Kita malah yang inisiator dari awal-awal. Artinya dengan diturunkannya ambang batas persyaratan pencalonan kepala daerah, akan makin membuka peluang kepada para kandidat calon bupati, wali kota dan gubernur
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus mengusulkan agar ambang batas pencalonan calon kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) diturunkan, untuk menghadirkan banyak calon yang dapat dipilih masyarakat.

"Kita malah yang inisiator dari awal-awal. Artinya dengan diturunkannya ambang batas persyaratan pencalonan kepala daerah, akan makin membuka peluang kepada para kandidat calon bupati, wali kota dan gubernur," kata Guspardi di Jakarta, Minggu.

Dalam Pasal 40 ayat (1) UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa partai politik atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Baca juga: KPU Bali tak larang sosialisasi pilkada dengan tatap muka
Baca juga: Anggota DPR soroti penyebab munculnya dinasti politik dalam pilkada
Baca juga: Muhammadiyah apresiasi putusan MK melarang mantan pecandu maju pilkada


Guspardi tidak menyebutkan secara pasti penurunan angka ambang batas pencalonan pilkada itu, namun persyaratan yang disebutkan dalam UU Pilkada sebesar 20 persen dinilainya terlalu berat sehingga memunculkan potensi seorang kandidat "borong" dukungan.

Menurut dia, kalau praktek "borong" dukungan itu tetap dilakukan maka ada potensi munculnya seorang kandidat akan melawan kotak kosong dan itu tidak baik bagi pendidikan politik di Indonesia.

"Misalnya di parlemen ambang batasnya 4 persen, dipersamakan saja presiden dan pilkada agar masyarakat banyak pilihan. Intinya, persyaratan dukungan tidak perlu diperberat agar masyarakat banyak pilihan untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin di daerah," ujarnya.

Dia mengatakan penurunan ambang batas pilkada dapat menghindari peluang transaksi politik antar elite yaitu kandidat calon dapat "membeli" dan bisa mendapatkan dukungan dan rekomendasi semua partai sehingga peluang pasangan calon melawan kotak kosong tidak akan terjadi.

"Yang paling penting lagi apa, menghindari supaya jangan ada kandidat yang berupaya membeli atau pun merangkul semua partai-partai politik, karena persyaratannya yang ketat sehingga terjadi calon tunggal," ujarnya.

Menurut Guspardi, calon kepala daerah yang melawan kontak kosong seharusnya tidak terjadi dalam demokrasi Indonesia karena tidak baik bagi pendidikan politik kedepan.

Baca juga: Ditemui Mendagri, KPU: Kesiapan Pilkada 2020 semakin baik
Baca juga: Mappilu-PWI ingatkan potensi munculnya "abuse of power" di Pilkada


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020