sistem K3 nasional harus memiliki cara-cara untuk melacak infeksi penyakit yang terjadi karena pekerjaan
Jakarta (ANTARA) - Direktur Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ ILO) untuk Indonesia dan Timor Leste Michiko Miyamoto mengatakan krisis  pandemi COVID-19 seharusnya menjadi peluang sekaligus tantangan untuk menguatkan sistem kesehatan dan keselamatan kerja (K3) menjadi lebih tangguh.

Michiko mengatakan penguatan sistem dan layanan K3 itu tidak hanya mampu merespons ancaman yang terlihat dari krisis pandemi COVID-19, tapi merupakan strategi untuk menguatkan sistem K3 nasional yang tangguh menghadapi krisis lain yang serupa di masa mendatang.

Baca juga: Sidang UUCK, polisi kerahkan ratusan personel

"Kita bisa mengatasi dengan cara belajar dari semua pelajaran yang kita dapatkan dari tempat kerja yang ada saat ini. Dan juga sistematis ini juga penting sebagaimana yang ada dalam Konvensi ILO Nomor 187 terkait dengan Kerangka Promosi K3 yang sudah diratifikasi Indonesia," ujar Michiko saat membuka diskusi mengenai Omnibus Law, Pandemi, dan Potret K3 di Indonesia secara daring di Jakarta, Selasa.
 

Pekerja dengan mengenakan alat pelindung diri (APD) sesuai prosedur kesehatan dan keselamatan kerja (K3) menyelesaikan pembangunan proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta, Senin (22/3/2021). Menurut PT Jakarta Propertindo (Jakpro), pembangunan tahap I revitalisasi kawasan TIM mencapai 75 persen dengan progres pembangunan 87 minggu, sementara tahap II masih 1 persen dengan tahap pengerjaan enam minggu. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat.

Sementara itu, pejabat spesialis K3 (Occupational Health and Safety Specialist) ILO Yuka Ujita mengatakan bahwa data infeksi COVID-19 yang terjadi di lingkungan kerja sangat sulit dibedakan dengan data infeksi yang terjadi karena pekerjaan.

Baca juga: Tuntut pembayaran upah puluhan massa berorasi depan PLN Batubara

"Jadi bagaimanakah kita membedakan (infeksi) ini adalah karena pekerjaan dan itu karena gaya hidup dalam bekerja," ujar Yuka.

Ia mengatakan berbagai negara sudah jelas bahwa gaya hidup itu berpengaruh terhadap tingkat infeksi di masyarakat, sebab pada dasarnya pandemi COVID-19 ini adalah permasalahan kesehatan di masyarakat.

Walaupun, belum ada statistik yang menunjukkan bahwa ada pekerjaan yang bisa menimbulkan infeksi COVID-19 maupun infeksi kesehatan lain seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria, dan lain-lain.

Baca juga: Petugas gabungan kawal aksi buruh di Kemenakertrans

Ia pun membandingkan antara kasus infeksi COVID-19 pada tenaga kesehatan yang sangat jelas sekali karena mereka menghadapi, merawat, dan bekerja untuk pasien atau orang-orang yang mengalami infeksi.

"Kalau itu (tenaga kesehatan) sangat nyata sekali," kata Yuka.

Poin utama yang ingin disampaikan Yuka adalah bahwa sistem K3 nasional harus memiliki cara-cara untuk melacak infeksi penyakit yang terjadi karena pekerjaan, bukan infeksi yang terjadi akibat gaya hidup saat bekerja.

Contohnya Jepang, mereka mempunyai kerja sama yang sangat baik antara pengusaha dengan pekerja sejak awal pandemi pada Maret 2020.

"Mereka sudah mempunyai ruang kerja yang sama untuk mempublikasikan (infeksi yang terjadi) itu secara bersama-sama," kata Yuka.

Begitu pula Australia, yang disebut memiliki Komite Khusus untuk Hubungan Industrial.

Selain itu, menurut Yuka, Myanmar juga memiliki pengawasan protokol kesehatan di tempat kerja yang baik sekali.

"Mereka (Myanmar) punya pengawasan protokol kesehatan yang sangat baik untuk inspeksi atau Inspektur Tenaga Kerja," kata Yuka.

Menurut Yuka, setiap negara selalu memiliki elemen yang baik untuk ditiru dalam melakukan penanganan infeksi COVID-19 di lingkup pekerjaan.

"Sangat sulit untuk menilai siapa negara yang paling baik, tapi anda bisa mengambil bagian-bagian yang sudah sangat baik tadi. Dan kami (ILO) siap membantu anda untuk menentukan pilihan," kata Yuka pula.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021