Jakarta (ANTARA) - Media sosial (medsos) merupakan sarana yang subur bagi penyebaran radikalisme, intoleransansi, dan terorisme di Indonesia, kata Analis Utama Intelijen Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri Brigjen Pol Ibnu Suhaendra.

Medsos dapat mengubah karakter seseorang dalam waktu singkat, kata Ibnu dalam Diskusi Kebangsaan Bertajuk "Peranan Medsos dalam Mengarusu​​​tamakan Pancasila", di Jakarta Selatan, Jumat.

"Kami kerap merasa khawatir dengan medsos yang sering dimanfaatkan untuk penyebaran radikalisme, intoleransi, dan terorisme," kata Ibnu dihadapan peserta dialog.

Menurut dia, seseorang dengan mudah menemukan ajaran-ajaran tentang panduan bom bunuh diri atau mati syahid serta ajaran radikal lain di medsos.

Baca juga: BPIP ajak masyarakat semarakkan Bulan Pancasila

Ibnu mengatakan di Indonesia ada satu keluarga yang rela untuk jadi pelaku bom bunuh diri karena mengikuti kajian-kajian di medsos, seperti yang terjadi di Surabaya dan Makassar.

Hal senada disampaikan Budayawan yang juga sebagai Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susatyo yang mengaku prihatin dengan kondisi penggunaan medsos di Tanah Air.

Menurut Romo Benny, tantangan individu masyarakat Indonesia saat ini adalah menjaga martabat bangsa dengan menjaga Pancasila di ranah medsos.

"Kalau menjalankan Pancasila berarti kita menjalankan agama yang benar. Kita harus menjadikan medsos sarana membangun," kata Romo Benny.

Romo Benny menyayangkan saat ini, medsos sering menjadi sarana penghancuran toleransi bangsa. Salah satu upaya melawannya adalah menjadikan medsos  sarana menebarkan kebaikan.

Baca juga: BPIP Didukung Kemendagri untuk Peringatan Harlah Pancasila Serentak 34 Provinsi

Romo menambahkan pentingnya mengarusutamakan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional karena ini menjadi kebutuhan dasar bagi anak-anak bangsa merajut keindonesiaan.

Pengamat Politik Sebastian Salang menyebutkan perlu ada sinergitas untuk membangun ruang publik terhadap toleransi dan Pancasila di medsos.

Di Indonesia, kata dia, medsos sudah jadi alat pembelah bangsa. Ini berdasarkan analisis data perilaku pengguna medsos. Perkembangan teknologi informasi (IT) tidak hanya memberi efek positif, tapi memberi efek negatif luar biasa.

"Revolusi IT luar biasa seperti berjalan dengan kecepatan cahaya sehingga perilaku kita berubah. Kalau tidak siap mengadaptasi diri repot," ujarnya.

Sebastian menambahkan berbicara Pancasila, medsos punya potensi untuk dikembangkan, tapi harus membangun sinergi menggunakan medsos untuk merebut ruang publik mengembangkan nilai-nilai Pancasila.

Baca juga: BPIP: Konten Positif Redam Ujaran Kebencian

Sementara itu mantan Pemimpin Redaksi Kompas, Rikard Bagun mengatakan saat ini Indonesia sedang menghadapi dua perang, yakni perang nyata dan perang dunia maya.

Menurut Rikard, fungsi media awalnya untuk menyatukan, tapi sekarang malah jadi sarana pemecah belah. Medsos jadi penyebar hoaks yang paling hebat. Tidak ada kekuatan yang bisa menghambat medsos.

"Medsos menimbulkan budaya radikal. Kita harus memperkuat narasi soal Pancasila harus terus dinarasikan terus menerus," kata Rikard.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021