Kopi Manggarai, khususnya Colol yang memiliki narasi yang kuat, dan citarasa yang sudah mendunia, akan kita dorong dari sektor pariwisata..
Kupang (ANTARA) - Pulau Flores di Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak hanya dikenal sebagai daerah tujuan wisata dunia dengan destinasi unggulan Taman Nasional Komodo, namun juga merupakan pulau penghasil kopi berkualitas terbaik yang pernah ada di dunia.

Di balik keindahan alam pegunungan yang membentang dari Kabupaten Flores Timur hingga Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores tersimpan komoditi Kopi Flores, cikal bakal kopi Arabika Flores dan Robusta Flores yang semakin digandrungi berbagai kalangan masyarakat.

Wilayah sentra penghasil Kopi Flores sendiri menyebar di tiga kabupaten yaitu Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat.

Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) menyebutkan data pada 2019 menunjukkan luas lahan kopi di Kabupaten Manggarai Timur mencapai 12.716 hektare dengan total produksi hingga 2.571 ton.

Sedang di Kabupaten Manggarai memiliki luas lahan 7.460 Ha dengan produksi mencapai 2.561 ton, serta Kabupaten Manggarai Barat dengan luas lahan mencapai 7.347 ha dengan total produksi 1.278 ton.

Meskipun memiliki jumlah produksi yang sangat tinggi, tingkat pendapatan ekonomi para petani kopi masih jauh berada di bawah garis kemakmuran, kata Sekretaris MPIG Boni Romas.

Pada kenyataannya, nasib para petani kopi di tiga wilayah yang bisa dikenal dengan sebutan Manggarai Raya ini tak seharum nama Kopi Flores yang telah mendunia.

Boni Romas menyebutkan ada dua penyebab utama yang teridentifikasi yaitu keberadaan para tengkulak yang membeli kopi dengan harga sangat murah dan kualitas sumber daya manusia petani kopi yang masih rendah sehingga daya saing produk kopi dari daerah lain lebih unggul di pasaran.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka dicemaskan tidak ada lagi masyarakat yang mau menjadi petani kopi di kawasan Manggarai Raya.
Baca juga: Manggarai Timur ekspor 36 ton kopi robusta ke Belanda

Perlindungan

Berangkat dari kondisi ini, MPIG dibentuk dan berusaha mewadahi para petani kopi yang ada di kawasan Manggarai Raya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi agar mampu menghasilkan komoditas kopi berkualitas, berdaya saing dan mampu memberikan nilai ekonomi yang baik untuk para petani kopi.

MPIG mengembangkan dan memperjuangkan agar Kopi Arabika Flores Manggarai dan Kopi Robusta Flores Manggarai semakin dikenal dan digemari oleh masyarakat luas, baik dalam maupun luar negeri.

Sebagaimana visi utama MPIG yakni terwujudnya kesejahteraan petani dan masyarakat melalui pengelolaan Kopi Arabika Flores Manggarai yang bermutu, berdaya saing, handal, diminati dunia secara berkelanjutan.

Boni menjelaskan salah satu bentuk perlindungan untuk tanaman kopi adalah Sertifikat Indikasi Geografis sehingga sudah pasti dapat meningkatkan daya saing produk.

Saat ini, MPIG sebagai wadah pemangku kepentingan kopi di Manggarai Raya telah berhasil mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis Kopi Arabika Flores Manggarai (KAFM) dari pemerintah.

Pada saat bersamaan sedang diajukan usulan proses sertifikasi yang sama bagi Kopi Robusta Flores Manggarai.

Untuk mendapatkan sertifikasi indikasi geografis ini, baik Kopi Arabika maupun Robusta Flores akan diolah menjadi kopi unggulan dengan mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan oleh sebuah lembaga khusus.

Harus ada kelompok tani yang melakukan semua itu sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh lembaga khusus. Dalam SOP ini mengatur dengan jelas tata cara proses pengolahan kopi hingga menghasilkan kopi dengan cita rasa yang tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi pula.

Proses tersebut mulai dari cara petik, rambang, jemur, tumbuk hingga menghasilkan biji green bean dengan kadar air 12 persen-12,5 persen.

MPIG sendiri saat ini memiliki 42 anggota kelompok tani yang tersebar di wilayah Manggarai Raya yakni Manggarai Timur memiliki 20 kelompok tani, Manggarai terdapat 20 kelompok Tani dan 2 kelompok tani di Manggarai Barat.

Semua upaya ini merupakan bentuk kepedulian yang sama serta kesadaran akan usia komoditi kopi sudah semakin tua, termasuk juga usia petani yang juga semakin tua diperparah dengan rendahnya niat untuk menanam kopi.

"Sejak dahulu petani kopi kondisi ekonominya begitu-begitu saja. Yang untung penjual kopi. Usaha kita ini bagaimana kopi bisa memberi nilai dan ada keadilan dalam distribusi nilai. Keuntungan harus merata," katanya.
Baca juga: Indonesia pamerkan kopi dan topi NTT di WEC

Agrowisata

Persoalan mendasar yang mengekang kehidupan petani kopi akibat praktik para tengkulak juga disoroti Ketua Asosiasi Petani Kopi Jahe Manggarai (Apekam) Petrus Salestinus.

Kualitas kopi dan jahe yang dihasilkan petani, kata dia sangat baik namun produksi mereka belum mampu memberi kesejahteraan bagi keluarga, karena selalu dibayangi para rentenir yang membeli kopi dengan harga sangat murah.

Oleh karena itu, Apekam berupaya meningkatkan kesejahteraan para petaninya dengan menyiapkan pengembangan agrowisata kopi organik di Kabupaten Manggarai.

Apekam juga melatih para petani guna mendorong lahan kopi dan jahe dijadikan agrowisata baru yang lebih menguntungkan bagi mereka.

Program agrowisata ini juga didukung pihak Gereja setempat karena sejalan dengan program Pastoral Keuskupan Ruteng Kabupaten Manggarai dalam bidang sosial ekonomi umat.

"Kami bersama Apekam berupaya berbagi pengetahuan tentang bagaimana mengolah kopi itu sendiri secara baik ketika panen maupun pasca panen untuk menghasilkan kopi yang berkualitas sesuai standar seperti kopi speciality," kata Tarsisius Syukur, Pastor Paroki Ketang yang juga menjadi penasihat di Apekam.

Selain itu dukungan pengembangan agrowisata kopi juga datang dari Badan Pelaksana Otoritas Labuan Bajo Flores (BPOLBF) yang memfasilitasi Apekam untuk studi banding guna meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di beberapa wilayah di Pulau Jawa yaitu Magelang, Banyuwangi, dan Jember.

Nantinya, lanjut Tarsisius, sistem penataan penanaman kopi harus sesuai dengan konsep kepariwisataan. Apekam memilih kopi organik agar terintegrasi dengan usaha peternakan, karena selain kopi juga dikembangkan ternak kambing jenis Otawa.

"Semua rancangan dan grand design sudah kami presentasikan kepada pak gubernur NTT dan beliau merespon dengan baik bahkan mendukung. Masyarakat di sini pun sangat antusias untuk mewujudkan rencana tersebut," katanya.
Baca juga: Gubernur NTT: Kopi Manggarai enak sekali

Dukungan

Dalam kunjungan kerja ke Pulau Flores beberapa waktu lalu, Gubernur NTT Viktor B Laiskodat mengatakan pemerintahannya berkomitmen untuk mendorong agar kopi Flores menjadi tuan di tanahnya sendiri.

Gubernur NTT juga mendorong hotel di Labuan Bajo untuk memakai Kopi Manggarai, sehingga Kopi Manggarai dapat menjadi tuan di tanahnya sendiri.

Ia menginginkan agar kopi Flores yang berkelas premium yang juga diakui sebagai kopi terbaik dunia pada 2018 lalu agar dipasarkan di destinasi wisata superprioritas Labuan Bajo.

Selain citra rasa kopi yang nikmat, juga terdapat cerita yang kuat seperti asal muasal nama Kopi Juria, atau Kopi Robusta yang dikenal dalam bahasa daerah sebagai Kopi Tuang.

Gubernur Viktor menginginkan agar narasi tentang kopi seperti ini diperkuat sebagai untuk menambah daya tarik dalam promosi dan pemasarannnya.

Sementara itu Direktur Utama BPOLBF Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Shana Fatina mengatakan BPOLBF akan bersinergi dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah provinsi, kabupaten, hingga desa siap berperan aktif termasuk pengembangan agrowisata kopi.

Langkah ini penting dilakukan menyusul telah ditetapkannya Colol sebagai desa wisata melalui Surat Keputusan Bupati Manggarai Timur.

"Kopi Manggarai, khususnya Colol yang memiliki narasi yang kuat, dan citarasa yang sudah mendunia, akan kita dorong dari sektor pariwisata, termasuk peningkatan kapasitas para pelaku yang bergerak di sektor ini," katanya.

Untuk mewujudkan hal ini, kata dia, diperlukan kerja kolektif dan dukungan dari semua pihak untuk bergerak bersama dengan tujuan yang sama yakni menjadikan Kopi Manggarai Flores lebih dikenal luas.

Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021