Jakarta (ANTARA) - Salah satu dari beberapa gejala pasca COVID-19 yang dialami oleh para penyintas adalah Postural Orthostatic Tachycardia Syndrome (POTS). POTS sendiri bukanlah hal baru yang muncul akibat COVID-19. Kondisi ini seringkali terjadi pada penyintas COVID-19 yang tiba-tiba bangun dari posisinya yang sedang berbaring.

Menurut artikel yang dirilis oleh Johns Hopkins Medicine berjudul “COVID-19 and POTS”, POTS merupakan kondisi atau gejala tersebut dapat menyebabkan tubuh berfungsi tanpa disengaja dan tanpa dikendalikan oleh sistem saraf, seperti pada detak jantung dan tekanan darah.

"POTS merupakan kelainan atau keadaan otonom pada sistem saraf. Biasa disebut dysautonomia, ini adalah kondisi di mana keadaan tubuh tidak bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan posisi," kata Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah RS MMC Jakarta, dr. Puti Sarah Saus, Sp.JP-K, melalui keterangannya, Jumat.

Baca juga: Terapi cuci hidung penting untuk perkuat kesehatan di tengah pandemi

Baca juga: Penyintas COVID-19 boleh divaksin setelah isolasi 10 hari? Ini faktanya


"Jadi ketika ada perubahan posisi dari tenang atau duduk menjadi berdiri, penderita POTS akan merasakan dada berdebar-debar. Karena denyut nadi meningkat lebih dari 30 kali per menit dari normalnya," ujarnya menambahkan.

Lebih lanjut, dr. Puti menambahkan bahwa keluhan lain yang bisa juga muncul seperti rasa limbung, pandangan kabur, tubuh terasa lemas, hingga hampir pingsan.

"Namun, seseorang yang dapat dikatakan memiliki gejala POTS adalah ketika mereka tidak memiliki kelainan lain seperti kekurangan cairan, anemia, atau mengalami demam,” kata dr. Puti.

POTS bisa terjadi karena dua hal, yakni gangguan saraf simpatis yang berfungsi mengatur tekanan darah yang bisa tinggi atau rendah dan nadi yang bisa cepat atau lambat, serta gangguan volume darah di dalam tubuh.

"Penyintas COVID-19 rentan mengalami gejala POTS karena COVID-19 bisa merusak organ di dalam tubuh. Reaksi antibodi dan antigen yang dikeluarkan tubuh untuk menangkal COVID-19 dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf. Itulah yang akan menimbulkan gangguan pada penderita POTS sehingga penyintas COVID-19 dengan gangguan sistem saraf simpatis bisa mengalami POTS," kata dr. Puti.

Jika penyintas COVID-19 mengalami POTS yang berasal dari gangguan sistem saraf dan volume cairan yang kurang, maka ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, di antaranya melakukan terapi cairan.

Ini adalah terapi awal di mana pasien akan dipenuhi dahulu cairannya yang kurang. Misalnya diberi minum air minimal dua liter sehari dan juga asupan garam atau sodium untuk meningkatkan volume cairan tubuh.

Kemudian lakukan olahraga yang tepat. Tidak sembarang olahraga bisa dilakukan karena keluhan yang akan dirasakan oleh pasien POTS ini. Beberapa olahraga yang bisa dilakukan bisa seperti Recumbent cycling dan berenang.

Recumbent cycling paling dimungkinkan karena bersepeda dengan posisi kepala cukup rendah sehingga membuat penyintas COVID-19 tidak merasa pusing. Namun, aktivitas olahraga ini perlu dikonsultasikan lebih dulu kepada dokter ahlinya, yang biasanya berasal dari Tim Kedokteran Rehabilitasi Medik (Fisioterapi) atau Tim Kedokteran Olahraga.

"Dan hal yang terpenting berikutnya yaitu berkonsultasi dengan dokter spesialis jantung dan spesialis saraf. Pada pasien POTS dengan gejala lebih berat diperlukan peran kombinasi dua dokter spesialis tersebut. Dokter spesialis jantung bisa memberikan terapi tambahan seperti beta-blocker untuk menurunkan nadi yang cepat. Dan dokter spesialis saraf untuk membantu pemulihan pada saraf yang mengalami gangguan," ujar dr. Puti.

Baca juga: Dokter bilang "long" COVID bukan COVID-19 yang masih terjadi

Baca juga: Dokter: Kelelahan kronik salah satu gejala "Long COVID"

Baca juga: Hampir 300 sindrom langka terkait COVID-19 pada anak ditemukan di AS

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021