Jakarta (ANTARA) - Eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menyebut delapan orang hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) telah membohongi mata hati dan mata secara fisik terkait putusan revisi Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019.

"Kalau hanya percaya pada daftar absensi hadir yang disusulkan kemudian, sedangkan kebenaran materiilnya kita menyampaikan rekaman yang diambil dari berita yang meliput, akan kelihatan memenuhi kuorum atau tidak," kata dia pada diskusi bertajuk menyibak putusan MK dalam pengujian formil dan materiil revisi UU KPK secara virtual di Jakarta, Kamis.

Bahkan, saat pembahasan revisi UU KPK yang tidak memenuhi kuorum tersebut juga disiarkan oleh stasiun televisi secara langsung. Seharusnya, majelis hakim bisa melihat apakah rapat di DPR sudah memenuhi kuorum atau tidak.

Menurut dia, perkara kuorum terpenuhi atau tidak dalam menentukan sebuah produk hukum atau kebijakan yang menyangkut kemaslahan umat merupakan hal penting.

Baca juga: Laode Syarif kecewa putusan MK uji formil Undang-Undang KPK

Atas argumentasi itu Laode kemudian menilai delapan orang hakim MK telah membohongi mata hati dan mata secara fisik karena hanya berpijak pada bukti abesensi hadir saja.

"Saya yakin beliau-beliau itu melihat dan membohongi mata hatinya," ujar dia.

Ditolaknya uji formil UU KPK nomor 19 tahun 2019 yang ajukan oleh 14 orang pemohon tersebut dinilainya karena alasan-alasan yang dibuat-buat saja.

Ke depan, sebagai anak kandung reformasi dan bertugas menjaga marwah hukum di Tanah Air, MK diharapkan bisa baik lagi.

Baca juga: Anggota DPR: KPK harus pastikan penyadapan-geledah tidak langgar HAM

"MK harus betul-betul mensucikan dirinya dari unsur-unsur yang berpotensi membuat noda hitam kesejarahan Mahkamah Konstitusi," ujar lulusan Universitas Sydney tersebut.

Kendati kecewa atas putusan MK, Laode mengaku sedikit terhibur dengan sikap dan tindakan majelis hakim Wahiduddin Adams yang berbeda pendapat dengan delapan hakim MK lainnya.

Ia menilai majelis hakim Wahiduddin Adams masih mau mendengar dan menimbang-menimbang kebenaran suatu bukti yang ada di persidangan.

"Beliau adalah contoh hakim yang impartial," kata dia.

Baca juga: Dewas harap kinerja penindakan KPK lebih baik pascaputusan MK

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021