Lonjakan kasus yang terjadi saat ini sudah tidak bisa didekati dari perspektif kesehatan atau ekonomi semata
Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fajroel Rahman menegaskan saat ini Indonesia sedang berada pada kondisi yang benar-benar "berperang" melawan COVID-19.

Hal tersebut disampaikan dalam webinar bertajuk "PPKM Darurat: Pandemi dan Daya Tahan Ekonomi" (www.antaranews.com, 6 Juli 2021).

Sementara itu, Ketua Tim Mitigasi IDI dr Adib Khumaidi, SpOT meminta agar ada upaya tegas untuk mengintervensi masalah dari hulu.

Demikian juga Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi, SpP menyampaikan bahwa melihat data internasional, sampai saat ini belum ada satu negara pun yang berhasil menangani pandemi dengan bertumpu pada peningkatan layanan kesehatan. Seharusnya ada keseimbangan dengan menurunkan kasus pada masyarakat.

Pandemi yang akhir-akhir ini kembali meninggi tingkat eskalasinya dengan kemunculan beberapa varian baru, mengharuskan semua orang untuk ekstra waspada.

Lonjakan kasus yang terjadi saat ini sudah tidak bisa didekati dari perspektif kesehatan atau ekonomi semata, tetapi sudah harus dilakukan langkah-langkah cepat, tepat, terukur dan taktis dari hulu sampai hilir, dan dilakukan secara bersama-sama berbagai elemen, baik pemerintah, aparat, perguruan tinggi, ormas maupun elemen elemen masyarakat lainnya.

Daerah-daerah di Indonesia, bahkan negara negara di dunia, mengalami hal yang sama. Maka asumsi dasarnya adalah potensi besar terjadi kelangkaan daya dukung dari luar sistem, sehingga kelompok terkecil masyarakat harus memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi atau ketangguhan tinggi untuk bertahan.

Ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi, menuntut kita membangun perlawanan jangka panjang yang sistemik, masif dan efektif sehingga sumber daya pemerintah yang relatif terbatas tidak terkuras dalam waktu relatif cepat. Ketidakpastian ini jika tidak disiasati akan melumpuhkan aktivitas sosial, ekonomi dan berdampak serius pada tatanan berbangsa dan bernegara.

Pada awal pandemi, saat terjadi tren kenaikan kasus, di Jawa Timur muncul suatu gerakan penanggulangan COVID-19 yang dikenal dengan nama gerakan Kampung Tangguh yang diinisiasi Universitas Brawijaya (UB) Malang bekerja sama dengan organ TNI, Polri dan elemen masyarakat yang kemudian oleh pemerintah provinsi dijadikan percontohan gerakan pencegahan sampai penanganan pandemi di Jawa Timur.

Gerakan ini kemudian diikuti berbagai gerakan, seperti pasar tangguh, mal tangguh, tempat rekreasi tangguh, sampai pada pesantren tangguh dan ketangguhan yang lain.

Gerakan Kampung Tangguh ini terbukti cukup efektif menekan laju persebaran pandemi mengingat pola pendekatan yang dilakukan dalam gerakan ini sudah cukup integratif.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Mangku Purnomo, SP, MSi, PhD (dosen Fakultas Pertanian UB) sebagai inisiator gerakan Kampung Tangguh bahwa substansi Kampung Tangguh adalah sebuah bentuk gerakan dan bukan program, sehingga napas sistemnya ada pada kegotongroyongan.

Baca juga: Menko PMK inginkan kampung tangguh jadi percontohan nasional

Kampung Tangguh ini awalnya disimulasikan di Kampung Cempluk, Kabupaten Malang, Jawa Timur, atas inisitif para pemuda kampung yang kemudian didukung oleh tim dari Universitas Brawijaya (UB). Inisiator Kampung Tangguh itu kemudian bergabung dalam Malang Bergerak Lawan Corona (MBLC) yang juga didukung beberapa elemen, yakni TNI/Polri, Arema, media, dan lain-lain.

Pada uji coba itu disimulasikan Kampung Cempluk dikarantina wilayah selama tiga hari. Menghadapi kebijakan penutupan total itu, semua elemen bergerak sesuai bidangnya, sehingga kehidupan masyarakat tidak terganggu.

Dari simulasi itu kemudian terkonsep adanya tujuh ketangguhan kampung, yakni tangguh sumber daya manusia, informasi, kesehatan, keamanan dan ketertiban, budaya, psikologis dan logistik.

Ide Kampung Tangguh kemudian didukung oleh Polri untuk diimplementasikan di daerah-daerah lain karena menunjukkan hasil terjadinya penurunan tambahan kasus COVID-19. Kapolda Jatim kala itu Irjen Pol Muhammad Fadel Imran memiliki konsep yang sama mengenai Kampung Tangguh.

Selain upaya yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah, baik kebijakan PPKM Darurat di Jawa dan Bali, kampanye masif protokol kesehatan, pemberlakuan pengetatan, percepatan pemberian vaksinasi, penambahan fasilitas kesehatan untuk menampung pasien COVID-19 serta langkah-langkah lain dan sudah menghabiskan anggaran begitu banyak, maka penting dan mendesak untuk menguatkan kembali gerakan akar rumput dengan cara mereimplementasi gerakan yang terbukti mampu menekan laju persebaran pandemi, beberapa waktu lalu, yaitu Gerakan Kampung Tangguh.

Kampung Tangguh memiliki tiga komponen utama, yaitu basis teori (social movement, theory of space, social practices theory, progressive leadership theory), level gerakan (gerakan setingkat RW dengan berbagai pertimbangannya) dan pola gerakan (pola gerakan lokal berjejaring hingga nasional untuk mendukung gerakan pemerintah dalam jangka panjang).

Gerakan ini akan sangat membantu masyarakat pada level lokal agar mereka mampu mengorganisasi seluruh sumber daya yang mereka miliki menjadi lebih efektif, sehingga gerakan ini bisa menjadi alternatif menjembatani atas kerumitan problem koordinasi di setiap keadaan bencana, seperti pandemi saat ini.

Pola pendataan, installing ketangguhan SDM, ketangguhan pangan, ketangguhan kesehatan, ketangguhan ketertiban dan keamanan, ketangguhan informasi, ketangguhan psikologi, ketangguhan budaya serta sistem pemeliharaan, semua terkonsep dengan baik dan terukur.

Gerakan ini juga sudah diujikan di beberapa kampung, baik pada tipologi pedesaan, transisi, bahkan di perkotaan dengan kepadatan yang sangat tinggi.

Baca juga: Satgas COVID-19 Rusun Pulogebang rasakan manfaat Kampung Tangguh Jaya

Beberapa pola ini juga dapat digunakan pada kawasan permukiman perumahan, bahkan apartemen tentu saja dengan berbagai modifikasi.

Secara operasional, gerakan ini adalah proses restrukturisasi sistem yang telah ada di kampung, jadi bukan seperti membuat bangunan baru.

Kader PKK, Dasa Wisma cukup ditambah keterampilannya dalam mengelola lumbung pangan sehingga menyokong instalasi lumbung pangan kampung (LPK). Bidan desa, kader posyandu atau kader KB atau kesehatan lainnya ditambah keterampilan dalam menangani COVID-19 atau merekrut kader baru jika di kampung itu belum ada.

Personel yang mengasistensi cukup dari babinsa, bhabinkamtibmas, pegawai kelurahan, bahkan RW secara mandiri dapat membangun kampung tangguhnya sendiri.

Satpam apartemen dan perumahan, unit keamanan RW atau kampung, seperti pecalang (di Bali) atau ronda dan unsur bela negara lain dapat digunakan untuk membangun unit keamanan untuk mendukung tangguh ketertiban.

Seniman juga bisa dilibatkan dengan di-"upgrade" untuk menjaga psikologi warga dan penyiar radio lokal atau anak-anak yang suka informasi dan telekomunikasi (IT) didorong untuk mengelola informasi.

Dengan demikian, potensi munculnya chaos dalam penanganan pandemi karena overload-nya daya tampung di banyak fasilitas kesehatan dan terbatasnya jumlah tenaga kesehatan yang selama ini diposisikan di garda depan bisa diantisipasi lebih dini.

Hal ini mengingat gerakan Kampung Tangguh menempatkan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan bukan lagi di garda depan, tetapi sampai garda terakhir.

Mengingat gerakan Kampung Tangguh ini sangat strategis, maka sudah saatnya dihidupkan kembali.

*) Dr. H. Edi Purwanto,S.TP, MM adalah dosen Pascasarjana Universitas Brawijaya, Koordinator Presidium terpilih Majelis Wilayah (MW) KAHMI Jawa Timur, dan relawan pada pembentukan Kampung Tangguh di Kampung Cempluk

Baca juga: Tanjungpinang bentuk lima kampung tangguh tekan penyebaran COVID-19
Baca juga: Memotret Kampung Tangguh dari sudut pandang sosial
Baca juga: Jatim siapkan kampung tangguh semeru sebagai embrio PPKM mikro

Copyright © ANTARA 2021