krisis iklim mewarnai agenda politik di tingkat yang lebih tinggi
Jakarta (ANTARA) - Generasi muda melihat komitmen pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pihak swasta masih kurang dalam penanganan krisis iklim, menurut survei yang diadakan Yayasan Indonensia Cerah dan Change.org.

Dalam survei terhadap 8.374 responden di 34 provinsi dengan rentang usia 17-51 tahun, ditemukan 63 persen responden menganggap kinerja pemerintah masih menjadi hambatan terbesar dalam penanganan krisis iklim.

"Ini persepsi yang disurvei, 63 persen mengatribusi ini kepada kinerja pemerintah, ini bisa jadi catatan bersama bahwa mungkin perlu lebih banyak komunikasi dalam hal penyampaian ke anak muda bahwa apa yang dilakukan adalah penanganan kita bersama terkait krisis iklim," kata kata Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri dalam konferensi pers virtual hasil survei itu dipantau dari Jakarta pada Jumat.

Selain kinerja pemerintah, 24 persen dari responden mengatakan bahwa kecilnya kesadaran publik juga turut menjadi hambatan dan 13 persen mengaitkannya kepada kapasitas ekonomi yang tidak memadai.

Baca juga: Indonesia perlu tingkatan penindakan ekosida atasi krisis iklim

Baca juga: Ini krisis iklim!


Selain itu, survei yang disebarkan ke pengguna Change.org dan warga net melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram itu memperlihatkan 55 persen responden menganggap pemerintah masih kurang komitmen dalam menangani krisis iklim. Hal itu dibandingkan, 22 persen sangat buruk, 19 persen cukup dan dua persen cukup tinggi.

Sementara itu, 46 persen responden menilai komitmen DPR untuk menangani krisis iklim masih kurang, 41 persen sangat buruk, 12 persen cukup dan satu persen cukup tinggi.

Sekitar 54 persen responden juga menilai komitmen perusahaan atau dunia swasta masih kurang terkait penanganan perubahan iklim. Dengan 31 persen menganggap sangat buruk, 12 persen cukup dan satu persen cukup tinggi.

Selain itu, banyak dari responden menganggap krisis iklim harus dipegang langsung oleh setingkat menteri (37 persen) dan Presiden (23 persen). Selama ini, permasalahan krisis iklim masih dipegang oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Sepertinya ada keinginan dari anak-anak muda ini untuk melihat krisis iklim mewarnai agenda politik di tingkat yang lebih tinggi," kata Adhityani.

Baca juga: Survei Change.org: Mayoritas pemuda khawatirkan dampak krisis iklim

Baca juga: Uni Eropa bantu Indonesia 200 juta euro untuk tangani pandemi

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020