Bayangkan kita masih impor tahi (kotoran ternak untuk pupuk kandang-red). Ternyata Bali masih impor dari Banyuwangi.
Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika menyayangkan Bali belum bisa memenuhi jumlah pasokan kotoran ternak untuk bahan baku pupuk kandang karena selama ini masih didatangkan dari Pulau Jawa.

"Bayangkan kita masih impor tahi (kotoran ternak untuk pupuk kandang-red). Ternyata Bali masih impor dari Banyuwangi," kata Pastika saat melakukan penyerapan aspirasi dengan Komunitas Petani Muda Keren secara virtual dari Denpasar, Sabtu.

Pastika mengaku sangat bangga dengan kiprah Komunitas Petani Muda Keren yang bisa hadir langsung mengaplikasikan ilmu-ilmu pertanian dan sekaligus sentuhan teknologi dan menyediakan aplikasi bagi para petani di sejumlah daerah di Kabupaten Buleleng, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para petani.

Baca juga: DPR: Generasi milenial jangan malu jadi petani

Menurut dia, untuk memecahkan kendala pertanian di Bali dibutuhkan mereka yang mampu membangun jaringan dan mengorkestrasi berbagai peluang dan tantangan sektor pertanian di lapangan.

Dari diskusi yang berlangsung hampir dua jam itu mengemuka persoalan kurangnya jumlah kotoran ternak yang bisa dihasilkan di Bali untuk digunakan Komunitas Petani Muda Keren untuk memupuk berbagai komoditas pertanian yang dikembangkan, seperti mangga, pisang, alpukat, buah naga dan buah-buahan lainnya.

"Jika impor tahi itu berhenti, apa yang bisa kita perbuat untuk penggantinya. Dulu saat saya menjabat Gubernur Bali, di Kantor Gubernur juga memiliki semacam pabrik pupuk kompos dengan mengumpulkan daun-daun di areal kantor yang berguguran, tetapi tetap juga harus dicampur dengan kotoran ternak," ucapnya.

Baca juga: Tiga strategi bisnis agar milenial jatuh hati menjadi pengusaha tani

Demikian pula dengan program Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) yang digagasnya dan telah terbentuk hingga 800 kelompok di sejumlah kabupaten/kota di Bali, saat itu diharapkan para petani tidak kesulitan lagi untuk memperoleh pupuk, bahkan bisa menjual pupuk yang dihasilkan.

Anggota Komite 2 DPD itu sangat berharap  kalangan perguruan tinggi bisa memantapkan sinergi dengan para praktisi pertanian, seperti halnya dengan Komunitas Petani Muda Keren untuk mencarikan solusi terhadap berbagai persoalan pertanian.

Sementara itu, Nengah Sumerta, perintis Komunitas Petani Muda Keren mengaku pihaknya rutin mendatangkan kotoran kambing dan ayam hingga satu truk (250 karung) seharga Rp15 juta dari Banyuwangi, Jawa Timur, karena keterbatasan jumlah pasokan kotoran ternak di Bali.

"Kami untuk tahi saja tidak mandiri, nggak usah ngomongin mandiri pangan dulu," seloroh mantan salah satu guru di SMAN Bali Mandara itu.

Nengah Sumerta mengapresiasi sebelumnya ada program Simantri yang digagas Mangku Pastika saat menjabat Gubernur Bali menjadi salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan kotoran ternak untuk pupuk bagi para petani di Pulau Dewata.

"Jika saat itu masih ribet dengan pemeliharaan sapi di kandang koloni, sebenarnya bisa disiasati dengan semacam kandang famili di masing-masing rumah," ucapnya.

Nengah Sumerta dalam kesempatan itu juga menguraikan sejumlah upaya yang telah dilakukan mendampingi para petani, di antaranya bersinergi dengan sejumlah pihak juga memfasilitasi pembiayaan dan perawatan sekitar 1.900 pohon mangga milik petani setempat yang masing-masing pohon dihargai senilai Rp450 ribu.

Nantinya petani juga tetap mendapatkan bagi hasil usaha. Petani juga diedukasi dalam penggunaan pupuk organik, memanen yang memang matang pohon hingga dibantu akses pemasarannya dengan memadukan penggunaan aplikasi.

Selain itu, dengan menggandeng generasi muda dan pelajar, komunitas ini kerap melakukan survei terkait jumlah tanaman komoditas pangan di masing-masing desa, hingga menyiapkan estimasi hasil panen, yang nanti juga difasilitasi akses pasar.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021