Magelang (ANTARA News) - Penolakan Mahkamah Agung terhadap kasasi putusan sela Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji hendaknya menjadi yurisprudensi untuk penanganan kasus serupa yang kemungkinan muncul pada masa mendatang, kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Hadi Supeno.

"Putusan itu diharapkan menjadi yurisprudensi bagi kasus-kasus serupa di kemudian hari," katanya, di Magelang, Jumat.

Syekh Puji didakwa melanggar Pasal 81 Ayat 2 dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak karena menikahi Lutfiana Ulfa yang berusia 12 tahun. Dia terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dengan denda maksimal Rp300 juta.

Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang mengabulkan eksepsi Syekh Puji dan menyatakan dakwaan batal demi hukum. Jaksa yang tidak bisa menerima putusan sela itu kemudian mengajukan verset (upaya perlawanan) ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah.

PT Jateng mengabulkan verset itu dengan memerintahkan agar persidangan atas perkara tersebut dilanjutkan. Namun Syekh Puji melalui pengacaranya mengajukan kasasi.

Hadi menyatakan apresiasi KPAI terhadap putusan MA itu. "Kami yang sejak awal mempersoalkan dan mengawal kasus ini mengapresiasi putusan MA," katanya.

Ia menyebut putusan MA tanggal 12 Mei 2010 atas kasus itu sebagai berani dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Pada masa mendatang, katanya, para lelaki harus berpikir ulang untuk menikahi anak-anak.

Ia mengatakan, angka pernikahan dini di Indonesia relatif tinggi yakni mencapai 34,5 persen dan menjadi penyebab utama tingginya angka perceraian yang mencapai 250 ribu per tahun atau 10 persen.

"Menjadi penyebab utama juga tingginya angka kematian bayi yang mencapai 34 per seribu kelahiran," katanya.
(ANT/A024)

 

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010