Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, bersyukur bahwa arus utama agama Islam yang dianut umat di Indonesia adalah aliran wasathi atau jalan tengah, yakni tidak terlalu ekstrem dan tekstual dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama.

Alhamdulillah, di Indonesia itu yang menjadi mainstream-nya itu justru yang wasathi. Ini yang kita syukuri. Saya kira melalui ormas-ormas Islam dan juga Majelis Ulama (MUI) sudah menggariskan bahwa Islam yang dibawa itu adalah Islam yang moderat, tidak takfiri yang cekak begitu,” kata dia, dalam dialog bertajuk Indonesia Damai Tanpa Khilafah, di Jakarta, Senin.

Baca juga: Wapres: Segera sadarkan orang yang memaksakan khilafah di Indonesia

Para ulama di Indonesia juga telah menyampaikan pemahaman Islam yang akomodatif, yakni menyesuaikan diri dengan budaya dan kearifan lokal di seluruh daerah Indonesia. Ajaran agama memang sebaiknya disampaikan secara utuh, sehingga jika ada ketidaksesuaian dengan budaya setempat maka itu dapat dihilangkan tanpa harus memaksakan, kata dia.

“Ulama itu membawa ajaran yang memang harus utuh, ada juga ajaran itu yang melihat ‘ada apa di tempat itu?’. Sepanjang tidak bertentangan dengan agama Islam, ya diterima, tidak apa-apa, yang bertentangan dibuang, yang tidak bertentangan diterima. Ini namanya Islam akomodatif,” kata dia.

Baca juga: Wapres sebut moderasi beragama di Indonesia mulai dilirik dunia

Begitu juga dengan hubungan antarumat beragama, kata Ma’ruf, wasathiyah juga harus menempatkan masyarakat beragama non-Islam secara adil dan toleran; sehingga persaudaraan antarumat tetap terjaga di Indonesia.

“Soal agama itu kan soal hidayah, kalau dia belum dapat hidayah tentu kita tidak boleh memaksa orang. Maka prinsip kita membangun hubungan. Umat Islam di Indonesia, walaupun mayoritas, kita memberikan kesempatan kepada agama lain untuk tetap bareng-bareng hidup di sini sebagai negara majemuk,” katanya.

Baca juga: Wapres: Tidak ada satu agama pun yang menoleransi terorisme

Terkait masih adanya kelompok-kelompok ekstrem, dia mengatakan, hal itu disebabkan pemahaman umat terhadap ajaran agama Islam yang minim, dan itu tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga di negara lain.

“Itu baru datang belakangan di sini (Indonesia), itu karena tidak memahami sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Sebenarnya tidak hanya di Indonesia, dimana-mana juga begitu,” ujarnya.

Baca juga: Wapres: Pembentukan FKUB pusat akan disiapkan matang

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020