Tanjungpinang (ANTARA) - Hampir setahun yang lalu, tepatnya 28 April 2020, Wali Kota Tanjung Pinang Syahrul yang dikenal sebagai pemimpin yang saleh itu meninggal dunia.

Syahrul, yang dilantik sebagai Wali Kota Tanjungpinang berpasangan dengan Rahma pada 21 September 2018 itu meninggal dunia karena terifeksi COVID-19.

Tidak ada yang menyangka, pria tegap, murah senyum, yang semasa hidupnya lebih banyak menghabiskan waktu mengabdi sebagai sebagai seorang guru itu meninggal di usia 59 tahun.

Pemakaman jenazah Syahrul di Makam Pahlawan pun diiringi oleh ratusan orang warga Tanjungpinang, meski kala itu Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Kepri berupaya melarangnya untuk mencegah penularan virus yang mematikan tersebut.

Kisah kepemimpinan Syahrul di kota yang melahirkan Gurindam 12 itu pun perlahan-lahan mulai senyap dimakan waktu. Sejarah kekuasaan mulai berubah seiring dengan dilantiknya Rahma sebagai Wali Kota Tanjungpinang pada 21 September 2020.

"Saya ingin melanjutkan program pembangunan yang direncanakan bersama ayah (Syahrul)," kata Rahma.

Tidak sedikit orang-orang memuji Rahma di awal pemerintahannya. Namun tidak sedikit pula, yang meragukan kemampuannya karena dinilai belum cukup berpengalaman di pemerintahan.

Baca juga: Gubernur Kepri lantik Rahma sebagai Wali Kota Tanjungpinang definitif

Profil politisi perempuan yang karir politiknya mulai melejit itu cukup panjang dan berwarna. Rahma lahir di Sungai Danai, Guntung, Indragiri Hilir, Provinsi Riau, 11 Mei 1975, terjun ke dunia politik praktis mulai tahun 2004.

Setelah gagal menjadi anggota legislatif tahun 2004, lima tahun kemudian ia kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Lagi-lagi ia gagal.

Rahma belum juga jera. Ia keluar-masuk partai, dan tahun 2014, menggunakan PDIP sebagai perahu. Partai ini akhirnya mengantar Rahma sebagai anggota DPRD Tanjungpinang daerah pemilihan Tanjungpinang Timur.

Lima tahun berkiprah di DPRD Tanjungpinang, namanya mulai dikenal publik sebagai politisi PDIP. Namun Rahma tidak hanya ingin mencoba sampai di kursi legislatif. Ia memberanikan diri mengikuti kontestasi Pilkada Tanjungpinang tahun 2018, berpasangan dengan Syahrul.

Sikap Rahma itu melawan arus dengan partai yang telah membesarkannya. Ia keluar dari PDIP, dan bergabung dengan Partai Golkar. Golkar berkoalisi dengan Gerindra mengusung Syahrul-Rahma.

Konsekwensi politik yang dihadapi, ia dan Syahrul bertarung dengan Lis Darmansyah-Maya Suryanti, yang diusung PDIP dan partai lainnya. Syahrul sendiri merupakan Wakil Wali Kota Tanjungpinang di era kepemimpinan Lis Darmansyah (2013-2018).

Lis Darmansyah merupakan calon petahana yang juga Sekretaris PDIP Kepri. Drama pilkada pun terukir sedemikian rupa sehingga muncul dua kata yakni penghianatan dan teraniaya.

"Biar masyarakat yang menilai," ucap Lis kala itu.

Lis yang dianggap sebagai politisi senior di Kepri tersebut kalah dalam Pilkada Tanjungpinang. Lis-Maya memperoleh suara 40.160 suara, sedangkan Syahrul-Rahma 42.559 suara.

Banyak pihak yang menilai, di balik kemenangan Syahrul-Rahma, ada figur penting yang menjadi tim kemenangan mereka. Dia adalah Ade Angga, Wakil Ketua DPRD Tanjungpinang, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Tanjungpinang.

Ade Angga pun dipercaya menjadi Ketua Tim Pemenangan Ansar Ahmad-Marlin Agustina dalam kontestasi Pilkada Kepri tahun 2020. Ansar-Marlin berhasil memenangkan Pilkada Kepri 2020, mengalahkan petahana Isdianto-Suryani, dan pasangan lainnya, Soerya Respationo-Iman Sutiawan.

"Setiap amanah yang diberikan dalam pilkada, kami jalankan bersama teman-teman. Ini adalah kemenangan rakyat," kata Angga.

Pindah Partai

Konstalasi politik di tubuh pemerintahan dan Partai Golkar sebagai salah satu partai pengusung Rahma mendadak kembali menyorot perhatian publik. Publik dan jagad media sosial di Kepri, khususnya Tanjungpinang dihebohkan dengan perubahan sikap politik Rahma.

Rahma meninggalkan Golkar setelah tidak memperoleh jabatan di partai tersebut. 22 Februari 2020, Rahma bergabung dengan Partai Nasdem Kepri, yang dipimpin Wali Kota Batam, Rudi. Di partai ini, Rahma menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Kaderisasi.

Keputusan Rahma itu menyakiti pengurus Partai Golkar. Mereka merasa dikhianati Rahma. Untung Budiawan, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris DPD Partai Golkar Tanjungpinang, mengatakan, Rahma memiliki janji politik untuk membesarkan Partai Golkar.

"Tentu kami merasa dikhianati karena ada komitmen yang tidak dipenuhi," ucapnya.

Bak tidak ingin berbalas pantun, Rahma tetap memposisikan dirinya bukan sebagai pengkhianat. Ia secara terbuka menegaskan, tidak hanya ingin sebagai pendatang baru di partai, tanpa jabatan.

"Perpindahan itu adalah panggilan hati nurani. Saya merasa nyaman, dan dihargai. Saya juga merasa diterima di Partai Nasdem karena dianggap mampu dan memiliki sedikit kelebihan," kata Rahma berdalih.

Sikap politik Rahma membuat hubungannya menjadi renggang dengan Partai Golkar. Kondisi ini ditengarai mempengaruhi proses pengisian jabatan Wakil Wali Kota Tanjungpinang.

Baca juga: Gerindra optimistis rebut kursi Wakil Wali Kota Tanjungpinang

Padahal beberapa bulan lalu, Partai Golkar dan Partai Gerindra masing-masing sudah mengusulkan Ade Angga dan Endang Abdullah sebagai calon wakil wali kota.

Rahma mencoba mengambil peranan penting dalam proses penetapan pendampingnya, meski kedua partai pengusung sudah menyerahkan nama-nama calon wakil wali kota. Ia seolah-olah sedang bermain layang-layang, mengulur waktu dengan berbagai argumen.

Kepada publik, Rahma menyampaikan melalui sejumlah media massa bahwa ia memiliki alasan kenapa belum menentukan siapa yang akan mendampingi dirinya. Ia mengharapkan tokoh agama, tokoh masyarakat hingga anggota DPRD Tanjungpinang bertanya kepada dirinya siapa sosok pendamping yang diiinginkannya.

“Saya ingin orang yang mendampingi saya, berani bertanggung jawab, sejalan menjalankan amanah sebagai wakil wali kota, bersinergi, satu komando, lurus, tegak lurus,” tuturnya.

Rahma mengaku siap menerima siapa saja yang diusulkan partai pengusung yakni Golkar dan Gerindra, namun dengan syarat harus setia, dan melaksanakan visi misi pembangunan.

“Saya tidak alergi yang namanya wakil, justru saya sambut baik. Tapi tanyalah saya mau yang mana. Namanya cari pasangan harus selektif, kalau dah cocok boleh,” ujarnya.

Rahma pun telah mengundang Ade Angga dan Endang bersilahturahim ke rumah dinasnya setelah berbagai pihak mengkritiknya. Ade Angga dan Endang dalam kesempatan yang berbeda, didampingi oleh pengurus masing-masing partai memenuhi undangan itu.

Namun kondisi tetap tidak berubah. Rahma tetap "menahan diri" untuk menyampaikan nama-nama calon wakil wali kota yang diusulkan partai pengusung kepada DPRD Tanjungpinang.

Sikap Rahma tidak membuat diam sejumlah anggota DPRD Tanjungpinang, terutama anggota Komisi I. Mereka berkoordinasi dengan Kemendagri dan Ombudsman agar pengisian jabatan wakil wali kota dapat dilaksanakan.

Sejurus dengan itu, Gubernur Kepri Ansar Ahmad, yang juga mantan Ketua DPD Partai Golkar melayangkan surat kepada Wali Kota Rahma untuk segera meneruskan dua nama calon wakil wali kota sisa masa jabatan 2018-2023 sesuai Pasal 196 ayat 1 dan ayat 2 UU RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Selain itu, pihaknya juga telah menerima surat tembusan dari Wali Kota Tanjungpinang yang ditujukan kepada Mendagri tentang permohonan petunjuk dan arahan. Berkenaan hal tersebut, Ansar menyebut seharusnya secara berjenjang wali kota dapat berkoordinasi dengan Pemprov Kepri.

Gubernur Ansar pun telah menerima tembusan surat dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kepri yang menyarankan wali kota merespons keinginan publik agar jabatan calon wakil wali kota Tanjungpinang sisa masa jabatan 2018-2023 segera terisi.

Sanksi

Suhu politik dalam pengisian jabatan Wakil Wali Kota Tanjungpinang dalam beberapa pekan terakhir memanas. Kemendagri turun tangan setelah mengetahui persoalan itu tidak selesai di tangan Rahma.

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik melalui Surat Nomor : 132.21/1908/OTDA tertanggal 24 Maret 2021 menegaskan empat poin dalam pengisian calon Wawako Tanjungpinang.

Poin pertama dalam surat yang ditujukan kepada Gubernur Kepri yakni pemilihan Wakil Wali Kota berpedoman pada Pasal 176 ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016, dan mekanisme pemilihan Wakil Wali Kota berada di DPRD dan diusulkan oleh partai politik pengusung.

Poin kedua, mekanisme pemilihan Wakil Wali Kota Tanjungpinang diatur dalam tata tertib DPRD sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2016. Ketiga, pemilihan Wakil Wali Kota tidak perlu menunggu terbitnya peraturan pelaksana, karena hal tersebut sudah diatur dengan jelas oleh peraturan perundang-undangan (UU No 10 2016).

Keempat atau terakhir, Gubernur Kepulauan Riau diminta untuk melakukan pembinaan terhadap Wali Kota Tanjungpinang dan monitoring proses pengisian Wakil Wali Kota Tanjungpinang agar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.

Pakar hukum tata negara, Oksep Adhayanto menilai wajar Kemendagri meminta Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad membina Wali Kota Tanjungpinang Rahma terkait pengisian jabatan wakil wali kota.

"Wajar, agar pembinaan itu membuahkan hasil yang positif untuk pemerintahan. Ini 'kan proses agar dapat melaksanakan kepemimpinan di pemerintahan sesuai ketentuan yang berlaku," kata Oksep yang juga Dekan FISIP Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Terkait surat dari Kemendagri itu, Oksep menyayangkannya. Seandainya, Rahma melaksanakan tahapan-tahapan pengisian jabatan Wakil Wali Kota Tanjungpinang itu sesuai ketentuan, tidak memperlambatnya, maka Kemendagri tidak perlu menerbitkan surat tersebut.

"Ini peristiwa yang langka terjadi di Indonesia, khususnya dalam permasalahan pengisian jabatan tersebut," ucapnya.

Baca juga: Gubernur Kepri desak Wali Kota Tanjungpinang percepat adanya wawako

Sementara itu, pengamat politik, Bismar Arianto, mengatakan, surat itu semacam teguran atau sanksi dari Kemendagri kepada Wali Kota Tanjungpinang.

"Kalau surat Kemendagri sebelum itu, normatif, tapi sekarang naik statusnya menjadi seperti teguran. Poin keempat surat itu, meminta gubernur membina wali kota itu cukup keras," katanya.

Ia mengatakan surat tersebut menunjukkan bahwa Wali Kota Rahma tidak memahami tugas dan fungsinya sehingga harus dibina Gubernur Ansar Ahmad. Secara politik, tentu surat tersebut merugikan Rahma, karena muncul persepsi publik bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan tugas dalam pengisian jabatan Wakil Wali Kota Tanjungpinang, padahal partai pengusung yakni Gerindra sudah mengajukan Endang Abdullah dan Golkar mengajukan Ade Angga.

Tugas wali kota itu, menurut dia sederhana, hanya cukup meneruskan usulan partai pengusung. Namun yang terjadi justru muncul dinamika politik, yang seolah-olah dirinya berhak menilai.

"Ini 'kan persoalan administratif pilkada. Dalam aturannya, sudah jelas wali kota hanya memiliki tugas administratif yakni meneruskan usulan partai pengusung, tetapi yang terjadi justru muncul kesan wali kota menilai calon yang diusulkan. Kalau mau seperti itu, sebaiknya dari awal komunikasi dengan partai pengusung," katanya.

Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021