Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Pakar Hukum Lingkungan dan Sumber Daya Alam Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) Prof Rachmad Syafaat menyatakan kondisi existing politik hukum tata kelola pertambangan mineral dan batu bara saat ini menghadapi situasi krisis dan dalam situasi anomali.

"Kondisi itu karena mengabaikan nilai-nilai keadilan sosial yang tertuang dalam sila ke lima Pancasila dan Alquran, serta prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan," kata Rachmad Syafaat di Malang, Rabu.

Kekayaan sumber daya mineral dan batu bara, katanya, tidak serta-merta menyejahterakan rakyat dan memberikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Baca juga: Universitas Brawijaya kukuhkan dua profesor

Justru sebaliknya menimbulkan kemiskinan, konflik sosial, degradasi, dan kerusakan lingkungan yang masif, terstruktur, dan sistematis melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang tidak ramah terhadap keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.

Lebih lanjut, Rachmad mengatakan Indonesia dengan Sumber Daya Alam (SDA) melimpah merupakan penghasil batu bara terbesar kelima sekaligus menjadi negara pengekspor batu bara terbesar di dunia karena masih minimnya pemanfaatan batubara di dalam negeri.

Dengan potensi yang besar tersebut, kata Rachmad, diperlukan kejelasan arah politik hukum tata kelola pertambangan mineral dan batu bara yang mampu menyejahterakan rakyat, khususnya di daerah yang kaya bahan tambang serta menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi berikutnya.

Namun, katanya, dalam tataran realitas telah terjadi sebaliknya. "Kekayaan sumber daya mineral dan batu bara, tidak serta merta menyejahterakan rakyat dan memberikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," tuturnya.

Berbagai laporan hasil penelitian menunjukkan dampak aktivitas pertambangan meningkatkan angka pengangguran, kekerasan, ketimpangan ekonomi, kemiskinan, ketidakadilan sosial, pencemaran dan kerusakan lingkungan, korupsi dalam tata kelola pertambangan mineral dan batu bara.

Baca juga: FKG Universitas Brawijaya-Unilever edukasi kesehatan gigi masyarakat

Melalui penelitian ini, Rachmad merekomendasikan perlunya konstruksi baru politik hukum tata kelola pertambangan mineral dan batu bara agar kebijakan dan regulasi ke depan lebih responsif terhadap keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan dengan cara mengintegrasikan dan mengakomodasikan empat pilar utama meliputi berbagai teori.

Sejumlah teori tersebut, meliputi teori hukum responsif dan progresif, good governance dan good environmental governance, keadilan sosial berdasarkan sila kelima dan Alquran, dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Agar rekomendasi tersebut dapat diwujudkan, lanjutnya, diperlukan social movement atau gerakan sosial yang luas, komprehensif, dan memiliki networking yang kuat untuk mengawal setiap agenda perubahan yang terkait dengan kebijakan dan regulasi tata kelola pertambangan mineral dan batu bara.

“Kalangan akademisi dari dunia kampus menjadi aktor utama (agent) pembaruan yang menjadi motor utama penggerak perubahan,” kata mantan Dekan FH UB tersebut.

Baca juga: Tim doktor mengabdi UB jadikan Kampung Sanan percontohan urban farming
Baca juga: Universitas Brawijaya pertahankan predikat badan publik informatif

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020