Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyiapkan dua skenario dalam menanggapi surat dakwaan 13 terdakwa manajer investasi dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang dibatalkan oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Bima Suprayoga, dalam konferensi pers virtual di Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, mengatakan kedua skenario itu yakni memperbaiki surat dakwaan kemudian dilimpahkan kembali atau melakukan upaya hukum dengan mengajukan keberatan sesuai Pasal 156 ayat (3) KUHP.

"Akan tetapi sekali lagi kami tekankan, pertimbangan kami mengajukan surat dakwaan kembali atau melakukan keberatan setelah menunggu putusan sela lengkap kami terima, kami akan pelajari dan kami akan menentukan sikap secepatnya sesuai aturan hukum yang berlaku," tutur Bima.

Bima menyebutkan, hingga hari ini pihaknya belum menerima salinan putusan sela lengkap dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sehingga jaksa penuntut umum belum mengambil sikap skenario mana yang akan diambil untuk menanggapi putusan sela Pengadilan Tipikor Jakarta yang membatalkan surat dakwaan 13 perusahaan manajer investasi terdakwa korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Terkait putusan sela yang sudah dikeluarkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, kata Bima, putusan sela tersebut dalam pertimbangannya tidak terkait dengan materi surat dakwaan Pasal 143 ayat (2) KUHP. Tetapi mengenai penggabungan perkara 13 terdakwa menjadi satu dakwaan.

"Jadi tidak terkait dengan materi surat dakwaan, dalam putusan sela tersebut, materi surat dakwaan tidak menjadi permasalahan, jadi dakwaan sudah cermat, jelas, lengkap. Karena, di situ hanya mempermasalahkan mengenai penggabungan 13 berkas perkara," ujarnya.

Terhadap penggabungan surat dakwaan tersebut, lanjut Bima, majelis hakim yang dalam pertimbangannya menyebutkan dapat menyulitkan hakim dalam memeriksa dan memutuskan. Selain itu, penggabungan bertentangan dengan peradilan cepat, ringan dan berbiaya murah.

Menurut dia, JPU Kejaksaan Jakarta Pusat dalam menyusun dakwaan tentunya dilakukan cermat, jelas, lengkap, sesuai Pasal 143 ayat (2) KUHP sesuai kewenangan penuntut umum penggabungan perkara membuat surat dakwaan diatur dalam Pasal 141 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UU KUHAP.

"Jadi penggabungan dilakukan oleh JPU terhadap dakwaan 13 manajer investasi ini adalah berdasarkan Pasal 141 huruf c KUHP, beberapa tindak pidana yang tidak sangkut paut satu dan lain akan tetapi yang satu dan lain ada hubungannya dalam hal kepentingan pemeriksaan itu jadi pertimbangan kami," tutur Bima.

Ia menekankan bahwa, terkait dengan penggabungan surat dakwaan tersebut merupakan kewenangan penuntut umum untuk menggabungkan dakwaan menjadi satu.

Baca juga: Hakim cabut dakwaan ke 13 perusahaan kelola investasi Jiwasraya

Baca juga: Jamwas telaah laporan Benny Tjokro soal penyidik kasus Jiwasraya


Sebelumnya, Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta membatalkan surat dakwaan terhadap 13 perusahaan manajemen investasi yang awalnya didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan transaksi pembelian dan penjualan instrumen keuangan pada reksa dana milik PT. Asuranji Jiwasraya selama 2008-2018.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa perkara ke-13 perusahaan investasi tidak berhubungan satu sama lain sehingga akan menyulitkan majelis hakim untuk menilai perbuatan masing-masing terdakwa.

Majelis hakim menyebutkan tindak pidana yang didakwakan kepada 13 terdakwa tersebut tidak ada sangkut paut dan hubungan satu sama lain.

Artinya, majelis hakim melihat perkara tersebut menjadi rumit dan bertentangan dengan asas persidangan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan.

Karena keberatan terhadap penggabungan berkas perkara diterima, maka surat dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum.

Baca juga: 13 perusahaan manajer investasi Jiwasraya didakwa korupsi-cuci uang

Awalnya, jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung mengatakan perbuatan 13 perusahaan investasi tersebut tidak mematuhi ketentuan Pasal 15 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 43/POJK.04/2015 Tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi yang menyatakan manajer investasi dapat menerima komisi, sepanjang komisi tersebut secara langsung bermanfaat bagi manajer investasi dalam proses pengambilan keputusan investasi untuk kepentingan nasabah dan tidak mengakibatkan benturan kepentingan dengan nasabah dan/atau merugikan kepentingan nasabah.

Akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian senilai total Rp10,985 triliun.

Ketigabelas perusahaan tersebut adalah:
1. PT. Dhanawibawa Manajemen Investasi yang saat ini bernama PT Pan Arcadia Capital
2. PT. Oso Manajemen Investasi
3. PT. Pinnacle Persada Investama
4. PT. Millenium Capital Management yang sebelumnya bernama PT Millenium Danatama Indonesia
5. PT. Prospera Asset Management
6. PT. MNC Asset Management yang sebelumnya bernama PT. Bhakti Asset Management
7. PT. Maybank Asset Management, yang sebelumnya bernama PT GMT Aset Manajemen atau PT Maybank GMT Asset Management
8. PT. Gap Capital
9. PT. Jasa Capital Asset Management yang sebelumnya bernama PT. Prime Capital
10. PT. Pool Advista Aset Manajemen yang sebelumnya bernama PT. Kharisma Asset Management
11. PT. Corfina Capital
12. PT. Treasure Fund Investama
13. PT. Sinarmas Asset Management.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021