Nanti kita akan pelajari, tunggu keputusan pusat
Jakarta (ANTARA) - Lonjakan demi lonjakan angka harian kasus positif COVID-19 di Indonesia terus terjadi dalam beberapa pekan terakhir.

Angkanya sudah menyentuh tahap mengkhawatirkan publik.

Bila puncak angka harian yang pernah dicapai mendekati atau sekitar 15 ribu, kini kenaikan angkanya telah mendekati 14 ribu.

Data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 pada Ahad (20/6) menyebutkan terdapat 13.737 kasus baru.

Dengan pertambahan tersebut, total warga yang terpapar virus corona (COVID-19) telah mencapai 1.989.909 pasien.

Terdapat tambahan pasien sembuh sebanyak 6.385 orang. Dengan adanya tambahan itu, maka total 1.792.528 pasien telah dinyatakan sembuh.

Namun ada tambahan 371 pasien meninggal dunia. Dengan angka tambahan tersebut, 54.662 orang meninggal dunia sejak kasus pertama ditemukan di Indonesia pada 2 Maret 2020.

Adanya kasus baru tersebut menjadikan saat ini terdapat 142.719 kasus aktif atau pasien yang tengah menjalani perawatan dan isolasi setelah terkonfirmasi COVID-19.

Baca juga: Wagub DKI sebut kebijakan rem darurat mungkin dilakukan kembali

Angka itu menunjukkan kenaikan kasus aktif sebanyak 6.981 orang dibandingkan Sabtu (19/6).

Selain itu, terdapat pula 121.684 orang yang masuk kategori suspek COVID-19.

Pertambahan tersebut didapat setelah pada Ahad ini diperiksa 89.183 spesimen dari 60.229 orang di ratusan laboratorium di seluruh Indonesia.

Total 18.649.618 spesimen dari 12.471.031 orang telah diperiksa sejak awal Maret 2020.

Persentase kasus positif berdasarkan jumlah tes (positivity rate) nasional harian untuk orang saat ini berada di angka 22,81 persen, sementara tingkat positif harian untuk spesimen 29,73 persen.
 
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) ketika memberikan keterangan pers saat melakukan inspeksi mendadak terkait PPKM Mikro di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (18/6/2021). ANTARA/HO-Polres Metro Jakarta Selatan

Pecah rekor
Provinsi yang melaporkan tambahan kasus terbanyak adalah DKI Jakarta dengan 5.582 kasus baru, disusul Jawa Tengah sebanyak 2.195 kasus baru.

Kemudian, Jawa Barat 2.009 kasus baru, Jawa Timur (739) dan DI Yogyakarta dengan 665 kasus baru.

DKI Jakarta juga menjadi provinsi dengan akumulasi kasus dan pasien sembuh terbanyak, yakni 474.029 kasus COVID-19 dan 435.904 pasien sembuh.

Baca juga: Eskalasi kasus COVID-19, Menkeu: Jangan sampai rem darurat diinjak

Total kematian terbesar berada di Jawa Timur dengan 11.994 orang meninggal dunia.

Dalam sepekan terakhir, pertambahan kasus positif harian di Ibu Kota meningkat drastis. Tiba-tiba pada Kamis (17/6) terjadi pertambahan sebanyak 4.144 kasus, padahal selama beberapa hari sebelumnya hanya berkisar 2.000 kasus.

Pertambahan kasus pada Rabu (16/6) sebanyak 2.376 kasus, Selasa (15/6) sebanyak 1.502 kasus, Senin (14/6) sebanyak 2.722 kasus dan Ahad (13/6) sebanyak 2.769 kasus.

Selama ini rekor angka pertambahan harian tertinggi terjadi pada Ahad (7/2) sebanyak 4.213 kasus.

Banyak pihak berharap pertambahan pada 17 Juni dengan 4.144 merupakan tertinggi, ternyata pada Jumat (18/6) tercipta rekor baru, yakni 4.737 kasus baru.

Hari berikutnya, Sabtu (19/6) DKI kembali mencetak rekor tertinggi angka harian dengan 4.895 kasus baru.

Pada Ahad memecahkan rekor baru dengan pertambahan mencapai 5.582 kasus.

"Rem darurat"
Mengingat angka-angka kasus positif harian yang terus melejit, kini muncul suara-suara agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali mengambil langkah lebih tegas dalam membatasi aktivitas publik.

Lebih tegas dalam penegakan protokol kesehatan (prokes) dan memperketat atau membatasi aktivitas publik terbukti telah mampu mengerem pertambahan kasus harian.
 
Personel kepolisian melakukan patroli pengawasan protokol kesehatan di kawasan kuliner Jalan Sabang, Jakarta, Jumat (18/6/2021). Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan bahwa seluruh kegiatan di Jakarta dibatasi hingga 21.00 WIB sesuai dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menyusul meningkatnya kasus COVID-19 di Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.

Baca juga: Ketua MPR dukung Pemprov Jakarta terapkan kebijakan "rem darurat"

Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik "rem darurat" untuk menekan lonjakan kasus COVID-19.

Lonjakan kasus harian semakin mengkhawatirkan, bahkan selama tiga hari terakhir mencetak rekor angka harian COVID-19.

Melihat kondisi tersebut, Jakarta bukan hanya sedang tidak baik-baik saja, dalam kondisi DKI begitu, langkah Anies Baswedan yang hanya memperketat penegakan aturan PPKM mikro dinilai tidaklah cukup.

Data harian keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) faskes DKI sudah di atas 80 persen, jauh di atas standar WHO 60 persen.

Bahkan, BOR RSDC Wisma Atlet sudah 90 persen atau tertinggi selama fasilitas kesehatan
(faskes) darurat di Kemayoran itu berdiri.

Ini membuat DKI menjadi provinsi dengan BOR faskes tertinggi secara nasional. Hal itu dikhawatirkan kolaps.

Karena itu DKI perlu menerapkan PSBB total sebagaimana yang pernah diterapkan di Ibu Kota pada 16 Maret 2020 dan 14 September 2020.

Kemudian, kondisi penularan COVID-19 di DKI hari-hari ini lebih parah dari kondisi sebelum dua PSBB sebelumnya.
 
Suasana lengang di Gang Haji Usman Tepos yang diberlakukan karantina di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta, Minggu (30/5/2021). . ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)

Baca juga: Pengusaha khawatirkan rencana "rem darurat" di Jakarta

Pada PSBB terakhir di DKI diterapkan 14 September 2020, angka kasus harian berkisar sekitar 1.300 kasus dan angka kematian 20 jiwa lebih.

Saat ini sudah mencapai 5.000 lebih kasus dan 60 lebih angka kematian.

Namun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunggu keputusan dari pemerintah pusat untuk menarik kembali "rem darurat" ataupun hingga kebijakan karantina (lockdown) terkait kasus COVID yang meningkat signifikan.

"Nanti kita akan pelajari, tunggu keputusan pusat," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota Jakarta, Jumat (18/6) malam.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti juga menyebut keputusan menarik "rem darurat" merupakan kewenangan pemerintah pusat, meski kondisi COVID-19 saat ini mirip seperti Februari saat pertambahan kasus harian tinggi, bahkan menembus angka 4.213 kasus.

Kebijakan (rem darurat) ada di tingkat pusat karena (PPKM Mikro) dari pemerintah pusat. Sedangkan beberapa kali diberlakukan pengetatan dalam skema PSBB.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021