Situasinya memang belum normal benar, tapi ini belum tentu sama pengaruhnya dengan daya beli karena berdasarkan hasil pendataan kami, justru daya beli mulai menggeliat.
Palembang (ANTARA) - Badan Pusat Statistik mencatat Provinsi Sumatera Selatan mengalami deflasi 0,04 persen pada September 2020 atau berbeda tipis dengan angka secara nasional 0,05 persen yang datanya diambil dari 90 kota di seluruh Indonesia.

Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan Endang Tri Wahyuningsih di Palembang, Kamis, mengatakan provinsi ini mengalami deflasi karena dipengaruhi kondisi perekonomian yang belum normal terkait penyebaran virus corona.

“Situasinya memang belum normal benar, tapi ini belum tentu sama pengaruhnya dengan daya beli karena berdasarkan hasil pendataan kami, justru daya beli mulai menggeliat,” kata Endang dalam konferensi pers secara virtual.

Baca juga: Gubernur BI: Tantangan inflasi tahun depan lebih berat

Sumatera Selatan mengalami deflasi dalam tiga bulan terakhir terhitung Juli 2020 akibat pengaruh COVID-19.

Namun jika merujuk periode yang sama dalam tiga tahun terakhir, Sumsel selalu mengalami deflasi pada September. Namun, dua tahun lalu angkanya jauh lebih dalam yakni 0,39 persen pada 2019 dan 0,18 persen pada 2018. Secara kumulatif, inflasi Sumsel jika dihitung dari Januari-September telah mencapai 1,01 persen.

Perkembangan serupa juga terjadi dua kota yang menjadi rujukan perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumsel yakni Kota Palembang dan Kota Lubuklinggau.

Baca juga: IHSG diperkirakan terkoreksi seiring rilis data inflasi September

Kota Palembang mengalami deflasi pada September 2020 sebenar 0,05 persen, tapi diketahui tidak sedalam periode yang sama pada dua tahun lalu yakni 0,16 persen (2018) dan 0,40 persen (2019). Secara tahunan terhitung Januari-September, Palembang telah mencatat angka inflasi komulatif 0,98 persen.

Sementara sebaliknya, di Lubuklinggau justru mengalami inflasi 0,04 persen pada September 2020, padahal pada periode yang sama dua tahun sebelumnya mengalami deflasi, 0,31 persen (2019) dan 0,29 persen (2018). Secara kumulatif, inflasi Lubuk Linggau terhitung Januari-September telah mencapai 1,41 persen.

Endang mengatakan, jika diurai dari 11 komoditas yang menjadi indikator inflasi, maka komoditas makanan, minuman dan tembakau tetap menjadi penyumbang utama di dua kota yang menjadi rujukan IHK tersebut.

Namun, khusus di tiga bulan terakhir, tiga komoditas yakni telur ayam ras, bawang merah, dan daging ayam ras menjadi penyumbang terbesar pada deflasi September 2020.

Sementara, penyumbang inflasi yakni bawang puting, perhiasan emas dan cabai merah.

“Telur ayam ras mengalami penurunan harga, bawang merah juga turun tajam begitu juga dengan daging ayam ras. Tiga komoditas mengalami penurunan karena selalu dikonsumsi masyarakat, seperti untuk pembuatan pempek dan kue,” kata dia.

Walau terjadi penurunan harga untuk tiga komoditas itu, Endang menambahkan, sejatinya peternak tetap mengalami keuntungan karena berdasarkan Nilai Tukar Peternak di Sumsel justru terjaga di atas 100 pada September 2020.

“Ini karena didukung oleh terjaganya stok, sehingga harga tidak terlalu jatuh. Ini tidak apa-apa,” kata dia.

 

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020