Pekanbaru (ANTARA) - Ada 15 kasus kematian dalam sehari di wilayah Riau akibat COVID-19 pada Sabtu (1/5), dan itu adalah angka tertinggi kasus meninggal harian di daerah ini selama wabah itu melanda sejak awal Maret 2020.

Sementara jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 pada April juga merupakan angka tertinggi selama 14 bulan virus ini bergentayangan di Bumi Melayu ini dengan jumlah 14.000 kasus.

"Apakah Riau bisa seperti India? Bisa saja, kalau tak ada lagi yang patuh pada protokol kesehatan," ucap Juru Bicara Satgas COVID-19 Riau dr Indra Yovi dalam konferensi pers di Posko Penanganan COVID-19 Riau di Pekanbaru, Riau, Sabtu (1/5).

Indra Yovi terpaksa harus mengungkap kengerian kasus itu mengingat jumlahnya yang semakin mengkhawatirkan agar masyarakat mengetahui bahwa virus ini benar-benar nyata dan harus dilawan dengan menegakkan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Satgas Penanganan COVID-19 Riau mencatat angka penyebaran penularan COVID-19 di wilayahnya sepanjang April 2021 merupakan kasus bulanan terburuk sepanjang wabah ini menerpa provinsi ini sejak awal 2020 lalu.

"Sekarang sudah 14 bulan kita melawan wabah ini sejak adanya kasus terkonfirmasi pertama (pada Maret 2020). Saat ini merupakan kondisi terburuk selama wabah ini melanda," kata Indra Yovi.

Sesuai data, kasus penyebaran COVID-19 di Riau juga pernah menanjak naik pada Oktober 2020 hingga mencapai 7.000 kasus. Namun, rekor itu terpecahkan pada April 2021 yang tercatat hingga 14.000 kasus atau naik 100 persen.

"Ini adalah angka yang mengkhawatirkan, kami harus sampaikan secara terbuka kepada masyarakat kondisi yang sebenarnya terjadi saat ini," tutur Indra Yovi.

Dari data tersebut, sekitar 70 persen dari kasus penyebaran COVID-19 terjadi pada warga berusia 18-40 tahun.

"Semuanya orang-orang muda dan produktif, mereka yang biasanya nongkrong, pergi, dan melakukan aktivitas seperti biasa," ujarnya.

Sedangkan sekitar 80 persen dari 110.000 orang yang meninggal dunia adalah mereka yang terpapar COVID-19 pada usia 50 tahun ke atas.

"Dari data ini didapati bahwa orang-orang muda lah yang menyebarkan virus ke orang tua hingga mereka meninggal. Hari ini (Sabtu, 1/5), ada 15 orang di Riau yang meninggal dunia akibat COVID-19," kata dr Indra.

Kondisi di Riau saat ini sudah selayaknya menjadi pengingat bersama bahwa wabah ini bukan hal yang remeh dan diremehkan.

COVID-19 tak mengenal siapa saja yang akan diserangnya mulai dari para penganggur hingga Gubernur, mulai rakyat hingga pejabat, bahkan para perawat pun bisa terpapar COVID-19 hingga akhirnya wafat.

Dalam sepekan terakhir ada dua pejabat publik di Riau yang meninggal dunia akibat virus mematikan yakni Ketua KONI Provinsi Riau Emrizal Pakis dan Wakil Wali Kota Dumai Amris.

Gubernur Riau Syamsuar bersama isterinya juga pernah terpapar COVID-19, namun bisa melewatinya dengan waktu cukup lama mengingat usianya yang tergolong uzur.

Sampai kapan wabah COVID-19 ini berakhir? Jawabannya, jika terus disiplin menerapkan protokol kesehatan, Insyaallah akan berakhir.

Baca juga: Satgas: COVID-19 pada April jadi kasus bulanan terburuk di Riau

Bubarkan kerumunan

Hal yang mungkin tak disadari masyarakat adalah COVID-19 bisa muncul dari sebuah kerumunan, entah itu di rumah makan, tempat hiburan, sebuah hajatan atau bahkan antrean proses vaksinasi itu sendiri.

Banyak gerombolan anak muda berkerumun sambil makan atau minum di sebuah kafe. Setelah pulang, tanpa disadari mereka menularkan virus ke penghuni rumah yang lebih tua dan tentu saja sangat rentan terpapar virus.

Proses vaksinasi massal yang telah berlangsung sekitar dua bulan terakhir dianggap telah melenyapkan virus itu. Sekolah mulai buka, bioskop mulai beroperasi, jaga jarak mulai diabaikan.

Di situlah awal bencana mulai muncul lagi. Terbukti tingginya kasus COVID-19 di bulan April ini di Riau.

Menyikapi itu, Kepala Polda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi telah menurunkan sebanyak 661 personel di seluruh provinsi ini untuk membubarkan kerumunan yang tidak jelas manfaatnya di tengah tingginya wabah COVID-19.

"Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, kita mencermati kerumunan yang berpotensi menjadi kluster penyebaran COVID-19. Oleh karena itu, kita siap untuk membubarkan kerumunan yang bisa membahayakan keselamatan jiwa warga karena adanya pandemi COVID-19," katanya.

Menurutnya, berbagai kerumunan masyarakat berpotensi menularkan virus sehingga akan dibubarkan petugas jika memang tidak jelas manfaatnya. Shalat Tarawih dan Shalat Idul Fitri pun diimbau dilaksanakan di rumah masing-masing.

Petugas sebenarnya juga tidak melarang orang untuk berjualan karena hal itu adalah urat nadi perekonomian rakyat. Namun, aparat meminta pengunjung untuk tidak duduk-duduk ngobrol atau kongkow di lokasi jualan yang bisa menyebabkan kerumunan.

Aktifitas yang terjadi di pasar pasar tradisional tetap diizinkan karena aktifitas pasar berbeda dengan rumah makan atau kafe. Di pasar tradisional masyarakat berbelanja dan pulang, bukan duduk duduk yang mengundang kerumunan. 

Dia minta dengan tegas agar setiap pengurus dan pengelola pasar tradisional harus mematuhi protokol kesehatan.

Saat ini kasus penyebaran COVID-19 menunjukkan grafik yang meninggi di Provinsi Riau, dan hal itu menjadi perhatian tim Satgas untuk segera diatasi.

"Angka (tinggi) ini menjadi sandaran hukum bagi kita untuk menyelamatkan masyarakat dengan melakukan pembubaran kerumunan warga. Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Sehingga wajib hukumnya bagi institusi Polri untuk menjaga agar seluruh warga jangan lagi terkena wabah, apalagi beberapa wilayah berada pada kategori zona merah," ucapnya.

Memang terbilang ekstrim, jika sebaran COVID-19 di Provinsi Riau disamakan dengan India. Hingga 2 Mei 2021, Provinsi Riau dengan jumlah kasus 44.654 (2,7 persen) berada di peringkat enam secara nasional dan nomor satu di Pulau Sumatera, sementara Pekanbaru menjadi kota terbanyak paparan virus berbahaya tersebut.

Provinsi Riau yang berada di tengah-tengah Pulau Sumatera, dinilai daerah yang subur untuk perkembangan virus asal Wuhan, Tiongkok, itu. Pulau Sumatera banyak dilalui beragam orang baik itu dari wilayah utara seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Sementara dari wilayah lainnya banyak pendatang dari Kepulauan Riau, Jambi atau Palembang. Semua itu menjadikan Riau sebagai daerah berisiko tinggi penyebaran COVID-19.

Sampai kapan masyarakat sadar akan pentingnya menerapkan protokol kesehatan? Apakah banyaknya kasus kematian tidak membuat masyarakat sadar, atau setelah terpapar justru baru sadar.

Polisi atau aparat pemerintah hanyalah alat untuk membuat warga sadar terhadap bahaya COVID-19. Tapi kesadaran hakiki itu sebenarnya berasal dari hati sanubari setiap insani, termasuk Anda.

Sebelum tercipta kekebalan kelompok (herd immunity), mari ciptakan kesadaran kelompok.*

Baca juga: Zona merah COVID-19 di Riau terus bertambah

Baca juga: Polda Riau dirikan empat pos penyekatan di perbatasan

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021