yang sudah terinventarisasi sebanyak 140 ribu ton thorium, yang bisa diolah menjadi sumber bahan bakar nuklir.

Di dunia, kandungan thorium lebih banyak empat kali dibanding uranium. Thorium berpotensi menjadi bahan bakar masa depan. Namun, teknologi saat ini masih terus dikembangkan, belum ada yang komersial untuk PLTN berbahan bakar thorium.

Prinsipnya, thorium diubah dulu menjadi uranium 233 (U 233) dengan ditembak netron. U 233 itu dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020