Timika (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Mimika terus berkoordinasi dengan aparat TNI dan Polri serta manajemen PT Freeport Indonesia untuk segera mengembalikan warga Kampung Banti 1, Banti 2 dan Opitawak, yang selama tujuh bulan terakhir mengungsi ke Kota Timika.

Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob di Timika, Kamis mengatakan jajarannya sudah beberapa kali menggelar rapat menyikapi desakan warga tiga kampung di Distrik Tembagapura itu untuk segera dipulangkan kembali ke kampung asalnya.

"Kami sudah beberapa kali rapat membicarakan persoalan warga dari Distrik Tembagapura yang selama tujuh bulan belakangan mengungsi sementara di Timika. Yang jelas, kalau memang benar situasi keamanan di sana sudah kondusif, tentu warga bisa segera kami pulangkan ke sana," kata John.

Mantan Kepala Dishubkominfo Mimika itu mengatakan dari pertemuan dan rapat-rapat sebelumnya antara Pemkab Mimika, TNI dan Polri serta manajemen PT Freeport Indonesia, sudah ada pembagian tugas masing-masing.

"Kami sudah bagi tugas, pemerintah daerah tugasnya apa, TNI-Polri seperti apa, lalu PT Freeport Indonesia tugasnya seperti apa, semua sudah kami bahas dan kami sudah membentuk tim untuk itu. Menyangkut persoalan di sana, ada dua hal yang tentu menjadi perhatian dan pertimbangan kami, yaitu menyangkut jaminan keamanan kepada masyarakat, juga terkait fasilitas rumah-rumah mereka di sana kondisinya sekarang sudah bagaimana," ujar John.

Waka Polres Mimika Kompol I Nyoman Punia mengatakan situasi keamanan dan perbaikan fasilitas rumah warga yang selama berbulan-bulan ditinggalkan pemiliknya menjadi alasan sehingga sampai saat ini sekitar 1.800 warga dari tiga kampung itu belum juga kembali ke kampung halaman mereka.

"Sampai sekarang kami masih terus mempelajari situasi keamanan di sana, apakah benar-benar sudah aman atau tidak. Kalau memang benar sudah aman, maka tentu warga bisa segera kami kembalikan ke kampung mereka masing-masing," kata Nyoman.

Lebih dari 1.800 jiwa warga Banti 1, Banti 2, Opitawak serta Kimbeli, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, memutuskan meninggalkan rumah, harta benda dan kampung halaman mereka sejak 6 hingga 8 Maret 2020 untuk mengungsi sementara ke Timika karena terjadi kontak tembak antara aparat keamanan TNI-Polri dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Tokoh Perempuan Banti Martha Natkime mengatakan eksodus warga dari empat kampung itu memang atas keinginan dan inisiatif warga sendiri karena takut menjadi korban konflik antara aparat TNI-Polri dengan KKB.

"Masyarakat memang punya keinginan sendiri keluar dari kampung karena takut jadi sasaran perang antara TNI-Polri dengan TPN-OPM. Bagaimana tidak takut, bunyi tembak-tembakan itu bukan jauh-jauh, tapi dekat dengan rumah mereka. Jadi, masyarakat yang bawa diri sendiri ke Timika," tutur Marthina.

Menurut dia, kehidupan warga empat kampung itu selama berada di Timika benar-benar memprihatinkan.

"Di Timika semua serba uang, mau tinggal di rumah kontrakan masyarakat pikir-pikir mau bayar pakai uang darimana. Masyarakat ini tidak punya uang, kalau di kampung mereka terbiasa mendulang emas untuk bisa mendapatkan uang. Tapi kalau di kota, semua susah," ucapnya.

Selama tujuh bulan hidup di daerah pengungsian di Timika, warga empat kampung di Distrik Tembagapura itu banyak yang mengalami stres dan trauma, bahkan tercatat delapan orang di antaranya meninggal dunia.

Kondisi cuaca Timika dengan Tembagapura yang berbeda hawanya membuat warga semakin tertekan.

"Di Timika itu daerah panas, banyak penyakit malaria. Semua serba uang, mau jalan harus ada uang, mau makan harus ada uang. Kalau di kampung masyarakat biasa berkebun. Sekarang masyarakat sudah tidak ada uang, lalu mereka mau makan apa, mau bayar rumah kost pakai apa. Masyarakat benar-benar sudah sangat kesulitan," katanya.

Sejak Juni lalu Martina membuka Posko Pemulangan warga Banti, Opitawak dan Kimbeli di Kwamki Baru, Timika.

"Tujuan kami hanya satu, kami mau pulang ke kampung untuk merayakan Natal di kampung. Karena kalau kami di Timika terus, masyarakat makin tambah sulit,'' kata Martina.
Warga Banti dan Opitawak saat pertemuan dengan Haris Azhar di Timika baru-baru ini. (ANTARA/Evarianus Supar)

Haris Azhar, kuasa hukum warga Tsinga, Waa-Banti, Aroanop (Tsingwarop) dan Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS), menyatakan siap membantu memperjuangkan keinginan warga untuk bisa segera kembali ke kampung halaman mereka.

"Saya punya tugas untuk membantu anda semua. Kita akan susun rencana bagaimana caranya supaya masyarakat bisa segera kembali. Semua harus berani terima risiko. Apapun penghalangnya kita harus lawan, mau siapapun kita lawan," kata Haris.

Baca juga: Satgas akan evakuasi 500-an warga asli Papua dari Kampung Banti

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada 2010-2016 itu mengatakan akan proaktif mendatangi para pejabat dan instansi terkait untuk menyuarakan keinginan warga Distrik Tembagapura itu.

Baca juga: Pemkab Mimika berharap situasi Banti Tembagapura secepatnya pulih

"Kami akan temui mereka (pejabat dan instansi terkait) untuk minta dibuka jalan karena masyarakat ini mau balik ke kampungnya. Misalnya tidak dibuka jalannya, lalu tidak ada bus yang mau mengangkut, ya masyarakat ini akan jalan kaki dari Timika sampai di Banti dan Opitawak," kata Haris.
Baca juga: Menanti keputusan pemulangan ribuan warga Banti Tembagapura

Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020