Makassar (ANTARA) - Pemerintah Pusat didorong menerbitkan peraturan baru terkait sanksi larangan menghadirkan dan mengumpulkan massa saat kampanye akbar di Pilkada 2020, hal ini bercermin ketika bakal pasangan calon (bapaslon) membawa massa saat pendaftaran di KPU setempat di tengah pandemi Coronavirus Disease (COVID-19).

"Kalau aturan secara khusus belum ada. Hanya peraturan protokol kesehatan COVID-19. Untuk mengantisipasi itu memang sebaiknya diterbitkan aturan baru dengan penguatan pada sanksinya," ujar Ketua Bawaslu Sulsel La Ode Arumahi saat dihubungi, Senin.

Menurut dia, meski sudah ada Peraturan KPU (PKPU) nomor 6 tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Non Alam COVID-19, namun di situ tidak mengatur sanksi tegas terhadap para kontestan, sehingga perlu dikuatkan.

Baca juga: Mendagri beri sanksi 53 kepala daerah pelanggar protokol COVID-19

Mengenai dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bagi pelanggar dalam hal ini kandidat yang menghadirkan kerumunan orang atau massa untuk didiskualifikasi, kata La Ode, dalam aturan Pilkada itu tidak disebutkan secara spesifik sanksinya.

"Tidak ada sanksi tegas yang mengatur secara rinci pada PKPU, hanya aturan pemerintah beserta turunan instruksinya. Sebaiknya memang dibuat aturan atau revisi yang jelas mengatur itu, termasuk saksi diskualifikasi bagi pelanggarnya," katanya.

Kendati Mendagri telah menegur sejumlah petahana yang maju kembali di Kabupaten Luwu Timur, di Luwu Utara, Bulukumba, dan Kabupaten Maros Provinsi Sulsel yang terpantau menghadirkan massa saat mendaftar, kata La Ode, hal itu hanya sebatas teguran dan tidak memiliki sanksi kuat.

"Harus ada sanksi tegas soal itu. Kalau hanya sebatas teguran tidak akan berefek jera. Bisa saja terjadi kejadian sama saat kampanye nanti menghadirkan massa," ucapnya.

Komisioner Bawaslu Sulsel lainnya, Saiful Jihad menambahkan kerumunan massa ini berkaitan dengan lalainya pada kepatuhan pada protokol kesehatan dalam pelaksanaan pilkada, padahal masuk menjadi bagian dari tata-cara dan prosedur diatur dalam PKPU.

Baca juga: Lima petahana kepala daerah di Sulsel ditegur Kemendagri

Hal ini tentunya menjadi kewenangan Bawaslu untuk mengawasi aktifitas penyelenggaraan tahapan yang mesti mematuhi ketentuan dan protokol kesehatan.

"Jika ditemukan dugaan pelanggaran atas aturan dan protokol kesehatan dalam proses penyelenggaraan pilkada, Bawaslu berwenang untuk memprosesnya," tegas pria disapa akrab Ipul ini.

Jika ada dugaan pelanggaran, maka akan disampaikan dan direkomendasikan kepada KPU segera melakukan perbaikan dan pembenahan agar tidak terjadi berulang. Dalam hal tindakan pelanggaran yang dilakukan peserta dan tim, Bawaslu juga berwenang mengingatkan serta melakukan pencegahan.

"Kami juga berharap Tim Satgas COVID-19, Satpol PP sebagai institusi penegak aturan di daerah (Perda) untuk bersama-sama melakukan pencegahan dan jika terbukti melanggar untuk melakukan penindakan sesuai ketentuan dalam Perda atau peraturan lainnya," katanya.

Terkait dengan pantauan Bawaslu atas pengerahan massa jelang pendaftaran bapaslon di beberapa daerah hingga terjadi kerumunan orang di posko pemenangan hingga berangkat mengantar ke KPU, harapannya tidak berulang saat kampanye nanti.

"Kami berharap pihak Satpol-PP, Satgs COVID-19 dan pihak kemamanan dapat membantu. Ini perlu mendapat perhatian teman-teman di KPU terkit kemungkinan pelaksanaan kampanye yang masih membolehkan dalam bentuk rapat umum. Alasannya jangan sampai muncul klaster baru COVID-19," harap Ipul.

Baca juga: Kemendagri kaji sanksi tunda pelantikan pelanggar protokol COVID-19

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020