Menurut saya, itu bisa mendongkrak industri properti yang terpuruk beberapa tahun terakhir ini, apalagi di tengah pandemi
Jakarta (ANTARA) - Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono menyambut baik rencana pemerintah memperbolehkan warga negara asing (WNA) memiliki apartemen, yang saat ini sedang dibahas dalam RUU Cipta Kerja, karena dapat menghidupkan sektor properti

"Menurut saya, itu bisa mendongkrak industri properti yang terpuruk beberapa tahun terakhir ini, apalagi di tengah pandemi (COVID-19) ini terjadi keterpurukan yang serius,” kata Iwantono di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Pemerintah pastikan telah berikan insentif dukung industri properti

Iwantono mengatakan properti tidak bisa dibawa keluar negeri, sehingga jika orang asing membeli artinya mereka membawa uang dan ini bisa melonggarkan tekanan devisa Indonesia serta mengatasi kekeringan likuiditas di masyarakat.

Oleh sebab itu, katanya, prosedur dan administrasi pembelian oleh orang asing ini perlu diperlancar, misalnya tidak harus memiliki kartu izin tinggal terbatas/tetap (kitas), cukup hanya visa multi entry untuk waktu 3 sampai 5 tahun.

Status kepemilikan tidak perlu dibedakan dengan WNI serta jangka waktu kepemilikan juga jangan terlalu pendek. Di negara lain, katanya, sampai 90 tahun, walaupun pemberiannya bisa dilakukan secara bertahap.

Mengenai kondisi properti saat ini, Managing Director Institute of Developing Economies & Entrepreneurship (IDEE) ini mengatakan mengalami penurunan yang nyata.

Ia mengatakan industri properti merupakan sektor yang penting dalam penyerapan tenaga kerja.

Menurut kajian Apindo, Kadin, dan Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI), tenaga kerja langsung maupun tidak langsung pada sektor properti sebanyak 30,34 juta pekerja.

Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 11,17 juta tenaga kerja pada 175 industri turunan properti.

Sedangkan untuk total tenaga kerja di sektor properti mencapai 19,16 juta yang terdiri atas 44.738 pekerja di perusahaan terbuka, pengembang hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan nonterbuka sebanyak 18,79 juta tenaga kerja, serta pengembang MBR sebanyak 327.625 tenaga kerja.

Apabila industri properti jatuh dalam krisis, katanya, maka sebagian hingga seluruh pekerja tersebut akan terancam terganggu penghasilannya sehingga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Untuk itu, ia memahami keluhan pengusaha di sektor properti. Ada sejumlah usulan yang disampaikan, katanya, antara lain restrukturisasi kredit, keringanan cicilan dan bunga, perpajakan seperti PPh 21, serta penurunan PPh final jual tanah 2,5 persen menjadi 1 persen berdasarkan nilai aktual transaksi, bukan berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP).

Hal-hal ini selayaknya dilonggarkan agar industri ini bisa menggeliat dan tidak luluh. "Kita berharap dalam pembahasan RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dilakukan antara pemerintah dan DPR hal-hal ini kiranya mendapat perhatian," katanya.

Baca juga: REI: Sektor properti Indonesia masih prospek bagi investor asing
Baca juga: Industri properti diyakini jadi penggerak pemulihan ekonomi

Pewarta: Unggul Tri Ratomo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020