Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mengharapkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata berkapasitas 145 MW dapat beroperasi sesuai target pada November 2022.

Proyek PLTS terapung pertama di Indonesia, yang berlokasi di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, tersebut telah mencapai tahap penyelesaian pembiayaan (financial close) pada 2 Agustus 2021.

"Kami berharap penyelesaian proyek PLTS Terapung Cirata, yang merupakan proyek pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara ini, dapat dikawal agar beroperasi sesuai dengan target commercial operation date (COD)," kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, saat hadir mewakili Menteri ESDM Arifin Tasrif, dalam Deklarasi Financial Close PLTS Terapung Cirata secara daring, Selasa (3/8/2021) seperti dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu.

Dadan menyampaikan ucapan selamat kepada PT PLN (Persero) dan PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE), yang telah menyelesaikan tahap financial close, sehingga proyek PLTS Terapung Cirata dapat segera memulai tahap konstruksi.

Baca juga: PLN sebut bauran energi bersih capai 13 persen per Juni 2021

Menurut dia, penyediaan energi bersih melalui pemanfaatan EBT, khususnya energi surya, menjadi salah satu prioritas untuk mencapai target penurunan gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030, serta pencapaian target nol emisi (net zero emission) pada 2060 atau lebih cepat.

"Penyediaan energi bersih melalui pemanfaatan EBT khususnya energi surya menjadi salah satu prioritas untuk dapat mencapai tujuan tersebut, mengingat potensi surya di Indonesia berlimpah, masa pembangunan yang cepat, dan harganya yang telah kompetitif," ujar Dadan.

Harga jual listrik dari PLTS Terapung Cirata yang hanya 5,81 sen dolar AS/kWh telah menjadi acuan bagi pengembangan PLTS di Indonesia.

"Berdasarkan market sounding yang dilakukan PLN, pengembangan PLTS terapung di beberapa lokasi menunjukkan penawaran harga di bawah 4 sen dolar AS/kWh," jelasnya.

Dadan meminta PLN dapat mendorong pengembangan EBT, termasuk PLTS terapung yang memiliki potensi besar di PLTA eksisting dan waduk.

"Indonesia memiliki potensi PLTS terapung di PLTA eksisting sebesar 12 GW di 28 lokasi dan waduk atau danau dengan potensi sekitar 28 GW di 375 lokasi," ujarnya.

Pada kesempatan, yang sama, Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury menginginkan PLTS Terapung Cirata dapat menjadi contoh untuk pengembangan pembangkit EBT di daerah lain.

Baca juga: PLTS terapung di Cirata berpotensi kurangi emisi karbon 214 ribu ton

Ia juga berharap dapat terjadi transfer teknologi dalam pengembangan EBT dari proyek PLTS terapung, yang dikembangkan PLN bersama perusahaan asal Uni Emirat Arab, Masdar tersebut.

"Proyek ini semoga dapat menjadi fondasi dalam memperkuat kerja sama di antara kedua negara, selain diharapkan dapat memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar dengan menciptakan lapangan kerja maupun mengangkat ekonomi regional. PLTS Terapung Cirata juga diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan transfer teknologi dalam pengembangan EBT, dari salah satu global leader pembangkit EBT dari Uni Emirat Arab," ungkap Pahala.

Sedangkan, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini optimistis PLTS Cirata dapat beroperasi sesuai jadwal.

Menurut dia, PLTS Terapung Cirata ini akan menjadi revolusi pengembangan EBT dalam negeri.

"Keberhasilan pengembangan proyek ini, ke depannya diharapkan akan mendorong proyek-proyek terobosan di bidang EBT dengan harga yang kompetitif," ungkap Zulkifli.

PLTS Terapung Cirata ditargetkan mampu menghasilkan energi sebesar 245 juta kWh per tahun, memasok listrik untuk 50.000 rumah, dan menyerap tenaga kerja hingga 800 orang.

PLTS Terapung Cirata ini akan dijalankan PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE), yang merupakan konsorsium perusahaan dari cucu usaha PLN, PT PJBI, dan Masdar.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021