Wellington (ANTARA) - Australia dan Selandia Baru menyatakan keprihatinan mendalam atas perkembangan di Hong Kong dan situasi hak asasi manusia di Provinsi Xinjiang di China.

Dalam pertemuan tatap muka pertama antara kepala kedua negara dalam lebih dari 15 bulan, Australia dan Selandia Baru menunjukkan sikap persatuan terhadap China.

Perjalanan bebas karantina antara Australia dan Selandia Baru sudah dimulai pada April setelah kedua negara mengendalikan penyebaran COVID-19 hingga memungkinkan Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengunjungi Selandia Baru.

Pembicaraan difokuskan antara lain pada China. Australia saat ini berselisih dengan Beijing sementara Selandia Baru telah memperkuat hubungan ekonomi dengan China.

China dan Selandia Baru tahun ini meningkatkan perjanjian perdagangan bebas di antara mereka.

Pendekatan Selandia Baru ke China telah menimbulkan anggapan dari kalangan komentator politik dan media bahwa Wellington mungkin tidak mengambil sikap yang cukup kuat tentang masalah hak asasi manusia China.

Perdana Menteri Jacinda Ardern menolak tudingan itu. Ia mengatakan Selandia Baru dan Australia memiliki posisi yang sama dalam masalah perdagangan dan hak asasi manusia.

"Anda akan melihat Australia dan Selandia Baru secara luas memiliki posisi yang sama dalam masalah ini secara konsisten, jadi saya benar-benar menolak setiap anggapan bahwa kami tidak mengambil sikap yang kuat pada masalah yang sangat penting ini," kata Ardern dalam sebuah konferensi pers bersama usai pertemuan.

Morrison mendukung Ardern, dengan mengatakan Australia dan Selandia Baru adalah negara perdagangan, tetapi tidak akan pernah memperdagangkan kedaulatannya.

"Saya pikir sebagai mitra yang hebat, teman, sekutu, dan keluarga, akan ada orang-orang yang jauh dari sini yang akan berusaha memecah belah kita dan mereka tidak akan berhasil," kata dia.

Dalam pernyataan bersama, kedua perdana menteri menyatakan keprihatinan mendalam atas perkembangan di Hong Kong dan situasi hak asasi manusia di Provinsi Xinjiang di China. Mereka meminta Beijing untuk menghormati hak asasi warga Uighur dan minoritas Muslim.

Ardern dan Morrison juga mendesak China memberikan akses tak terbatas bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan para pengamat independen lainnya untuk mengunjungi provinsi tersebut.

Aktivis dan pakar hak asasi PBB mengatakan sedikitnya satu juta warga Muslim telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang. Para aktivis dan beberapa politikus Barat menuduh China melakukan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi.

China awalnya membantah ada kamp penahanan, tetapi kemudian mengatakan bahwa tempat tersebut adalah pusat kejuruan yang dirancang untuk memerangi ekstremisme. Pada akhir 2019, China mengatakan semua orang di kamp telah lulus.

Di Hong Kong, Beijing telah melancarkan tekanan terhadap protes politik serta menerapkan undang-undang keamanan baru pada 2020 yang mengkriminalisasi tindakan yang dianggapnya sebagai subversi, pemisahan diri, terorisme, atau kolusi dengan pihak asing.

Hubungan Australia dengan China memburuk sejak Australia menyuarakan dukungan untuk penyelidikan independen tentang asal-usul pandemi COVID-19.

China dalam beberapa bulan terakhir bergerak untuk membatasi impor produk Australia seperti jelai, anggur, dan daging sapi. Sementara itu, Organisasi Perdagangan Dunia mengatakan pekan lalu akan membentuk panel penyelesaian sengketa untuk menengahi perselisihan soal jelai.

Menjelang kunjungan Morrison, Selandia Baru mengatakan akan mendukung Canberra dalam pertengkaran tersebut.


Sumber: Reuters

Baca juga: Selandia Baru: Perbedaan dengan China makin sulit untuk diselaraskan

Baca juga: Selandia Baru tetapkan rencana untuk terhubung kembali pascapandemi


 

Cara China meredam ekstremisme

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021