Maros (ANTARA) - Terdakwa H Muktar yang terlibat dalam kasus pemalsuan dokumen atau alas hak akte jual beli (AJB) terhadap tanah seluas 11.546 Ha di Desa Kurusumange, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulsel divonis 1 tahun 2 bulan (14 bulan) penjara.

Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim Fita Juwiati pada Sidang Putusan kasus dugaan mafia tanah dengan modus pemalsuan dokumen (AJB) di Kabupaten Maros, Sulsel, Senin.

Ketua Majelis Hakim dalam putusannya mengatakan, pengadilan menjatuhkan vonis kepada terdakwa H Muktar yakni 1 tahun 2 bulan penjara terkait penggunaan bukti otentik palsu yakni pasal 264 ayat 2 KUHP.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Monal Asiska, SH mengatakan, pihaknya telah mendengarkan putusan PN Maros yang pada pokoknya untuk pidana badan dikenakan satu tahun dua bulan penjara, serta barang bukti dan biaya perkara konfrom dengan tuntutan dari JPU.

Dia mengatakan, terdakwa dijatuhi hukuman satu tahun dua bulan penjara. Namun penasehat hukum terdakwa sudah mengajukan banding sesaat setelah dibacakan putusan.

Baca juga: Polisi Surabaya ungkap kasus mafia tanah libatkan oknum ASN
Baca juga: Komisi II DPR catat secara nasional ada 1.700 laporan mafia tanah
Baca juga: Akademisi dorong Kapolri konsisten memberantas mafia tanah


"Kalau dari kami di JPU masih pikir pikir," ujar Monal.

Sementara itu, penasehat hukum korban, Hasan SH menilai jika putusan Majelis Hakim yakni 1 tahun 2 bulan itu sangat ringan sekali.

Dia mengatakan, ancaman pidananya seharusnya enam tahun. Namun apabila mau mengajukan banding, itu menjadi hak dari terdakwa.

Meskipun vonis sudah dijatuhkan oleh Majelis Hakim kepada terdakwa yakni 1 tahun 2 bulan penjara, namun terdakwa masih bisa menghirup udara segar, karena belum dilakukan penahanan.

Menanggapi hal tersebut, Kasi Intel Kejari Maros Galuh Baskoro mengaku belum melakukan penahanan atau mengeksekusi terdakwa sesuai perintah putusan majelis hakim, dengan alasan kejaksaan belum menerima petikan putusan dari Pengadilan Negeri Maros.

"Kami sementara menunggu petikan atau salinan putusan dari pengadilan sebagai syarat formil untuk melakukan penahanan," ujarnya.

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021