Palembang (ANTARA) - Sidang perdana pembacaan dakwaan oleh jaksa KPK yang menjerat Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah disetujui hakim ditunda satu pekan untuk proses permohonan pemindahan penahanan terdakwa dari rutan KPK di Jakarta ke rutan Palembang.

Majelis Hakim Tipikor Palembang diketuai Sahlan Effendi dalam sidang virtual di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis, menyetujui proses permohonan pemindahan penahanan yang diajukan Juarsah, terdakwa kasus dugaan suap "fee" 16 paket proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim tahun 2019 itu.

Permohonan itu disetujui hakim setelah mendengarkan sejumlah alasan Juarsah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK RI atas kasus  itu.

Terdakwa Juarsah dipersilakan hakim melalui tim kuasa hukum yang ditunjuk mendampinginya berkoordinasi dengan jaksa KPK mengenai permohonan status penahanan dalam sepekan ke depan.

Baca juga: Tersangka pengaturan proyek Indramayu dikonfirmasi bantuan pemprov

Sementara Juarsah melalui layar monitor persidangan virtual mengatakan dirinya saat ini masih dalam status penahanan di rumah tahanan KPK, untuk itu memohon dengan kerendahan hari agar dapat dipindahkan status penahanan ke rumah tahanan negara (Rutan) Palembang.

Usai sidang, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI dikomandoi Agung Satrio mengatakan permohonan Juarsah sepenuhnya telah diserahkan kepada majelis hakim asalkan tetap memperhatikan kondisi pandemi saat ini.

"Kami tim JPU sudah berkoordinasi dengan tim kuasa hukum Juarsah, untuk mekanisme dua permohonan akan dimusyawarahkan dahulu dengan tim dan secepatnya akan diberitahukan hasilnya kepada kuasa hukumnya," ujar Agung.

Sedangkan kuasa hukum terdakwa, Saipudin Zahri mengatakan pihaknya mengalami kesulitan akses ke gedung KPK di Jakarta meski hanya untuk meminta tanda tangan penunjukan kuasa mendampingi Juarsah selama persidangan.

“Tadi majelis hakim telah memfasilitasi agar dapat berkoordinasi langsung dengan pihak jaksa KPK, namun jawabannya agar surat kuasa itu dapat dititipkan saja, jelas kami tidak mau,” ungkap mantan hakim Adhoc Tipikor ini.

Menurutnya, secara hukum itu tidak boleh dilakukan, karena surat kuasa itu adalah dokumen, hitam di atas putih yang harus ditanda tangani langsung oleh yang bersangkutan dalam hal ini Juarsah diketahui langsung oleh kuasa hukum yang telah ditunjuk.

Baca juga: KPK limpahkan berkas perkara M Syahrial ke Pengadilan Tipikor Medan

"Kami menunggu keputusan jaksa KPK agar kami diperbolehkan menyampaikan secara langsung surat kuasa untuk ditandatangani sekaligus mendampingi tersangka Juarsah dalam proses peralihan status penahanan tersangka dari Jakarta di Rutan Palembang,” ujarnya.

Juarsah yang sebelumnya sebagai Wakil Bupati Muara Enim dan dilantik menjadi bupati setelah Ahmad Yani divonis bersalah, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atau lembaga anti-rasuah itu setelah dilakukan pengembangan Operasi Tangkap Tangan pada September 2018 dengan lima orang tersangka lainnya yakni Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim periode 2018-2019.

Kemudian Elfin MZ Muchtar Kepala Bidang Pembangunan dan PPK Dinas PUPR Muara Enim, Robby Okta Fahlevi selaku pihak kontraktor swasta penyuap, Arie HB Mantan Ketua DPRD Muara Enim, dan Ramlan Suryadi selaku mantan Plt Dinas PUPR Muara Enim.

Kelima tersangka tersebut telah menjadi terpidana karena telah disidangkan dan diputus pada tingkat PN Tipikor Palembang dengan divonis bersalah serta telah berkekuatan hukum tetap (inkrach).

Terdakwa Juarsah sebagaimana berkas dakwaan yang dilimpahkan dijerat melanggar Pasal 12 a atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang Undang RI Nomor 31 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat 1 Ke-1 KUHP.

Baca juga: KPK limpahkan berkas perkara Bupati Muara Enim nonaktif ke pengadilan
Baca juga: Bupati Muara Enim Juarsah diduga menerima suap Rp4 miliar


 

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021