Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR Adrianus Asia Sidot mengatakan sarana dan prasarana serta sumber daya untuk meningkatkan kualitas literasi di perbatasan masih sangat kurang.

"Saya setiap kali reses mengunjungi perbatasan selalu mendapatkan keluhan. Guru-guru PNS hanya beberapa,  perpustakaannya sangat menyedihkan," kata Adrianus di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Komisi X DPR dorong pembangunan SDM di Pulau Kalimantan

Politikus Partai Golkar itu mengatakan anak-anak perbatasan di Kalimantan Barat lebih mengenal Malaysia daripada Indonesia. Anak-anak di Kecamatan Badau, misalnya, mereka bersekolah di Sarawak, Malaysia karena jaraknya lebih dekat.

Karena itu, Adrianus meminta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Perpustakaan Nasional berupaya keras untuk meningkatkan literasi masyarakat di perbatasan.

Pada masa pandemi COVID-19, ketika anak-anak harus mengikuti pembelajaran jarak jauh, infrastruktur internet di perbatasan juga menjadi kendala, termasuk untuk mengakses buku digital.

"Di daerah seperti itu, buku teks masih bisa dipakai. Jaringan internet di perbatasan perlu diperluas agar pesan pemerintah lebih mudah diakses masyarakat agar masyarakat lebih mengenal Indonesia," kata legislator dari daerah pemilihan Kalimantan Barat II itu.

Baca juga: Komisi X ingin Peta Jalan Pendidikan jadi rujukan revisi UU Sisdiknas

Baca juga: Komisi IX DPR tunda bahas anggaran Kemenkes


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Gerakan Literasi Nasional 2019 telah mengirimkan 2.402.320 buku untuk wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal atau 3T di 27 provinsi dan 130 kabupaten/kota.

Pada 2021, telah dianggarkan Rp23,25 miliar untuk mencetak 541 judul buku.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021