Setelah dokumen tersebut lengkap baru bisa diajukan kembali
Mataram (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Cabang Mataram sudah memverifikasi sebanyak 682 kasus pasien positif COVID-19 yang terdata di 12 rumah sakit yang mengajukan klaim pembayaran biaya perawatan hingga 27 Juli 2020.

Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan, BPJS Kesehatan Cabang Mataram, dr Putu Gede Wawan Swandayana, di Mataram, Selasa menyebutkan, sebanyak 12 rumah sakit yang mengajukan klaim pembayaran biaya perawatan pasien COVID-19 adalah Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB, RSUD Kota Mataram, RSUD Kabupaten Lombok Utara, RSUD Tripat, dan RSUD Narmada Awet Muda, Kabupaten Lombok Barat.

Selain itu, Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma, Rumah Sakit Bhayangkara, RSAD Mataram, Rumah Sakit Universitas Mataram, Rumah Sakit Siloam, Rumah Sakit Harapan Keluarga, dan Rumah Sakit Katolik Santo Antonius.

"Sebanyak 12 rumah sakit tersebut berada di wilayah kerja BPJS Cabang Mataram, yakni Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, dan Lombok Utara. Hanya Rumah Sakit Islam (RSI) Mataram, yang belum mengajukan klaim," katanya.

Dari 682 kasus tersebut, kata dia, total nilai klaim pembayaran mencapai Rp44,9 miliar, di mana klaim terbesar dari RSUP NTB, yakni sekitar Rp19 miliar hingga Rp20 miliar. Sisanya dari 11 rumah sakit lainnya.

Wawan menyebutkan dari 682 klaim yang diajukan, hanya 187 klaim yang layak untuk dibayarkan, sedangkan 320 klaim dikembalikan dan sebanyak 165 kasus masih dalam proses.

Sebanyak 320 klaim dikembalikan karena ada sesuatu hal yang belum bisa dilengkapi oleh pihak rumah sakit sesuai dengan petunjuk teknis dan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 295 tentang Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit yang Menyelenggarakan Pelayanan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Seluruh rumah sakit harus memenuhi persyaratan tersebut, tetapi pada kenyataan saat mengajukan klaim ada beberapa administrasi yang belum bisa dipenuhi, seperti tidak ada data nomor induk kependudukan (NIK) pasien atau NIK tidak valid.

Selain itu, rumah sakit tidak memiliki surat kematian pasien positif COVID-19, serta tidak melampirkan surat keterangan pasien meninggal dunia meskipun dokumen tersebut sudah ada di rumah sakit.

"Tiga item itu merupakan alasan paling banyak kenapa BPJS Kesehatan belum meloloskan klaim pembayaran yang diajukan pihak rumah sakit," ujarnya.

Baca juga: Badan usaha diminta BPJS tetap lindungi pekerjanya dengan JKN

Baca juga: Pemerintah gunakan data BPJS Kesehatan minimalkan risiko COVID-19


Namun, kata dia, setelah adanya aturan baru dari Kemenkes yang terbit pada Juli 2020, pengajuan klaim yang dikembalikan ke rumah sakit bisa diajukan kembali. Namun harus ada komunikasi dulu dengan rumah sakit dan verifikator BPJS Kesehatan.

"Artinya, kekurangan dokumen, seperti NIK dan surat keterangan kematian pasien COVID-19 dan dokumen lain yang dibutuhkan dicek kembali. Setelah dokumen tersebut lengkap baru bisa diajukan kembali. Pengajuan bisa dilakukan selama 14 hari kerja," ucap Wawan.

Terkait dengan pembayaran klaim, Wawan menegaskan, BPJS Kesehatan hanya mendapatkan tugas khusus untuk melakukan verifikasi. Setelah selesai verifikasi akan terbit berita acara hasil verifikasi yang kemudian dikirim ke Kementerian Kesehatan selaku lembaga yang berwenang membayar klaim yang diajukan rumah sakit.

Tugas khusus yang diberikan kepada BPJS Kesehatan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Menko PMK) Nomor 5.22/Menko/PMK/3/2020 tentang Penugasan Khusus Verifikasi Klaim COVID-19.

"Jadi pembayaran klaim yang diajukan rumah sakit rujukan pasien COVID-19 ranahnya Kemenkes dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)," katanya.

Baca juga: BPJS Kesehatan verifikasi klaim 1.302 RS tangani COVID-19 Rp642 miliar

Baca juga: Pensiunan PNS lega biaya cuci darahnya nol rupiah berkat JKN-KIS


 

Pewarta: Awaludin
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020