Karena kalau ditangani sesudah melahirkan jadi agak susah
Hulu Sungai Utara (ANTARA) - Kementerian Dalam Negeri menyatakan semua desa harus menjadi lokasi khusus untuk penanganan masalah kurang gizi kronis karena kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama atau kekerdilan.

Tenaga Ahli Local Goverment Capacity Building- Acceleration For Stunting Reduction (PP LGCB-ASR) INEY Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Rademan, di Hulu Sungai Utara, Jumat, mengatakan pada 2023 semua desa menjadi lokasi khusus untuk penanganan kekerdilan.

"Untuk mengukur prevalensi 'stunting' (kekerdilan) tidak hanya pada desa-desa yang menjadi lokus (lokasi khusus) 'stunting', seharusnya semua desa harus menjadi lokus untuk penanganan 'stunting'," kata dia.

Tahun pertama upaya percepatan penurunan angka kekerdilan, katanya, memang diprioritaskan desa yang memiliki prevalensi kekerdilan tinggi.

Namun, lanjutnya, diharapkan pada 2022-2023 semua desa di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan, sudah menjadi lokasi khusus penanganan kekerdilan.

Oleh karena itu, katanya, hampir semua organisasi perangkat daerah (OPD) dilibatkan dalam percepatan penurunan kekerdilan melalui program Konvergensi Percepatan dan Pencegahan Stunting (KP2S).

Baca juga: Menteri PPPA minta edukasi pencegahan stunting ditingkatkan

Melalui program ini, katanya, akan dilakukan delapan aksi konvergensi, yakni analisa situasi, rencana kegiatan, rembuk kekerdilan, perbup/perwali, pembinaan KPM, manajemen data, pengukuran dan publikasi kekerdilan serta rapat evaluasi kinerja tahunan.

Terdapat sekitar 21 indikator cakupan yang harus dilakukan OPD terkait sebagai tolak ukur standar pelayanan minimal dalam upaya menurunkan kasus kekerdilan.

"Karena kalau ditangani sesudah melahirkan jadi agak susah," katanya.

Ia menjelaskan kondisi kekerdilan anak sudah terjadi sejak dalam kandungan dan di awal masa kelahiran serta lebih terlihat lagi tatkala anak berusia dua tahun.

Pelaksana Tugas Kepala Bapelibangda Kabupaten Hulu Sungai Utara Inna Wahyudiaty menjelaskan kekerdilan merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga badan anak secara fisik terlalu pendek dari usianya.

Sejak 2021, Hulu Sungai Utara sudah menjadi salah satu di antara 100 kabupaten/kota yang menjadi lokasi khusus atau pos percepatan penanganan kekerdilan.

Target dan capaian penanganan kekerdilan sejak 2017-2020 termasuk prevalensi kekerdilan untuk 2021 yang ditarget, bisa mencapai 24 persen.

Baca juga: Kepala BKKBN tegaskan pencegahan stunting harus dari hulu
Baca juga: Kepala daerah jadi motor penggerak program penurunan stunting

Pewarta: Imam Hanafi/ediabdillah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021