Denpasar (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan secara nasional tercatat kurang lebih ada 1.700 laporan yang diterima terkait keberadaan mafia tanah.

"Kalau di DPR ada sekitar 1.700an laporannya dan akan kami selesaikan. Karena memang sekarang sedang melakukan kategorisasi kan mafia tanah ini punya banyak modus operandi kan, maka akan kami petakan ada berapa modus, apa 'roadmap'  (peta jalan) dan penyelesaian masing-masing, target-nya apa dan anggarannya berapa," kata Mardani Ali Sera saat ditemui di Kantor BPN Denpasar, Bali, Jumat.

Ia mengatakan terkait keberadaan mafia tanah ini biasanya ditemukan di mana ada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) nya tinggi, maka aksi dari mafia tanah ini tinggi dan itu adalah hukum ekonomi.

"Misalnya, harga tanah rendah kan enggak ada untungnya, klaim-nya kecil, di wilayah Universitas Udayana Bali setiap tahun ada gugatan karena tanah harga mahal dan punya wilayahnya besar. Jadi hal-hal seperti ini harus diminimalisasi dan berada di bawah payung hukum yang kuat," tutur-nya.

Baca juga: Polisi Surabaya ungkap kasus mafia tanah libatkan oknum ASN

Baca juga: Akademisi dorong Kapolri konsisten memberantas mafia tanah


Lalu ada peran penegak hukum, peran dari eksekutif, legislatif dan yudikatif yang juga dibutuhkan untuk ikut bersama-sama turun menyelesaikan masalah ini.

"Yang kami lakukan revisi UU Pertanahan bahwa kami ingin ada peradilan pertanahan. Karena selama ini selalu ada konflik ketika dibawa ke pengadilan yang menang itu mafianya. Yang kalah aset ini habis semua, kenapa? bukan bermaksud menuduh hakimnya, artinya mungkin (hakim) tidak mengerti atau kurang paham soal pertanahan," ujarnya.

Menurutnya pergerakan mafia tanah dapat dihambat ketika masyarakat sadar hukum dan bisa menjaga diri sendiri. Selain itu, juga didukung dari hasil kerja sama dengan Polri, Kejaksaan dan pihak terkait lainnya.

Untuk kasus mafia tanah yang paling sering mendapat perhatian yaitu ketika sudah melibatkan masyarakat banyak hingga menimbulkan korban jiwa.

"Ada beberapa kasus yang 'diatensi' salah satunya yang terjadi di Sumatera Barat itu ada 20 hektare hampir 12 ribu masyarakat sudah tinggal puluhan tahun tapi menggunakan verponding, dialihkan ulang, ditingkat satu menang dan ramai akhirnya timbul. Kalau konflik-konflik horizontal di bawah tanah yang sudah puluhan tahun dan melibatkan ribuan orang pasti dapat perhatian," papar-nya.

Baca juga: Polri targetkan 37 kasus mafia tanah selesai

Baca juga: Kejaksaan minta polisi kejar DPO mafia tanah

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021