Pelaksanaan kebijakan lebih detailnya diatur secara teknis oleh masing-masing sektor
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah akan memperketat operasi pemeriksaan dokumen surat izin perjalanan untuk keperluan mendesak di masa mudik sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang sudah ditetapkan.

"Apabila tidak memenuhi persyaratan ini maka surat izin bepergian tidak akan diterbitkan," kata Juru Bicara (Jubir) Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, selama perjalanan pada periode 6-17 Mei 2021, ada pelaksanaan operasi skrining atau pemeriksaan dokumen surat izin perjalanan dan surat keterangan negatif COVID-19 oleh satuan TNI, Polri dan aparat pemerintah daerah.

Baca juga: Jubir pemerintah minta masyarakat patuhi kebijakan larangan mudik

Hal itu mengacu pada Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 12 Tahun 2021 untuk perjalanan domestik dan Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 8 Tahun 2021 untuk perjalanan internasional.

Operasi tersebut akan dilakukan di tempat-tempat strategis seperti pintu kedatangan atau pos kontrol di area-area peristirahatan, perbatasan kota besar, titik pengecekan, dan titik penyekatan daerah aglomerasi, yaitu satu kesatuan wilayah yang terdiri dari beberapa pusat kota atau kabupaten yang saling terhubung.

Wiku menuturkan perlu diperhatikan sebelum melakukan perjalanan bagi pihak yang dikecualikan, terdapat prasyaratan perjalanan yang harus dipenuhi yaitu surat izin dari pimpinan instansi pekerjaan di mana ia bekerja khusus untuk aparatur sipili negara (ASN), pegawai BUMN/BUMD, anggota TNI/Polri diberikan dari pejabat setingkat eselon II dengan tanda basah/elektronik yang dibubuhkan.

Baca juga: Jubir: Masyarakat yang dapat izin perjalanan harus karantina lima hari

Kemudian untuk pekerja sektor informal maupun masyarakat yang memiliki keperluan mendesak, perlu meminta surat izin perjalanan dari pihak desa/kelurahan sesuai domisili masing-masing.

Menurut Wiku, surat itu berlaku secara perseorangan, untuk satu kali perjalanan pergi/pulang, dan diwajibkan untuk masyarakat berusia sama dengan atau lebih dari 17 tahun ke atas. Selain keperluan tersebut di atas, tidak diizinkan untuk mudik.

Apabila ditemui pelaku perjalanan yang tidak memenuhi persyaratan perjalanan di antaranya dengan tujuan mudik, atau wisata antarwilayah maka petugas berhak memberhentikan perjalanan dan yang bersangkutan harus kembali ke tempat asal perjalanan.

Masyarakat yang memperoleh izin perjalanan juga harus melakukan karantina selama 5x24 jam setibanya di tempat tujuan.

Baca juga: Satgas sebut larangan mudik bukan keputusan mudah

Khusus untuk warga negara Indonesia (WNI) yang ingin pulang ke Indonesia (repatriasi), apabila tidak ada keperluan yang sangat mendesak diimbau untuk menunda sementara kepulangannya di periode itu dengan harapan dapat mencegah masuknya kasus COVID-19 dari luar negeri dengan varian mutasinya.

Pemerintah belajar dari pengalaman tahun 2020 dan berusaha merancang kebijakan dengan prinsip utama keselamatan dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, ditetapkan adanya larangan mobilitas mudik sementara yang berlaku pada periode 6-17 Mei 2021.

Wiku mengatakan larangan mudik dilakukan dalam rangka pengendalian COVID-19 pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah sudah dikoordinasikan terlebih dahulu.

Baca juga: Satgas COVID-19: Tren kasus harian turun bukan berarti testing rendah

"Pelaksanaan kebijakan lebih detailnya diatur secara teknis oleh masing-masing sektor seperti Kementerian Perhubungan, Polri dan Kementerian Agama," ujarnya.

Wiku menuturkan meski ditiadakan, tetap ada pengecualian untuk layanan distribusi logistik maupun keperluan mendesak seperti untuk bekerja atau perjalanan dinas, kunjungan sakit/duka, dan pelayanan ibu hamil dengan pendamping maksimal satu orang dan pelayanan ibu bersalin dengan pendamping maksimal dua orang.

Baca juga: Pemerintah jamin hak masyarakat beribadah di masa pandemi
 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021