untuk mendapatkan satu varietas baru membutuhkan enam tahunan
Jakarta (ANTARA) - Kedelai merupakan bahan baku utama dalam pembuatan tempe dan tahu, yang menjadi salah satu bahan makanan yang disukai masyarakat Indonesia.

Kedelai yang segar dengan kandungan protein tinggi akan menjadikan tempe yang gurih, enak dan bergizi.

Indonesia melalui Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menghasilkan banyak varietas unggul kedelai dengan melakukan pemuliaan tanaman menggunakan teknik mutasi radiasi.

Pemuliaan tanaman salah satunya adalah menciptakan varietas unggul kedelai yang berproduksi tinggi, tahan hama penyakit dan dapat dijadikan bahan baku seperti tempe, tahu dan kecap.

Hingga 2021, Batan telah menghasilkan 14 varietas unggul kedelai dengan bermacam keunggulan, yang mana hampir semua varietas tersebut dapat digunakan untuk membuat tempe dan tahu.

Varietas-varietas kedelai unggul tersebut adalah Muria yang dilepas oleh Kementerian Pertanian pada 1987, Tengger pada 1991, Meratus pada 1998, Rajabasa pada 2004, Mitani pada 2008, Mutiara 1 pada 2010, Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 pada 2013, Mutiara 2 dan Mutiara 3 pada 2014, Kemuning 1 dan Kemuning 2 pada 2019, dan yang terbaru adalah dua varietas unggul Sugentan 1 dan Sugentan 2 pada 2021.

Mutiara 2 dan Mutiara 3 merupakan kedelai hitam yang bisa menjadi bahan baku kecap. Mutiara 1 memiliki ukuran biji besar seperti kedelai impor. Rajabasa tahan terhadap lahan masam. Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 memiliki umur tanam super genjah yakni kurang dari 70 hari.

Kemuning 1 dan Kemuning 2 memiliki biji berukuran besar dan toleran terhadap kekeringan, sedangkan Sugentan 1 dan Sugentan 2 memiliki keunggulan spesifik yakni super genjah dan potensi hasil tinggi.

Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan mengatakan penciptaan varietas-varietas unggul ditujukan untuk meningkatkan produktivitas, memperpendek usia tanam, dan menjadikan tanaman kedelai lebih tahan hama.

Varietas-varietas kedelai unggul itu merupakan hasil perbaikan varietas lokal sehingga memiliki keunggulan spesifik seperti umur tanam yang pendek atau super genjah, produksi tinggi, tahan hama penyakit dan biji berukuran besar.

Dengan keunggulan-keunggulan pada varietas kedelai tersebut, maka petani di Indonesia semakin tertarik menanam kedelai dalam rangka meningkatkan pendapatan para petani dan produksi kedelai dalam negeri sehingga mendukung upaya swasembada kedelai di Indonesia.

Baca juga: Kemendag: Stok kedelai cukup penuhi kebutuhan nasional

Baca juga: Saatnya mengembalikan swasembada kedelai


Varietas unggul

Peneliti Batan Ir. Arwin mengatakan perlu 6-7 tahun dalam menghasilkan varietas kedelai unggul khususnya untuk Sugentan 1 dan Sugentan 2.

Kenapa cukup lama? Karena harus melalui beragam proses penelitian dan pengembangan serta pengujian baik di laboratorium dan terutama banyak tahapan di lapangan atau lahan pertanian kedelai untuk membuktikan dan memastikan stabilitas keunggulan varietas tersebut.

Tanaman kedelai unggul diperoleh setelah tujuh generasi atau tujuh kali musim tanam kedelai, yang mana musim tanam juga tidak berlangsung sepanjang tahun sehingga membutuhkan lebih banyak waktu.

Belum lagi, berbagai tantangan dihadapi selama masa tanam dan uji kedelai. Kadang-kadang dalam waktu melakukan pengujian terhadap kedelai yang ditanam, iklim tidak mendukung dan terjadi kekeringan, sehingga penyiraman terus dilakukan. Perlu perawatan lebih juga saat proses pengembangan tanaman kedelai ketika hujan terus menerus turun lebat atau banyak hama menyerang.

Terhadap bibit dari tanaman kedelai generasi ketujuh, dilakukan berbagai pengujian antara lain uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, uji adaptasi, uji kandungan nutrisi, dan uji ketahanan hama penyakit.

Uji adaptasi diadakan dengan penanaman varietas kedelai di multilokasi yang berkisar 8-10 area di Indonesia yang mewakili pulau-pulau besar di Tanah Air seperti Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, dan Pulau Kalimantan.

Banyak pengujian dan tahapan dilalui semata-mata untuk menghasilkan varietas kedelai yang benar-benar bagus dan unggul sehingga bisa dilepas sebagai varietas unggul nasional.

"Biasanya untuk mendapatkan satu varietas baru tersebut kita membutuhkan enam tahunan, sekitar 6-7 tahun untuk mendapatkan varietas baru khususnya untuk Sugentan 1 dan Sugentan 2 ini," kata Arwin yang lahir di Padang kepada ANTARA.

Arwin yang menerima penghargaan dari Menteri Riset dan Teknologi RI atas penemuan varietas unggul kedelai Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 pada tahun 2013, mengatakan Sugentan 1 dan Sugentan 2 merupakan pemuliaan dari varietas induk lokalnya, yakni Agromulyo yang memiliki umur tanam 86-87 hari.

Selain memiliki umur tanam lebih pendek dibandingkan indukannya, Sugentan 1 dan 2 juga juga tahan terhadap hama penyakit dan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dengan rata-rata 2,7 ton per hektare, sedangkan produktivitas varietas induknya sekitar 2,2-2,4 ton per hektare.

Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang itu menuturkan jika dibandingkan dengan kedelai impor, varietas kedelai unggul yang dihasilkan Batan mempunyai kandungan protein lebih tinggi dan rasanya lebih gurih karena kedelainya masih baru panen dan segar.

Sementara, diketahui bahwa kedelai impor telah lama disimpan di dalam gudang penyimpanan, bahkan bisa berbulan-bulan di kapal untuk didistribusikan. Lalu masih butuh waktu beberapa lama lagi hingga akhirnya kedelai bisa sampai ke tangan konsumen termasuk perajin tahu dan tempe.

Varietas unggul ciptaan Batan diharapkan dapat menjadi pilihan para petani untuk menanamnya di masa peralihan musim tanam padi karena sifat Sugentan yang super genjah.

Selain potensi hasil yang tinggi dari varietas kedelai unggul itu, produktivitas lahan pertanian juga akan jadi lebih tinggi karena petani bisa menggunakan pola tanam padi - kedelai - padi dalam setahun.

Biasanya petani membiarkan lahan tak ditanami di masa peralihan tanam padi. Sekarang dengan adanya varietas kedelai yang umur tanamnya sangat pendek, maka petani bisa menanam dan memanennya sebelum masa tanam padi berikutnya.

Lagi pula lahan yang sudah ditanami padi tersebut tidak perlu diolah karena tanah masih bersifat lunak. Jadi, lahan sudah siap untuk langsung ditanami kedelai, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya produksi untuk pengolahan tanah.

Tanah tersebut juga masih kaya dengan sisa-sisa pupuk dari proses penanaman padi sebelumnya sehingga petani dapat menghemat biaya pemupukan pada masa tanam kedelai.

Keuntungan lain jika langsung menanam kedelai setelah musim tanam padi pertama adalah tanah akan menjadi lebih subur untuk ditanami padi pada musim tanam berikutnya karena kedelai mampu memfiksasi nitrogen dari udara ke dalam tanah yang menjadikan lahan lebih subur.

Dengan sistem pola tanam tersebut, petani dapat meningkatkan pendapatannya yang akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan mereka.

Diharapkan dengan makin tingginya minat petani menanam varietas kedelai unggul yang diciptakan Batan dan makin luasnya pertanian kedelai di Tanah Air, maka produktivitas pertanian kedelai akan makin meningkat sehingga mendorong peningkatan produksi kedelai dalam negeri.

Hal itu sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo untuk mengatasi masalah pangan impor, yang salah satunya kedelai. Presiden Joko Widodo menginginkan adanya lahan skala luas untuk pertanian komoditas impor itu sehingga para petani bisa bergelora menanam kedelai.

Varietas kedelai unggul itu dapat ditanam tidak hanya di lahan sawah, tapi juga di lahan tegalan sehingga lahan pertanian yang dimanfaatkan bisa semakin luas. Kedelai juga bisa ditumbuhkembangkan di sela-sela tanaman pada masa awal penanaman karet dan sawit di lahan perkebunan. Sebelum sawit mencapai umur tiga tahun, musim tanam kedelai bisa dilakukan berkali-kali.

Jika produksi kedelai lokal semakin meningkat, tentunya itu akan mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk swasembada kedelai sehingga tidak bergantung lagi pada impor.

Baca juga: Kementan diminta kendalikan harga kedelai

Baca juga: Akademisi: Petani bisa mulai siapkan benih kedelai saat pancaroba

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021