Masyarakat dan organisasi, seperti LSM, ormas, dan NGO harus lebih aktif mendorong isu-isu yang menyuarakan kepentingan perempuan.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Sekarwati menyampaikan keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga legislatif perlu terus ditambah agar banyak produk undang-undang dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan kaum hawa.

Menurut dia, hasil Pemilihan Umum 2019 menunjukkan kurangnya keterwakilan perempuan di badan-badan legislatif, terutama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia karena persentasenya masih di bawah 30 persen dari total jumlah anggota DPR RI.

"Belum sesuai dengan harapan mencapai 30 persen," kata Sekarwati saat sesi diskusi virtual bertajuk "Peran Perempuan dalam Perubahan Sosial" yang diadakan oleh LP3ES, sebagaimana diikuti di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Jalan panjang mewujudkan keterwakilan perempuan di parlemen

Hasil pemilihan umum pada masa jabatan 2019—2024 menunjukkan jumlah anggota legislatif perempuan sebanyak 118 orang, sedangkan laki-laki 457 orang.

"Artinya, persentase jumlah anggota legislatif perempuan masih 20,5 persen, kata Sekarwati.

Terkait dengan itu, dia menjelaskan bahwa tingkat keterwakilan sebanyak 30 persen merupakan angka minimal bagi perempuan agar dapat memperjuangkan kepentingan-kepentingannya di badan-badan legislatif, khususnya dalam pemungutan suara (voting) untuk pengambilan keputusan.

"Voting itu setidaknya kami butuh minimal 30 persen supaya dianggap memengaruhi hasil rapat. Sering kali jumlahnya tidak ada 30 persen," kata Sekarwati, yang saat ini aktif menjadi akademisi sekaligus staf ahli Fraksi Partai Golkar DPR RI.

Menurut dia, makin banyak perempuan di badan-badan legislatif, makin banyak pembahasan kebijakan publik dan undang-undang yang peka terhadap masalah perempuan.

Tidak hanya itu, penyusunan anggaran juga akan lebih responsif terhadap program-program yang bertujuan mengatasi masalah kelompok perempuan jika keterwakilan politikus perempuan di parlemen memadai.

Baca juga: Pemerintah tingkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan putusan

Sekarwati mencontohkan pengesahan Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU KDRT) yang menurut dia dapat terwujud berkat peran para politikus perempuan.

Pasalnya, sebagian besar korban KDRT adalah perempuan dan anak-anak.

"KDRT sebelumnya dianggap biasa, itu dianggap urusan domestik dan personal. Namun, urusan domestik itu ternyata dapat menyebabkan cedera dan kematian. Tentu itu bukan persoalan personal," kata Sekarwati.

Penambahan jumlah perempuan di parlemen dapat dilakukan, menurut dia, salah satunya jika ada peningkatan kesadaran dan pemahaman mengenai pentingnya pengarusutamaan gender di kalangan elite partai politik, pemerintah, dan birokrat.

Pasalnya, pola pikir yang kerap masih merendahkan perempuan (patriarkis) di kalangan elite politik serta pemerintah merupakan penghambat utama politikus-politikus perempuan maju mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Baca juga: Titi: Perlu RUU Pemilu untuk penguatan keterwakilan perempuan

Di samping peningkatan kesadaran, kebijakan yang pro terhadap kesetaraan wajib diperbanyak.

Masyarakat dan organisasi, seperti LSM, ormas, dan NGO harus lebih aktif mendorong isu-isu yang menyuarakan kepentingan perempuan, demikian beberapa usulan yang disampaikan oleh Sekarwati dalam forum diskusi.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021