alat deteksi tsunami banyak yang roboh dan rusak
Gunung Kidul (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengintensifkan edukasi kepada masyarakat pesisir menyikapi potensi gempa megathust di ujung Banten sampai dengan Banyuwangi dalam mengurangi risiko bencana.

Kepala Pelaksana BPBD Gunung Kidul Edi Basuki di Gunung Kidul, Senin, mengatakan rencananya, pada 6 Oktober 2020 ini, BPBD Gunung Kidul akan menyelenggarakan simulasi kepada masyarakat dengan menggandeng BMKG dan BNPB.

"Dalam waktu dekat ini BPBD akan menggelar simulasi kebencanaan dengan skenario seolah terjadi gempa dengan magnitudo 9. Hal ini dilakukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat bilamana terjadi kemungkinan terburuk," kata Edy Basuki.

Rencananya, simulasi akan menggunakan skenario terjadi gempa bumi sebesar magnitudo 9 dengan disusul tsunami mencapai 20 meter. Pihaknya mengambil risiko terburuk dalam simulasi untuk mengedukasi masyarakat ketika nantinya bencana besar itu benar-benar terjadi.

Ia mengakui, akhir-akhir ini masyarakat cukup resah dengan adanya isu megathrust di ujung Banten sampai Banyuwangi, sehingga BPBD berusaha menenangkan masyarakat dengan memberikan edukasi masyarakat, khususnya di kawasan pesisir bagaimana cara menyelamatkan diri hingga dapur umum.

“Upaya terbaik menggunakan risiko paling tinggi, jadi kita berikan edukasi bagaimana jika benar-benar terjadi gempa dahsyat dan tsunami di wilayah Gunung Kidul,” kata Edi.

Baca juga: Memahami gempa megathrust dan risikonya

Baca juga: BMKG: Kajian gempa-tsunami harus direspons upaya mitigasi nyata


Edi juga mengakui saat ini, wilayah selatan Gunung Kidul hanya memiliki satu alat deteksi tsunami yang masih berfungsi yakni di wilayah Pantai Baron. Menurutnya, alat serupa di lokasi lain mengalami kerusakan akibat gelombang tinggi beberapa tahun lalu.

“Untuk alat deteksi tsunami banyak yang roboh dan rusak, yang di Baron masih bisa aktif kemarin dicek sirinenya. Yang lainnya ada kerusakan, karena aset BNPB kita masih menunggu untuk perbaikan EWS tsunami itu,” kata Edy

Namun begitu, saat ini BMKG tengah memasang alat deteksi tsunami di wilayah perbatasan Bantul dengan Gunung Kidul. Alat tersebut dapat mendeteksi tsunami dengan jarak 100 kilometer. Namun sampai saat ini masih dalam proses pembangunan.

“BMKG memasang di perbatasan Bantul - Gunung Kidul dengan kemampuan deteksi 100 kilometer dari bibir pantai, sudah dibangun masih dalam proses,” ucap Edi.

Ia menambahkan, secara umum Gunung Kidul saat ini memasuki musim pancaroba. Dengan begitu, masyarakat juga diimbau untuk waspada bencana alam seperti angin kencang serta banjir.

“Banjir biasanya di Sungai Oya dan Gedangsari, kemudian angin kencang, komplit kalau di Gunung Kidul. Kami imbau masyarakat tetap waspada,” imbaunya.

Baca juga: BMKG: Segmen megathrust Nias-Simeulue miliki magnitudo tertarget 8,7

Baca juga: Tujuh desa tangguh bencana dibentuk BPBD Gunung Kidul-Yogyakarta

Pewarta: Sutarmi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020