Jadi, yang benar adalah penerapan ambang batas keterpilihan, bukan pencalonan.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti memandang perlu mengkaji ulang aturan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden demi kebaikan bangsa Indonesia.

"Ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengecilkan saluran bagi putra/putri terbaik bangsa untuk mendapatkan kesempatan yang sama di dalam pemerintahan," kata LaNyalla dikutip dari siaran pers di Jakarta, Senin.

Selain itu, menurut dia, ambang batas pencalonan tidak pernah ada di dalam Pasal 6A UUD NRI Tahun 1945. Disebutkan dalam Pasal 6A ayat (3) dan (4) adalah ambang batas keterpilihan.

"Jadi, yang benar adalah penerapan ambang batas keterpilihan, bukan pencalonan," kata La Nyalla saat menjadi narasumber dalam podcast politik Secangkir Opini milik Refly Harun, Senin

Menurut anggota DPD RI asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur itu, ambang batas keterpilihan penting untuk mendorong bahwa presiden terpilih bukan sekadar populer, melainkan juga tersebar secara merata untuk negara yang timpang jumlah penduduk seperti Indonesia.

Sementara itu, ambang batas pencalonan presiden dinilai LaNyalla lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.

"Ambang batas pencalonan presiden yang dikukuhkan dalam Undang-Undang Pemilu banyak disebut sebagai pintu masuk oligarki partai yang bersimbiosis dengan oligarki pemodal," kata La Nyalla.

Baca juga: Analis politik mengingatkan era Orde Baru soal masa jabatan presiden

Baca juga: Politikus: Komunitas JokPro tak goyahkan kenegarawanan Jokowi-Prabowo

Baca juga: Capres perseorangan masih sebatas mimpi

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021